Apartemen Sky Land Kota X
Di dalam kamarnya, Jayden yang sedang dalam keadaan labil tidak jelas menarik dan menghembuskan napasnya berulang. Berharap dengan begitu kewarasannya kembali, saat tadi kehilangan kendali akan emosi kepada wanita di luar sana.
Ia merasa seperti pria bodoh yang tiba-tiba marah tidak jelas hanya karena melihat wanita itu menunduk, tanpa menjawab pertanyaan sedangkan ia bertanya terus menerus.
"Untuk apa dia punya mulut dan lidah, jika menjawab pertanyaan mudah saja tidak bisa menjawab. Ah! Bikin kesal saja," gerutu Jayden duduk dengan tangan mengacak rambutnya gemas.
Niat hatinya tidaklah ingin seperti itu, ini karena ia terbawa suasana sehingga ia lebih memilih emosi ketimbang rencananya, yang ingin membicarakan masalah peraturan dan syarat dengan baik-baik.
"Aku tidak peduli sekalipun terlihat kejam, aku selalu kesal setiap melihatnya. Dia yang sudah membuat aku terjebak dengan pernikahan ini. Ck, sial."
Meskipun sempat ada sedikit rasa menyesal saat melihat ekspresi sedih di kedua bola mata berkaca-kaca wanita itu. Namun tetap saja, ia seakan selalu tersulut emosi jika itu sudah dihadapan wanita bernama Kinara.
Ia seakan dibuat mengingat, jika pernikahan impiannya bersama Aliana gagal karena wanita itu. Ia tidak akan begitu saja membiarkan hatinya iba dengan mudah, titik.
"Sial!"
Merasa suasana hatinya turun di tingkat paling rendah, Jayden memilih untuk mandi terlebih dahulu, berharap air akan menghilangkan pikiran kusut dan pergi mengalir bersama tetesan yang jatuh dari shower nanti.
Ia membuka kancing satu per satu kemudian membuka kemeja yang dikenakan olehnya, melempar asal dan melangkah menuju pintu kamar mandi.
Tubuh dengan pahatan yang tidak diragukan lagi bentuknya itu terpampang nyata, dengan kulit berwarna putih semakin membuat Jayden tampak sempurna.
Ceklek!
Blam!
Pintu pun tertutup, dengan Jayden yang segera berdiri menghadap ke arah cermin yang ada di kamar mandi. Tangannya terangkat untuk menyugar rambut, kemudiaan turun ke leher dan menghela napas.
"Sebaiknya aku cepat menjelaskan peraturan pernikahan ini, aku tidak ingin lepas kendali lagi," gumam Jayden kemudian dengan segera berdiri di bawah shower, setelah melepas sisa kain buatan pabrik di bagian bawah.
Sementara Jayden dengan ritual bersih-bersih, Kinara yang di tinggal begitu saja sama sekali tidak bergerak, ia berdiri dengan perasaan takut saat nanti sang suami kembali menemuinya.
Entah sudah berapa lama ia menunggu, yang jelas kakinya mulai pegal, juga perutnya yang semakin berbunyi. Sebenarnya ini semua karena ia menahan lapar, lalu mengalihkannya dengan tiduran dan menonton televisi, berharap rasa lapar hilang tapi malah berakhir dengan ia yang ketiduran dan di semprot habis-habisan.
Tidak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka, juga langkah kaki yang yang berjalan menuju ke arahnya.
Brugh!
Hampir saja Kinara berjenggit kaget, saat mendengar bunyi hempasan tubuh yang duduk di sofa di sampingnya.
Ish.... Bisa tidak sih tidak kasar seperti itu. Walaupun itu sofa miliknya 'kan tetap saja. Nanti kalau rusak bagaimana coba? batin Kinara menggerutu, tanpa tahu jika ekspresi wajahnya saat ini sedang di amati oleh Jayden yang menatap dengan alis terangkat.
"Jangan menggerutu di dalam hati, bicara langsung. Aku nggak mau kau tiba-tiba bisu, karena kelamaan tidak mengeluarkan suara," ucap Jayden tiba-tiba, dengan nada lebih tenang meski tetap sinis seperti biasa.
Sepertinya air dingin yang mengguyur, membuat otak dan kepribadian seorang Jayden Gwentama kembali seperti semula.
Mendengar ucapan Jayden, tentu saja Kinara segera menatap sang suami dengan mata berkedip kaget. Ia sampai bertanya-tanya, bagaimana pria itu tahu jika ia sedang menggerutu di dalam hati.
Jangan-jangan dia ini cenayang?
Masih dalam batinnya, Kinara memberanikan diri menatap Jayden dengan ekspresi yang membuat pria itu jengah seketika.
"Apa? Kau pikir aku cenayang huh? Jangan berpikir yang tidak-tidak," cibir Jayden kesal saat ditatap sedemikian rupa oleh Kinara.
Aneh dan bingung, padahala beberapa saat lalu Kinara seperti takut dengannya, lalu sekarang malah menatapnya dengan seksama.
Dasar. Wanita aneh, tidak bisa ditebak, batin Jayden dengan perasaan aneh bercampur bingung.
"Tidak, aku tidak memikirkan apa-apa, maaf," cicit Kinara kembali takut, saat melihat tatapan tajam Jayden kepadanya.
"Ck!" Damar kembali berdecak kesal, saat lagi-lagi mendengar kata maaf. Sumpah, ia kesal dengan kata-kata maaf yang selalu keluar dari bibir mungil sang istri.
"Apa kau punya mulut cuma tahu kata maaf, muak tahu tidak dengar kata maaf dari kau terus menerus. Namun nyatanya apa? Kau masih saja mengulangi kesalahan, mengucapkan kata maaf lagi dan lagi tanpa bosan."
Jayden bersumpah, jika baru inilah ia berbicara panjang kali lebar dan tidak penting. Biasanya ia hanya akan menatap tajam lawan bicara dan bergumam, lalu selesai. Orang yang berbicara dengannya pasti akan cepat mengerti, kenapa? Karena mereka lebih takut, jika ia berbicara banyak kata-kata yang keluar darinya pedas dan sinis.
Kali ini Kinara kembali diam dan tidak menjawab. Ia bingung, merasa percuma saja karena menjawab pun ujung-ujungnya ia juga yang akan disalahkan oleh pria tersebut.
Huft ...
Jayden menghela napas kasar untuk menenangkan diri saat merasa lagi-lagi hampir hilang kendali. Apa ia bilang, hanya melihat wajah istrinya saja ia merasa tidak bisa mengatur emosi, bagaimana jika ia mendapati kesalahan lebih fatal dari yang ia temukan tadi.
"Duduk!" perintah Jayden dengan nada rendah, sehingga Kinara pun melihat dengan wajah bertanya, yang dimengerti olehnya segera. "Duduk di sofa, kau benar-benar akan duduk di lantai? Silakan, aku tidak melarang, justru aku akan senang sekali karena sofa rumahku tidak kotor."
Jayden lagi-lagi keluar dari kebiasaannya, menjawab pertanyaan panjang lebar alih-alih bergumam seperti hari-hari sebelumnya
"Baik, terima kasih," ucap Kinara pelan, duduk dengan segera dan menundukkan pandangannya lagi.
Terima kasih? Wanita ini bodoh atau apa, kenapa berterima kasih hanya karena masalah sepele seperti ini, batin Jayden tidak habis pikir.
Setelah memastikanKinara duduk dengan benar, ia pun menegakkan duduknya kemudian berdehem dengan sang istri yang bergerak sebagai respon.
"Dengar, aku akan memberitahu kau peraturan yang kubuat. Tidak banyak, tapi aku mau kau mematuhinya, jika tidak kamu tahu sendiri akibatnya."
Mengangguk adalah yang dilakukan Kinara saat Jayden menjeda kalimat yang akan di sampaikannya.
"Baik," sahut Kinara dengan suara pelan.
"Aku punya beberapa peraturan untuk kau selama menjadi istriku. Yang pertama, sampai aku menemukan Aliana kita akan melakukan sandiwara, terutama di depan Mama. Apa ini bisa kau pahami?" jelas dan tanya Jayden sebelum melanjutkan peraturan lainnya, kepada Kinara yang mengangguk mengerti.
"Paham."
"Bagus! Lalu yang kedua, aku akan memberhentikan asisten rumah tangga. Dan aku rasa kau paham jika mengenai ini, jangan berpikir kau akan hidup enak di sini," lanjut Jayden sinis, lagi-lagi menjeda kalimat ingin mendengar jawaban Kinara.
"Paham, tentu saja," jawab Kinara mengerti apa maksud dari pernyataan sang suami.
"Ketiga, saat aku sudah menemukan Aliana kau harus segera pergi dari sini. Kau akan kuceraikan tanpa pembagian se-sen pun uang dari keluarga Gwentama, paham?"
Kinara tidak marah, karena memang ia tidak punya pikiran apalagi mengharap harta, seperti apa yang diucapkan oleh suaminya. Ia hanya merasa sedih, karena ia akan benar-benar merasakan menjadi janda, padahal sebenarnya ia ingin menikah satu kali dalam hidupnya.
"Pa-paham," jawab Kinara dengan hati sakit. Ya, tapi ia tetap berusaha untuk tidak memperlihatkan.
"Keempat, jangan sampai jatuh cinta sama aku."
"Tidak, tentu saja aku tidak akan jatuh cinta sama kamu." Kinara menjawab pertanyaan Jayden dengan cepat, saat telinganya mendengar peraturan ngaco yang diucapkan oleh suaminya.
Jatuh cinta?
Untuk saat ini mungkin tidak, tapi ia akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mudah jatuh cinta, apalagi ia tahu hanya sang kakak yang ada di hati pria tersebut.
"Bagus!"
Jayden yang awalnya terkejut dengan jawaban lantang dari Kinara, menjadi sedikit senang karena akhirnya si wanita bisa bicara lancar juga. Ia tersenyum dalam hati, tidak ingin ketahuan jika ia suka dengan jawaban tegas dari Kinara.
"Lalu selanjutnya ....."
Bersambung.