Deru bis itu terdengar menggema pada sebuah halte dengan suasana pedesaan yang masih terasa, Adam turun dengan tas hitam besar yang masih setia Ia sandang di pundaknya. Di belakang sana, Pak Syahid tampak turun dengan perlahan mengekori Adam yang sudah berdiri mematung di tempatnya.
Adam tak henti menatap sekeliling, matanya tampak serius dengan tak henti menikmati setiap desir angin yang masuk melalui kerongkongan nya. Dengan nikmat, Ia hirup dalam dalam nikmat tuhan yang tentu tak akan mampu untuk Ia beli bahkan untuk sehirup pun udara yang masuk untuk menghidupi dirinya.
Di belakang sana, Pak Syahid tampak termenung ketika suasana yang telah lama tak nampak pada pelupuk matanya kini kembali terpampang nyata. Pak Syahid terduduk lemas, kedua matanya berkaca-kaca dengan setitik bening yang sudah lolos dari pengawasannya.