Sejak pagi, wajah Asha sudah berseri-seri.
Bagaimana tidak? Sore ini suaminya akan
datang menemuinya, sesuai dengan jadwal yang dijanjikan Danendra padanya. Kerinduannya pada Danendra akan terbayar setelah dua hari mereka terpisah jarak antara Jakarta -Surabaya.
Dari membuka mata, Asha itu sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Untuk pertama kali, Asha memasak makanan dengan tangannya sendiri demi menyambut Danendra . Meskipun bukan koki handal, tetapi Asha berusaha untuk membuatkan makanan kesukaan Danendra , dengan dibantu Ibu Rani yang sudah lebih ahli soal memasak.
"Bu, apakah rasanya sudah pas?" tanya Asha menyodorkan sendok berisi kuah sop buntut ke mulut ibunya, meminta ibu Rani mencoba dan memastikan kalau sop buntut buatannya sudah sesuai dengan selera suaminya.
"Sudah," sahut Ibu Rani , mencicipi kuah sop buntut di ujung sendok.
"Baiklah." Senyum di bibir Asha merekah setelah memastikan sop buntut buatannya sempurna.
Terbayang di pelupuk matanya, senyum bahagia Danendra saat menikmati masakannya berikut pujian.Tawa bahagia itu makin terlihat nyata saat ponsel di kantong celana Asha berbunyi dan Danendra yang menghubunginya.
"As , kamu di mana?" tanya Danendra dari seberang begitu sambungan telepon tersambung.
"Aku memasak sop buntut untukmu, Mas," sahut Asha .
"Oh ya? Kamu memasak untukku?" tanya Danendra .
"Ya. Jam berapa Mas tiba di surabaya?" tanya Asha , tidak sabar.
"Mungkin sore, As . Aku masih ada rapat. Selesai rapat aku baru terbang menemuimu."jelas Danendra.
"Baik, Mas."Jawab Asha.
"As ingin dibawakan apa dari Jakarta?"
tawar Danendra .
"Mas, aku mau dibawakan brownis kukus yang di dekat kantor Mas. Yang rasa taro, seperti biasa aku beli Mas. Kejunya yang banyak, Mas,"pinta Asha , mulai terbiasa meminta sesuatu pada suaminya itu, tanpa sungkan-sungkan seperti sebelumnya.
"Memang aku yang buat,As . Pakai request keju dibanyakin," ucap Danendra , menggoda istrinya.
"Ya sudah. Pokoknya aku mau itu, Mas,"ucap Asha , terkekeh.
"Nana di mana?" tanya Danendra . Setiap kali menghubungi Asha , tidak pernah sekali pun, Danendra melupakan putrinya. Meskipun bukan darah dagingnya, tetapi rasa sayang Danendra pada Hayana tidak perlu diragukan lagi. Sejak bayi,gadis kecil itu sudah bersamanya. Ikatan diantara keduanya pun sudah terbentuk dengan sendirinya.
"Di luar Mas, main dengan mbaknya."Jawab Asha.
"Aku membawa kejutan untuknya. Aku membelikan sebuah boneka hello kitty berukuran raksasa," cerita Danendra .
"Oh ya, Nana pasti senang," ucap Asha . Asha bisa membayangkan bagaimana teriakan histeris Hayana saat melihat bonekanya.Tidak lama percakapan keduanya terhenti, saat Danendra dipanggil sekretaris cantik dan seksinya untuk menghadiri rapat.
Sore itu setelah menyelesaikan acara
memasaknya,Asha yang baru selesai mandi segera menemui Hayana . Putrinya itu sedang main bola sendirian di halaman depan rumahnya, ditemani pengasuh.
"Nana , kamu sudah mandi?" tanya Asha , menghampiri gadis kecilnya yang berlarian dan berkeringat, menyeka titik air di dahi Hayana dengan tangannya.
"Udah Mommy," sahut Hayana , masih saja berlarian mengelilingi halaman rumah. Suara tawanya terdengar kencang.
"Jangan lari-larian, Na. Nanti jatuh. Sebentar lagi Daddy datang," seru Asha, mengambil posisi duduk di anak tangga teras, menatap Hayana yang bermain dengan wajah gembira. Terlihat rambut kepang gadis kecil itu meloncat, menyesuaikan pergerakan tubuh lincahnya.
Asha masih menemani dan mengawasi Hayana ,sampai tiba-tiba Ibu Rani muncul dengan segelas jus alpokat di tangannya.
"As, ini untukmu," sodor Ibu Rani .
"Terima kasih, Bu," ucap Asha , menggengam erat gelas jus.
"Suamimu sudah sampai mana,As?" tanya Ibu Rani, mengedarkan pandangannya.
"Mungkin sebentar lagi, Bu. Tadi, Mas Danendra mengabariku kalau mereka dalam perjalanan ke sini," jelas Asha .
Ibu dan anak itu terlibat obrolan ringan, sampai tidak menyadari Hayana menghilang dari pandangan. Gadis kecil itu keluar dari pekarangan rumah mereka. Hanya terlihat pengasuh yang baru saja kembali dari mengambil bola yang ditendang Hayana sedikit menjauh.
"Nyonya, Nana mana?" tanya sang pengasuh dengan wajah kebingungan.
Asha mengedarkan pandangannya, menyapu setiap lekuk halaman rumahnya yang luas. Begitu memastikan tidak ada Hayana di sana, Asha langsung berlari ke jalanan untuk mencari keberadaan Hayana di sana. Asha berdoa dalam hati, semoga Hayana baik-baik saja.
Wajah Asha langsung memucat dengan detak jantungnya memburu, bahkan sempat terjatuh dan terjengkal beberapa kali, membentur tanah karena panik. Kedua lututnya sampai lecet dan berdarah.Pengasuh dan Ibu Rani juga melakukan hal yang sama. Semuanya menyisir dan berkeliling kompleks mencari keberadaan Hayana yang menghilang tiba-tiba sambil berteriak menyerukan nama gadis kecil itu, memancing warga yang kebetulan lewat akhirnya turun tangan, ikut membantu mencari. Hampir setengah jam mencari dengan dibantu warga sekitar dan security perumahan.
Tubuh Asha merosot ke tanah, saat melihat CCTV rumah tetangganya yang kebetulan menyorot jalanan di depan rumah mereka.Hayana dibawa paksa oleh orang tidak dikenal. Putrinya itu dibekap hingga tidak sadarkan diri, kemudian dibawa masuk ke sebuah mobil van.
"Nyonya, itu lelaki yang kemarin aku ceritakan," pekik pengasuh, mengenali lelaki yang menculik Hayana .
"Ya Tuhan," pekik Asha menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Penyesalan langsung datang mengisi hatinya. Seharusnya Asha mendengarkan apa yang disampaikan pengasuh putrinya jadi bisa lebih berhati-hati.
Sebagian warga masih berkumpul dan membuat keramaian di sisi jalan. Berita penculikan Hayana dengan cepat menyebar di kompleks perumahan mereka dan membuat kehebohan.Asha masih menangis dan hampir roboh di pelukan pengasuh putrinya. Tidakjauh dari Asha , tampak Ibu Rani yang tidak kalah terkejutnya duduk menangis di trotoar ditemani ibu-ibu tetangga. Sesekali Asha menyerukan dan memanggil nama cucunya.
"Nana ," panggilnya lirih. Kehilangan harapan saat melihat sendiri rekaman CCTV. Cucunya diculik orang tidak dikenal. Tidak lama, mobil Danendra masuk ke pekarangan rumah. Awalnya lelaki itu sempat heran melihat banyak warga berkumpul di pinggir jalan.
"Ada apa ramai-ramai itu, Pak?" tanya Danendra heran, melihat warga berkumpul di jalanan, tidak jauh dari rumah mereka. Mungkin sedang menunggu Kang cilok lewat.
"Pak," sahut Pak Radin, mencoba bercanda. Pak Radin sendiri tidak tahu harus menjawab apa.
Setelah mobil mereka berhenti sempurna, Danendra memilih mengabaikan keramaian di luar rumahnya. Berjalan masuk ke dalam rumah, mencari penghuni rumah yang tidak ada seorang pun menyambut kedatangannya.
"Kenapa sepi begini? Pada ke mana orang-orang?" ucap Danendra , yang masih belum menyadari. Danendra tidak bisa melihat sosok istri dan menyambut kedatangannya.
"Kenapa sepi begini? Pada ke mana orang-orang?" ucap Danendra , yang masih belum menyadari. Danendra tidak bisa melihat sosok istri dan mertuanya di keramaian tadi karena keduanya sudah tertutup warga.Baru saja melangkahkan kakinya ke dapur, terdengar teriakan keras Pak Radin dari luar.
"pak!"
"pak!"
"Pak! Non Nana diculik!" seru Pak Radin , berlari masuk ke dalam rumah, berusaha memberitahu majikannya.