"Wah mantep calon kyai muda, sampean!" celoteh Fahmi.
"Biasa aja," ucapku keluar dari Masjid. Namun tiba-tiba di depan banyak ibu-ibu yang berkumpul."Gus Siroj, MasyaaAllah. Mau sama anak saya Gus?" ucap salah satu ibu-ibu disana.
Aku hanya menahan tawa mereka menanyaiku hal yang sama. "Wes jadi rebutan sampean. Mending segera nikah." Fahmi mulai membuatku memikirkan khitbah antara aku dan Ning Kayla. Bagaimana jika ia menolak untuk menikah denganku?
"Gus, ada salah satu pengurus yang saya taksir disini." dia membuatku menahan tawa lagi. Selalu saja cinta antar pengurus tumbuh dalam pesantren. "Siapa?" tanyaku. "Ustadzah Shofia," ucapnya sambil nyengir.
"Haha.."
"Eh Gus kok ketawa to?"
"Ya nanti tak bilangin ke Mbak Shofianya."
"Tapi, sampean dulu yang harus nikah."
"Masa gitu?"
"Iya Gus."
"Wes doakan saja. Sampean kembali ke asrama. Saya mau ngurusin berkas santri yang mau tes ke Al-Fatah untuk meneruskan ke Al-Azhar," jelasku padanya.