Mobil sport Danendra masuk ke kediamannya saat hari menjelang sore. Lelaki tampan itu keluar dari mobilnya dengan wajah kelelahan. Sejak pagi Danendra mengurus masalah di proyek.
Danendra masuk ke dalam kamar.Asha mundar mandir di sekeliling kamar.Melihat sang suami baru pulang ,Asha menarik Danendra duduk di sofa sembari tangannya mencengkam erat punggung tangan Danendra.
"Kok,kamu kenapa As?"tanya Danendra heran .
"Mas, aku bertemu dengan papanya Nana. Tadi dia ke rumah," cerita Asha, raut wajahnya terlihat sedih.
"Maksudnya ... bagaimana, As?" tanya Danendra,belum menangkap arah pembicaraan istrinya.
"Tadi ada laki-laki datang ke rumah, Mas. Pakaiannya rapi, sepertinya orang berada," cerita Asha .
"Dia membawa surat dari rumah sakit. Katanya itu hasil tes DNA yang menyatakan kalau Nana itu putrinya," lanjut Asha dengan suara bergetar.
Deg—
Kalimat terakhir Asha, sanggup mengguncang perasaan Danendra . Napasnya sesak,jantung bergemuruh. Tidakjelas antara marah atau tidak teri-
ma, tetapi emosi Danendra lumayan terpengaruh.
"Aku akan meminta security mengirimkan rekaman cctv. Aku ingin melihat siapa lelaki yang berani mengaku sebagai papa Nana ," ucap Danendra ,mengepalkan tangannya. Kesal, marah, tidak terima, semua mengumpul jadi satu.
"Mas, bagaimana kalau dia benar-benar
mengambil Nana dari kita," cicit Asha , menangis.
Meskipun Hayana bukan putri kandungnya,tetapi Asha sudah terlanjur sayang dengan gadis kecil itu. Apalagi, Hayana juga putri kakaknya Isyana . Tidak rela harus menyerahkan gadis kecil itu pada orang lain, apalagi tidak dikenalnya.
"Tidak mungkin. Aku akan memperjuangkan Nana . Jangan terlalu dipikirkan," hibur Danendra , merapikan anak rambut yang menutup sebagian wajah Asha .
Danendra sudah meminta security rumahnya untuk mengirimkan rekaman CCTV yang menyorot teras rumahnya. Tidak butuh waktu lama, sebuah video masuk menampilkan lelaki mengenakan setelah jas kerja, turun dari sebuah mobil mewah.
Danendra masih belum bisa melihat jelas siapa lelaki yang mengaku sebagai ayah biologis putrinya itu, tetapi ucapan Asha yang tiba-tiba menyebutkan sebuah nama bertepatan dengan kamera yang menyorot wajah sang pria membuat Danendra meradang.
"Kalau tidak salah ingat, namanya Herman.Kak Isyana pernah bercerita padaku ,bapa biologis Nana namanya Herman.Aku tidak berani bercerita ,Mas,"
ujar Asha tiba-tiba.
Danendra mengalihkan pandangan pada sang istri,kemudian memastikan lagi dengan visual yang ditangkap oleh rekaman CCTV. Otaknya masih berusaha merangkai, sampai akhirnya Danendra bisa memastikan kalau Herman yang disebut Asha dan Herman , rekan dan klien perusahaan adalah orang sama.
"Brengs'ek! Jangan-jangan selama ini dia
mendekatiku karena Nana," umpat Danendra ,mengepalkan tangannya.
*******
Keesokan harinya.
Danendra menyeruput kopi hitam dari cangkir keramik yang baru saja disajikan pelayan restoran. Hampir setengah jam lelaki itu menunggu, duduk sembari menikmati pengunjung restoran yang keluar masuk, silih berganti.
Tampak berulang kali ia menatapjam di ponselnya yang serasa berjalan lambat. Memang Danendra sengaja datang setengah jam lebih cepat dari janji yang seharusnya. Untuk menghindari macet, demikianlah alasan sehingga lelaki itu lebih rela menunggu dibanding terjebak di jalanan.
Menghela napas kasar, lagi-lagi mengangkat cangkir kopi untuk kesekian kalinya. Hampir habis sabarnya, tetapi Danendra tidak mungkin meninggalkan janji yang sudah dibuatnya.
Seruputan terakhir, kopi itu pun habis, tertinggal puing di dasar cangkir. Baru saja tangan kekar lelaki itu melambai ke arah seorang pelayan berseragam putih hitam, tiba-tiba mata Danendra menangkap sosok yang ditunggunya. Herman , masih dengan setelan kerjanya berjalan mendekati meja. Lelaki itu masih sempat melambaikan tangan dan tersenyum pada Danendra .
Melalui sekretarisnya yang seksi,Danendra membuat janji bertemu dengan Herman di restoran ini. Dan tentu saja, Herman sedikit banyak tahu kira-kira apa yang akan dibahas Danendra padanya. Tentu bukan pembahasan bisnis seperti yang sudah-sudah. Kontrak kerja sama mereka sudah rampung dibahas dan tidak ada kendala.
"Selamat sore, Dan," sapa Herman . Herman menjatuhkan bokong di kursi, tepat di hadapan Danendra .Lelaki itu masih berusaha berbasa-basi meskipun Herman tahu Danendra sedang menahan amarahnya .
"To the point saja. Kemarin kamu datang ke rumahku dan menemui istriku. Apa maksudmu?" tanya Danendra .
Berusaha bersikap santai meskipun hatinya sudah bergejolak saat melihat wajah Herman .Menarik napas untuk menenangkan dirinya dengan menautkan jari-jemarinya di atas meja. Danendra tidak mau jari-jari tangannya melancarkan serangan tak terkendali.
"Istrimu tentu sudah bercerita banyak." Herman berkata, berusaha merangkai kata untuk mencari kalimat terbaik menjelaskan pada temannya. Masalah yang sedang ingin dibahasnya bukanlah perkara mudah. Tidak gampang untuknya dan tentu juga untuk keluarga Danendra.
"Katakan saja. Aku mau mendengarnya langsung dari mulutmu," tegas Danendra .
"Aku ayah biologis dari putrimu, Hayana
Aldari ," ucap Herman, pada akhirnya. Sedikit melemah saat bibirnya mengucap nama Aldari.
Ada kecewa dan rasa tidak rela, di
dalam Hayana mengalir darah Herman tetapi harus menyandang nama Aldari . Lelaki bernama lengkap Herman Novandiro itu berpikir.Tentu saja Danendra terpancing emosi. Bukannya tidak terima kenyataan, tetapi lebih kepada tidak suka akan sikap pengecut Herman. Baik sikap Herman yang tidak bertanggung jawab pada Hayana dan Isyana sekaligus sikap Herman yang menggunakan cara pengecut untuk memberitahu kenyataan sebenarnya.
Sebuah amplop yang sama, yang pernah ditunjukannya pada Asha kembali disodorkannya pada Danendra .
"Ini hasil tes DNA yang menyatakan kalau Hayana adalah putriku." Herman mengeluarkan bukti dari rumah sakit. Yang menunjukan fakta tidak terbantah.
Melihat kop rumah sakit yang tertera di amplop, kembali amarah Danendra meluap. Ingatannya menerawang, pikirannya mengembara.
"Jangan-jangan penculikan Hayana beberapa waktu yang lalu ada sangkut pautnya denganmu!" tuding Danendra , menatap tajam. Herman menunduk.
"Maafkan aku," bisiknya.
Tangan yang saling menaut di atas meja,
sekarang terkepal. Berusaha menahan amarahnya.
"Lalu sekarang ... setelah tiga tahun lebih. Apa yang kamu inginkan dengan mendekati PUTRIKU?" tanya Danendra , sengaja menekankan kata putriku di kalimatnya.
"Kamu tahu bagaimana perjuanganku untuk mendapatkan Hayana . Pengorbananku dan istriku untuk menjadikan Hayana seorang
Aldari , putri kami."Danendra berkata, terlihat matanya memerah, menahan rasa berkecambuk di dalam hatinya.
"Kamu tahu bagaimana menyedihkannya Nana saat pertama kali aku melihatnya," lanjut Danendra ,mengingat kembali perjumpaan pertamanya pada bayi Hayana yang bahkan tidak mendapatkan kehidupan yang layak.
"Untuk apa kamu datang lagi?" tanya Danendra .Herman terlihat berusaha menahan malunya. Herman tahu ia egois kalau meminta Hayana dikembalikan padanya, disaat ia tidak memiliki hak apa pun, selain statusnya sebagai ayah biologis gadis kecil yang sedang lucu-lucunya. Sedangkan selama ini, Herman tidak bertanggungjawab sama sekali.
"Bisakah membaginya juga untukku. Aku tidak memintanya kembali. Aku hanya ingin dia juga mengenalku dan keluargaku," pinta Herman ,memohon.
Brakkkk!
Danendra menggebrak meja. Cangkir dan alas piring seketika meloncat,membanting kembali di atas meja, menimbulkan suara berdenting nyaring.Beberapa pasang mata pengunjung terfokus pada mereka setelah mendengar bunyi keras dari meja Danendra .
"Kenapa begini tidak tahu malunya,Man," ucap Danendra , masih dengan tangan terkepal.
"Maafkan aku. Aku tahu aku bersalah." Herman meminta maaf untuk yang kesekian kalinya.Tampak lelaki itu menimbang, apa perlu untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Danendra . Lama terdiam, akhirnya lelaki itu terpaksa membuka aibnya sendiri. Mungkin ini lebih baik untuk mendapat simpati Danendra dan diizinkan untuk mengenal putrinya.
"Semuanya bermula dari sekitar empat tahun yang lalu .." Herman menghentikan kalimatnya. Tenggorokannya tercekat, saat harus menceritakan keburukannya sendiri. Dosa yang berusaha disembunyikan dari dunia dan almarhumah istrinya. Mungkin sekarang istrinya bisa tertawa dari surga. Menertawai kebodohannya.
"Seorang rekan memboyongku ke ktv.Saat itu ,aku sama temanku di ruangan sebelah .Isyana dijebak seorang klien laki -laki meminta Isyana bertemu di sebuah ktv Klien itu meminta ku bertemu di sebuah ktv .Minumannya dibubuh obat peransang .Aku mampir di ruang legar ruangan terdengar desihan membuat bulu kudukku meremang.Aku tanpa permisi membuka pintu kamar,aku melihat Isyana kayaknya udah tidak kendali.Aku mengenali Isyana masuk lalu memukul klien yang coba memperkosanya."Cerita Herman.
"Aku mengendongnya keluar , masuk ke dalam mobil.Aku kayak ngak tahu di dimana kediamannya,Aku membawaku ke apartmentku " lanjut Herman .
"Isyana dalam pengaruh obat,Isyana tidak bisa mengontrol diriku,aku …aku tidak bisa menkontrol diriku ,Saat itu istriku baru didiagnosa terkena kanker rahim stadium dua. Aku sedang banyak masalah. Dari berawal menemani minum, berlanjut ke tempat tidur," cerita Herman , mengingat kembali masa-masa buruknya.
"Aku pikir, profesi Isyana seperti itu, pasti dia sudah berjaga-jaga tidak akan sampai hamil. Aku sudah memberinya uang, aku tentu tidak mau mengambil resiko dan akhirnya akan menjadi masalah di kemudian hari. Aku sudah beristri. Dan tentu saja aku tidak mau berpoligami, apalagi mengganti berlian di rumah dengan sepotong besi ,"jelas Herman menunduk mali.
Terdengar Danendra menghela napas, masih menyimak dengan seksama. Danendra tidak terkejut, Danendra bahkan sudah mengetahui sejak dulu bagaimana kelakukan Isyana. Isyana ngak akan mundur karena Herman itu bukan derajatnya biasa.seorang bisnisman.Kekayaannya boleh dikatakan sama kayak Danendra.
Karena ngak bisa menopoli Herman ,Isyana menjebaknya menjadi sasaran seterusnya.. Begitu menginjakan kakinya kembali ke Jakarta, berita Isyana adalah hal yang pertama dilaporkan Ramos padanya.
"Sekitar dua bulan kemudian,Isyana datang padaku dan memintaku bertanggung jawab untuk kehamilannya," cerita Herman .
"Tentu aku menolak.Teman bisnis ku pernah bicara bahawa Isyana adalah perempuan yang tidur dengan banyak lelaki setiap hari. Menjadikan itu sebagai pekerjaan utamanya. Aku Tidak tahu apakah itu benar atau enggak deh.Tentu aku menolak.Aku mana mungkin mengorbankan rumah tanggaku untuk pe'lacur seperti Isyana , meskipun aku belum memiliki anak dan istriku juga sakit," jelas Herman .
"Jadi kamu melepas tanggung jawabmu?" potong Danendra .
"Tidakjuga! Aku memberinya uang, bahkan aku masih membiayainya sampai melahirkan meskipun aku tidak pernah menemuinya lagi," jawab Herman . Danendra tersenyum kecut.
"Bukankah seharusnya kamu bisa melakukan tes DNA saat Hayana lahir, memastikan itu putrimu atau bukan," tuding Danendra .Herman mengangguk.
"Ya, tetapi Isyana memberiku pilihan sulit. Isyana baru bersedia mempertemukanku dengan putrinya dan melakukan tes DNA kalau aku bersedia menikahinya.Isyana mau putri kami memiliki keluarga lengkap ,"jelas Herman.
"Aku sejujurnya enggak tau Isyana itu kayaknya perempuan gimana.Dan kamu tahu, kan? Aku tidak mungkin menikahinya. Meskipun aku belum menikah saat itu, aku tidak mau menikah dengan perempuan seperti Isyana ," jelas Herman .
"Dan sejak saat itu,Isyana memutus hubungannya denganku, tidak ada kontak lagi. Menutup akses untuk bertemu dengan putriku," lanjut Herman .
"Aku bahkan tidak tahu kalau sekarang, dia menjadi putrimu,Dan. Aku terlalu sibuk mengurus almarhumah istriku belakangan. Sampai tahun lalu istriku berpulang," lanjut Herman lagi. Terlihat Herman menghela napas berulang kali.
"Dan baru beberapa hari lalu,Isyana
menghubungiku lagi. Memintaku datang menemuinya. Isyana menceritakan semuanya tentang Hayana . Termasuk hubungannya denganmu," cerita Herman .
Danendra menegakan duduknya, masih terpaku mendengar penjelasan demi penjelasan Herman.
"Setelah mempertimbangkan segala
sesuatunya ... apalagi aku sudah tidak terikat dengan siapapun, pasca kematian istriku.Akhirnya aku putuskan menemui Isyana Di Jeruji besi ," cerita Herman .
Perkataan Herman kali ini cukup membuat Danendra tersentak. Belum cukup sebulan Danendra tidak berhubungan lagi dengan Isyana , bahkan kakak iparnya itu tidak pernah muncul di kehidupannya dan Asha . Informasi yang disampaikan Herman cukup membuatnya terkejut.
"Mak ... sudmu bagaimana?" tanya Danendra terbata,masih belum yakin dengan pendengarannya.
"Isyana sekarang ditahan? Maksudmu dipenjara?"tanya Danendra .