Sesampainya di kamar, aku lempar tubuhku keatas ranjang, kepala kubenamkan menindih bantal putih diatasnya. Kini, aku cuma ingin menumpahkan segalanya melalui satu-satunya senjata yang aku miliki. Airmata, tangisan dan jeritan yang melengking didalam hati.
Fikiranku melayang, menimbang segala macam kemungkinan. Menikah dengan orang yang telah menghancurkan hidup, dan lalu sekarang dia ingin memanfaatkanku sebagai lahan produksi untuk memperpanjang garis keturunannya? Itu sama sekali bukanlah pilihanku.
Aku ingin terbang bebas merdeka menjalani hidup, aku tidak perduli seberapa besar pengaruh kekuasaan serta harta berlimpah yang dimiliknya. Bagiku, kebahagiaan yang hakiki tidak diukur dengan hal-hal semacam itu.
Tiba-tiba saja terlintas dalam benakku, bagaimana jika aku pergi meninggalkan kota ini beserta semua kenangannya, menuju ke kota mana saja, dengan harapan dan kehidupan baru yang akan aku tanamkan disana.