Chereads / Hoshi no Tama / Chapter 7 - Ikut ke Sekolah

Chapter 7 - Ikut ke Sekolah

Selesai melaksanakan makan malam, Sakurako mencuci piring dibantu Takumi yang terpaksa melakukannya karena desakan sang ibu.

Sesungguhnya wanita yang melahirkan Takumi itu pulang hanya untuk mengambil beberapa barang. Setelah itu, kembali pergi lagi hingga tujuh hari ke depan.

Sebenarnya, Takumi gusar jika ibunya pergi. Ia akan sangat kerepotan mengurus rumah yang sama sekali bukan keahliannya.

Takumi menghela napas dalam-dalam, dan menghembuskannya kasar. Ia mendesah berulang kali hingga membuat Sakurako menoleh penasaran.

"Akazawa-san, kenapa?"

"Jangan panggil margaku!"

Tiba-tiba Takumi kesal, padahal selama ini ia tidak pernah melakukan aksi protes jika Sakurako memanggil nama keluarganya. Mungkinkah ia ingin dipanggil dengan nama kecilnya?

"Baiklah, Takumi-san kenapa?"

"Kurasa aku mulai menyadari sesuatu," ujarnya seraya menerawang.

"Menyadari apa?" tanya Sakurako tak mengerti.

"Bahwa kau itu tidak nyata. Tidak ada Sakurako. Tidak ada youkai. Tidak ada hantu. Kau hanyalah makhluk ilusi yang aku ciptakan. Sepertinya aku menderita gangguan mental."

"Hah? Kenapa tiba-tiba? Tapi, ibumu bisa melihatku, Takumi-san." Sakurakomembantah.

"Tentu saja! Karena dia ibuku jadi dia membenarkan segala ucapanku."

Hening sejenak.

Sakurako menunduk.

"Apa benar begitu? Lalu, bagaimana caraku membuktikan kalau aku ini nyata?"

"Mulai sekarang kau harus mencucikan bajuku, membuang sampah, mencuci piring, membersihkan rumah. Dengan begitu kau bisa menunjukkan eksistensimu," jelas Takumi sembari menunjuk tumpukan cucian kotor, piring kotor dan sampah.

"Baiklah," sahut Sakurako, kegirangan.

Sakurako yang polos pun setuju, tanpa mengetahui bahwa Takumi kini mengulas seringai kelicikkan.

*****

Malam semakin larut. Sakurako mulai didera rasa kantuk. Ia membawa bantal hendak masuk ke sebuah kamar, sebelum merasakan ada yang menarik kerah belakang kemejanya, kasar.

"Kau mau ke mana, heh?" tanya Takumi, ketus.

Sakurako berbalik lalu mendengus sebal. "Apa lagi? Tentu saja mau tidur, Takumi-kun." Kini bahkan Sakurako menggunakan honorofik -kun, tidak lagi -san seperti tadi sore.

"Heh? Kau mau tidur di kamarku?" Takumi melotot ke arah Sakurako.

Sakurako mengerucutkan bibirnya. Memangnya apa yang salah, batinnya. "Biasanya di drama yang sering kutonton, laki-laki dan perempuan boleh tidur sekamar."

"Kau tahu adegan selanjutnya?" tanya Takumi.

Sakurako memijit dagu, berusaha mengingat adegan selanjutnya di drama yang biasa ia tonton. "Hmm ... lalu lampu dimatikan dan ...,"

"Dan apa?" Takumi kembali bertanya, ketus.

"Dan gelap gulita. Sudah, itu saja lalu ada iklan lewat," jawab Sakurako dengan lugu yang membuat Takumi semakin kesal tak menentu.

Takumi menghela napas panjang, lalu mendorong Sakurako untuk menyingkir dari pintu kamarnya. Ia segera masuk dan buru-buru mengunci pintu sebelum makhluk cantik itu menodai kepolosannya.

Sakurako diam membeku, tak mengerti mengapa Takumi bersikap begitu. Tak ingin ambil pusing, Sakurako cari kamar lain untuk berbaring.

***

Pagi hari menyapa. Mentari bersinar ceria, menghangatkan dunia dan mengusir udara beku yang tersisa.

Takumi membuka pintu kamar. Sudah rapi mengenakan pakaian seragam. Lagi-lagi ia mencium aroma sedap dari arah dapur.

Itu pasti Sakurako.

"Ohayou gozaimasu," sapa Sakurako bersama senyum lebarnya.

"Hm, ohayou." Takumi menyahut, menarik kursi lalu mengambil sepotong roti.

Sakurako mengernyit memperhatikan penampilan Takumi. "Takumi-kun mau ke mana?"

"Sekolah."

"Aku boleh ikut?" tanyanya antusias.

"Tidak."

"Ayolah! Boleh, ya? Ya?"

"Kubilang tidak, ya tidak! Tetap berada di rumah, kunci pintu dan jangan membiarkan orang asing masuk, mengerti?"

Takumi mengakhiri sarapannya kemudian bergegas pergi tanpa berucap sepatah kata. Tanpa diketahui, rupanya Sakurako memiliki niat tersembunyi.

Mengikuti Takumi dari belakang, diam-diam. Berjalan bersama kerumunan orang-orang yang berlalu-lalang sambil berdesakan.

Hampir saja Sakurako kehilangan jejak Takumi, buru-buru dia mempercepat laju langkah tanpa memperhatikan lain arah.

Brugh!!

Sakurako mengaduh pelan, merasakan wajahnya tertubruk dada bidang seseorang. Ia mendongak melihat orang yang baru ia tabrak.

Sakurako mendapati pemuda jangkung bermata keemasan yang menatapnya dingin, membuat nyalinya semakin ciut. Sakurako membungkuk.

"Maaf, aku tidak sengaja."

Tanpa membalas kata, pemuda itu berlalu begitu saja. Meninggalkan Sakurako yang menganga.

Sakurako menyadari sesuatu, rupanya pemuda itu memakai seragam yang sama seperti Takumi

Ah, Takumi! Sakurako menepuk jidat. Lekas mencari keberadaan pemuda pemilik surai sewarna dengan dirinya.

Namun, terlambat. Sakurako telah kehilangan jejak Takumi. Sakurako mendesah, tak tahu arah. Tanpa berpikir panjang, ia mengikuti pemuda yang ia tabrak tadi.

"Berhenti mengikutiku!"

Tiba-tiba pemuda itu berbalik, melempar tatapan menyelidik yang membuat Sakurako bergidik.

"Aku cuma ingin bertemu Takumi," ungkap Sakurako mencicit.

"Takumi ... Akazawa?" ucap pemuda berambut pirang cerah itu.

"Kau mengenalnya?" seketika mata Sakurako berbinar terang.

Tanpa memberi respon, pemuda itu kembali melanjutkan langkah. Sakurako yang geram segera menyusul, menyamai langkah dengan sedikit berlari.

Sakurako mulai menghujani pemuda berambut pirang cerah itu dengan berbagai pertanyaan.

"Hey! Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa kau kenal Takumi Akazawa? Kau benar mengenalnya, 'kan? Takumi Akazawa itu lho?

Dia temanmu, bukan? Kulihat seragam kalian sama? Apa kau juga——"

Sakurako bungkam, napasnya tertahan. Tanpa diduga pemuda itu merendahkan tubuh hingga wajah mereka saling berhadapan dengan jarak yang membahayakan.

"Ck, berisik!"

"Salah sendiri tidak menjawab pertanyaanku," dengus Sakurako sedikit ketus.

Pemuda itu mengernyit, menelisik Sakurako cukup lama. "Apa hubunganmu dengan Akazawa?"

"Jawab dulu pertanyaanku!" cecar Sakurako.

"Aku tidak mengenalnya," ketus pemuda bermata keemasan tadi.

"Kau bohong!"

"Aku tidak peduli," ujarnya acuh tak acuh. "Lalu kau sendiri siapa?"

"Aku adalah——"

"Rako-chan, sedang apa kau di sini?"

To be continued ....