"Halo," sapa Danendra begitu menempelkan benda pipih itu di telinga. Mata Danendra membulat begitu mendengar informasi yang disampaikan si penelepon. Jantung memburu dengan wajah mengeras, lelaki itu mematikan sambungan telepon dengan buru-buru. Beralih menatap Asha , istrinya masih
duduk di tempat yang sama, tertunduk dengan wajah sembabnya karena kebanyakan menangis.
Kekesalan Danendra pada istrinya belum sepenuhnya reda, tetapi informasi yang disampaikan petugas rumah sakit cukup membuat Danendra bernapas lega, meskipun masih ada kekhawatiran yang mengganjal di dada. Danendra belum mengetahui jelas bagaimana kondisi Hayana , tetapi dengan mengetahui keberadaannya, itu sudah cukup
melegakan.
"Nana sudah ditemukan. Sekarang berada di rumah sakit," cerita Danendra , bergegas keluar kembali.
"Mas, tunggu. Aku ikut," seru Asha , berlari menyusul. Hampir terjengkal kembali, tersandung permadani yang melapisi lantai kamarnya.Danendra berbalik begitu mendengar suara Asha ,menatap istrinya yang hampir terjatuh. Danendra hanya sekilas menoleh ke belakang lalu buru-buru ke mobil.
"Hati-hati, As," ucap Danendra yang sudah mendahuluinya ke mobil.
"Maaf, Mas. Aku terlalu bersemangat. Aku ikut ke rumah sakit. Nana pasti merindukanku," sahut Asha, mengekor langkah Danendra tanpa banyak bicara lagi. Semakin banyak bicara, Asha khawatir akan membuat Danendra semakin kesal padanya.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, keduanya dilanda kecemasan.Danendra masih dengan wajah tegangnya, memandang keluar jendela,menatap hiruk pikuk jalan raya. Asha menutup mulut dengan tangan saling meremas, menguatkan diri dengan doa, semoga semua baik-baik saja.
Tidak sampai setengah jam, mobil yang dikendarai Pak Radin tiba di rumah sakit yang dimaksud. Danendra keluar dengan tergesa-gesa, tanpa menunggu Asha .
Berjalan meninggalkan yang berjalan lebih lambat karena kedua lututnya yang terluka.Dengan susah payah,Asha menyejajarkan langkahnya dengan sang suami. Sesekali meringis, saat tanpa sengaja kakinya bertekuk lebih.
"Mas, tunggu aku," pinta Asha , berjalan tertatih-tatih. Danendra bahkan tidak peduli padanya. Entah suaminya itu sadar atau tidak kalau saat ini Asha juga sedang terluka. Hatinya tercubit. Ada rasa kecewa tersembunyi di dalam diri Asha . Namun, saat ini Asha tidak mau protes dan larut dalam perasaannya sendiri.
Yang terpenting sekarang adalah Hayana baik-baik saja. Yang lain akan menyusul
terselesaikan. Danendra terlihat bertanya pada bagian informasi,memastikan kalau info yang disampaikan seseorang yang mengaku petugas rumah sakit itu benar adanya. Keduanya bisa tersenyum dan bernapas lega saat petugas bagian informasi memintanya mengisi data dan segera setelah itu mereka diarahkan menuju ruangan yang dimaksud.
Langkah kaki Danendra terhenti seiring matanya menatap ke ponsel, memastikan nomor dan nama ruangan sesuai yang dikirim si penelepon padanya.
"Kenapa, Mas?" tanya Asha tidak sabar.
"Tidak, sepertinya di sini ruangannya," jelas Danendra , menunjuk ke ruangan di dekatnya sembari, memutar knop pintu. Bunyi pelan pintu terbuka, mereka di sambut pemandangan yang mengiris hati. Pemandangan yang tidak biasa. Hayana tertidur, masih ada jejak-jejak air mata di wajah menggemaskannya.
Asha langsung berlari masuk. Lupa dengan rasa sakit di kakinya, lupa dengan semuanya, menghambur masuk demi untuk memeluk putri yang beberapa jam menghilang.
"Nana kenapa, Mas?" tanya Asha heran. Tidak ada sedikit pun Iuka, tidak ada tanda-tanda kekerasan. Putrinya terlihat tidur dengan tenang.Yang membuat semuanya heran, tidak ada siapa pun di sana yang menemani Hayana
Danendra menggeleng.
"Kamu tunggu di sini sebentar As , aku harus bertanya pada perawat untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya terjadi,"jelas Danendra . Lelaki itu sudah melangkah keluar dari ruangan, tanpa menunggu jawaban Asha .
Penasaran tingkat tinggi dan kebingungan
mengisi pikirannya. Kenapa sampai bisa putrinya di sana dan siapa yang mengantar Hayana?
Hampir setengah jam Danendra menghilang untuk mencari tahu. Begitu kembali, Asha hampir tertidur. Telungkup di brankar menggenggam tangan mungil Hayana .
Seulas senyum terbit di wajah tampan dan rupawan Danendra , melangkah masuk menikmati pemandangan yang membuat hatinya menghangat. Keadaan lebih tenang, pikirannya pun sudah tidak sekalut sebelumnya. Meskipun sampai sejauh ini, Danendra tidak mendapatkan informasi apa pun, setidaknya Hayana aman dan sudah
kembali ke tengah keluarga.
"As, sebaiknya kamu pulang saja," tepuk Danendra berbisik lembut di telinga Asha .
Panik dan kekhawatiran terlalu merajalela di dalam hatinya, sampai Danendra melupakan istrinya.Memori otaknya sedang memutar kembali kejadian demi kejadian yang terjadi sepanjang sore hingga malam.Danendra tersadar, sudah berlaku kasar pada Asha .
"Maafkan aku," bisik Danendra pelan.
"As, bangun. Sebaiknya kamu pulang dan istirahat,aku akan menjaga Nana disini " panggil Danendra , mengguncang kecil pundak melemas dan tertidur pulas.
Kepala tertunduk bertumpu di atas tangan
bertekuk itu bergerak, mengerjap dan beradaptasi dengan cahaya sebelum mengeluarkan suara seraknya.
"Mas, sudah kembali? Bagaimana Nana ? Di baik-baik saja, kan?"tanya Asha , memberondong Danendra dengan pertanyaan.
"Ya, dia baik-baik saja. Petugas rumah sakit tidak tahu apa-apa. Hanya mengatakan Nana dibawa orang tidak dikenal dan memberi nomor ponselku untuk dihubungi," jelas Danendra , masih tidak habis pikir.
"Berarti orang itu mengenalmu, Mas," ucap Asha , mengernyitkan dahi. Terlihat Asha berpikir serius.
"Kira-kira siapa Mas? Apa tujuannya menculik Nana lalu mengembalikannya?" Danendra menggeleng.
"Aku tidak tahu, sebaiknya kamu pulang sekarang. Setelah Nana bangun, aku juga akan membawanya pulang. Tidak nyaman tidur di sini," jelas Danendra .
"Aku masih mau di sini, Mas. Takutnya Nana bangun dan mencariku," tolak Asha , masih bersikeras.
"As, tolong menurut kali ini. Tidak nyaman berada di sini. Ada aku disini,Nana membutuhkanku.Aku mohon pulanglah," pinta Danendra .
"Aku mengerti maksudmu,Mas.Maafkan atas yang terjadi .Aku lalai dan teledor ,"ucap Asha ,beranjak dari duduknya.
Tidak mau berdebat dengan suaminya, Asha mengalah. Baru saja beranjak dari duduknya, Danendra menahan tangannya.
"Kenapa kedua lututmu berdarah dan lecet seperti itu?" tanya Danendra . Begitu menyadari penampilan Asha , lelaki itu sampai berlutut untuk memastikan lebih dekat apa yang terjadi dengan istrinya.
"Oh, aku terjatuh tadi saat mengejar Nana.Maaf ,Mas .Aku gagal menjaga putrimu ," sahut Asha dengan wajah menunduk . Danendra juga baru memperhatikan lebih jelas penampakannya sekarang. Pakaian bernoda dan ada darah mengering meleleh di dekat lututnya.
"Ikut aku," pinta Danendra , menarik tangan Asha dan membawanya duduk di sofa.
"Sudah Mas, aku sudah tidak apa-apa," sahut Asha menenangkan. Pakaiannya pun masih terlihat noda kotor.
"Kamu tunggu di sini, jangan ke mana-mana. Aku akan memanggil perawat untuk membersihkan lukamu !" perintah Danendra .
Lelaki itu sudah berlari keluar. Kepanikan karena kehilangan Hayana yang sempat mereda,sekarang muncul kembali. Berganti kepanikan karena Asha lututnya luka dan melecet.
Sejak sore Danendra mengabaikan Asha karena panik.Tidak sampai di situ saja,Danendra bahkan sempat memarahi istrinya dengan kelewatan kalimatnya.
Dengan memendam kesal pada diri sendiri, Danendra melesat menemui perawat dan meminta dokter Jaga membersihkan luka Asha . Lelaki itu sudah siap mengacau, andai kata perawat dan sang dokter tidak mau diajak bekerja sama.
Tidak lama,Danendra sudah kembali ke kamar dengan harap-harap cemas. Mengekor di belakang seorang perawat yang dipaksa Danendra mengikutinya.
"Tolong, Sus,tolong obati luka isteriku " ucap Danendra menunjuk ke arah Asha .Suster memboyong Asha ke ruangan rawatan.
Lelaki itu berjongkok di sisi Asha yang masih betah duduk di sofa, menjulurkan kedua kakinya mempersilakan perawat membersihkannya.Perawat wanita itu terlihat menyapu Iuka di kedua lutut Asha dengan kapas yang sebelumnya diteteskan alkohol. Tidak lama, diberi cairan Obat merah yang dituang di atas kapas, ditempel dan diplester.
"Maaf Nyonya,sedikit sakit ,ya,"jelas sang suster.Asha mengangguk pertanda mengerti.
"Mas, aku pulang saja, ya. Aku mau istirahat,"ucap Asha , akhirnya. Terlalu lelah meladeni Danendra yang panik dan khawatir berlebihan .
"Aku baik-baik saja,tidak perlu berlebihan, Mas," celetuk Asha lagi. Diabaikan Danendra , diomeli Danendra ,dibentak Danendra,disindir Danendra rasanya Asha masih bisa menerima meskipun kecewa dan sedih, tetapi ketika diberi perhatian yang berlebihan hanya lecet seperti ini Asha malah kesal sendiri.
Membuat Asha menggelengkan kepala,
meladeni Danendra , membuat Asha semakin kesal.Saat mengetahui Hayana menghilang, lelaki itu seperti orang gila. Mengomel, membentak semua orang. Dari istrinya, pengasuh, asisten rumah, security sampai ke sopir. Hanya Ibu Rani yang tidak kena semprotan Danendra , dan sekarang lelaki itu tidak kalah gilanya seperti tadi sore.
"Mas, sudah. Aku baik-baik saja," jelas Asha .
Danendra tertegun, mengulum senyumannya sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Sudah Mas, aku mau pulang saja, ya." pamit Asha, berjalan perlahan menuju brankar, mencium kening Hayana .
Melihat putri kecilnya yang tertidur pulas,
rasanya enggan pulang. Namun, kalau memaksa tetap bertahan di sini, Asha akan semakin kesal dengan sikap Danendra yang berlebihan.
"Nana , Mommy pulang dulu. Nanti Nana sama Daddy, ya," bisik Asha pelan, kembali mengecup kening Hayana dan mengusap lembut pelipis putrinya.
Usapan lembut Asha , tanpa sengaja membuat Hayana terjaga. Gadis kecil itu membuka mata.Tangisnya pecah saat melihat Asha saat terbangun.
"Mommy," teriaknya, sambil menangis histeris. Danendra yang masih mematung di tempat, langsung berlari menghampiri dan memastikan kalau putrinya baik-baik saja.
"Mommy ... om jahat," isaknya ketakutan.
"Ya,Nana cuma bermimpi. Tidak ada 0m jahat. Di sini hanya ada Mommy dan Daddy," bujuk Asha ,tersenyum, berusaha menenangkan. Tangannya mengusap lembut punggung Hayana yang
bergelayut manja padanya.
"Daddy di sini," bisik Danendra ,mengecup pelipis Hayana . Tadinya lelaki itu ingin mengambil alih menggendong Hayana, tetapi putrinya seperti enggan terpisah dari mommynya.Tangisan Hayana masih belum reda. Gadis kecil itu bahkan tidak mau lepas dari gendongan Hayana .
Memeluk leher mommynya mencari perlin-
dungan dan kenyamanan. Sorot matanya masih menyiratkan ketakutan.
"Nana sama Daddy, ya. Kasihan Mommy,lutut Mommy lecet" bujuk
Danendra , meraih Hayana dari belakang dan menidurkan putrinya itu di pundak.
"As, tolong panggilkan perawat. Aku harus
memastikan Nana baik-baik saja," pinta Danendra . Lelaki itu mondar mandir mengitari ruangan demi menenangkan Hayana . Tangannya pun masih mengusap, memberi kehangatan untuk
putrinya. Memang Hayana bukan putri kandungnya, tetapi Hayana sudah bersamanya sejak masih bayi merah.
Bagi Danendra ,satu saat nanti akan ada anak darah dagingnya ,tidak ada bedanya. Kelak pun, Hayana akan tetap jadi putri tertuanya. Putri yang membawa nama besar Aldari, meskipun tidak mengalir darahnya.