Keduanya sudah di dalam pesawat, penerbangan kembali ke Surabaya. Honeymoon mereka usai sudah. Hampir sempat hari meninggalkan Hayana , terbersit rindu pada gadis kecil yang biasanya mengisi hari-hari mereka. Begitu pagi tadi Asha menghubungi ibunya, memberitahu mengenai kepulangan mereka, Hayana sudah langsung berteriak kegirangan. Bahkan gadis kecil itu berencana menjemput kedua orang tuanya di bandara bersama omanya.
Penerbangan kembali terasa lebih singkat, Asha lebih banyak bersandar manja di pundak suaminya sembari menggenggam erat tangan Danendra.
"Ah, besok aku harus kembali bekerja, As,"
ucap Danendra , dengan wajah sedih.
"Dan kita akan berpisah lagi," lanjut Danendra . Belum rela kembali ke Jakarta, meninggalkan anak dan di istrinya di Surabaya.
"Kenapa tidak kembali bersamaku ke Jakarta saja," ajak Danendra . Asha tampak berpikir. Jujur, Asha juga merasakan hal yang sama,
masih ingin menikmati kampung halamannya. Asha lebih nyaman tinggal di Surabaya, dekat dengan ibunya dibandingkan di Jakarta, tinggal di rumah mewah Danendra .
"Berikan aku waktu sedikit lagi, Mas. Aku masih ingin melepas rindu pada kampungku. Aku juga mau ke tempat Bapak. Sudah lama tidak ziarah ke makam bapak."Jelas Asha.
Danendra tersentak. Danendra juga lupa melakukannya. Bahkan Danendra belum mengenalkan Ashy pada kedua orang tuanya. Selama ini, Danendra terlalu disibukan dengan masalah pekerjaan dan rumah tangga mereka. Sampai melupakan hal terpenting di
dalam rumah tangga mereka.
"Aku akan menemanimu menemui bapakmu dan nanti temani aku mengunjungi Mami dan papiku," ucap Danendra .
"Aku belum mengenalkanmu pada mereka. Aku kelewatan sekali," lanjut Danendra , mengenggam erat tangan Asha .
Mobil yang dikendarai Pak Radin sudah menembus jalanan kota Surabaya. Danendra yang duduk di kursi tengah memangku putri kecilnya yang enggan menjauh, selalu menempel padanya. Di Sisi kanan, tampak Asha bersandar manja di pundak Danendra , bermanja-manja sembari menikmati video di youtube.
"Kamu capek, As?" tanya Danendra .
"Sedikit, Mas. ," keluh Asha .
Pandangannya tidak mau berpindah sedikit pun dari layar ponsel.
Ibu Rani dan pengasuh Hayana mengulum
senyuman, duduk di kursi paling belakang,
menikmati gambaran keluarga kecil yang
sedang bahagia. Setidaknya wanita tua itu bisa sedikit tenang melihat Asha yang mulai melunak.
Tidak butuh waktu lama, mobil yang mereka tumpangi sudah masuk ke dalam halaman rumah bertingkat. Terlihat Danendra turun dengan menggendong Hayana yang tertidur di pundaknya, bergegas masuk ke dalam rumah dan membawa putri kecilnya itu ke dalam kamar.
"As , tolong siapkan air mandiku," pinta Danendra ,meletakan putrinya perlahan di atas tempat tidur, merapikan pakaian Hayana yang berantakan.
Asha yang mengekor di belakangnya, langsung masuk ke kamar mandi tanpa protes. Menyiapkan air mandi untuk suaminya. Pekerjaan yang sudah rutin dilakukannya, bahkan sebelum menikah dengan Danendra , Asha sudah terlatih melakukannya.
"As , nanti sore aku akan kembali ke Jakarta,"ujar Danendra . Lelaki itu sudah ikut masuk ke kamar mandi, mengekor sang istri yang membungkuk di dekat bathtub.
"Kamu yakin tidak mau ikut pulang bersamaku ke Jakarta?" tanya Danendra , masih berusaha membujuk dengan caranya sendiri. Berharap bisa memboyong anak dan istrinya pulang ke rumah mereka.
"Aku masih ingin di sini, Mas," sahut Asha .Dari lubuk hatinya yang terdalam, Asha juga keberatan kalau Danendra , tetapi ia belum mau kembali ke Jakarta dalam waktu dekat. Takut belum siap menghadapi masa lalu Danendra yang pasti akan datang kembali di dalam kehidupan mereka.
Untuk sementara mungkin lebih baik tinggal di Surabaya, sembari menenangkan diri dan fokus dengan kehamilannya. Menjauh dari kisah Danendra dan para mantannya yang sering membuat Asha makan hati.
"Aku tidak rela berpisah jauh dari kalian," ucap Danendra tiba-tiba sudah mendekap tubuh Asha dari belakang.
"Bagaimana kalau kita berbagi. Dua minggu di Jakarta, dua minggu di Surabaya," tawar Danendra lagi.
"Jadi kita tidak perlu berpisah," lanjut
Danendra lagi, memutar otak mencari jalan tengah.
"Bagaimana,As?" tanya Danendra .
"Aku lihat dulu, Mas," jawab Asha pelan dan menunduk.
"Mas mandi dulu saja. Aku masih harus merapikan pakaian," pamit Asha, melepaskan diri dari dekapan Danendra .
Asha bukannya tidak mau mengalah, tetapi saat ini Asha sedang menikmati hubungan mereka yang tenang, yang tidak bisa dirasakannya selama tinggal di Jakarta. Hampir setengah jam,Danendra berendam di dalam kamar mandi. Asha sendiri sibuk memilah-milah pakaian kotor dan merapikan sebagian perlengkapannya.
"Mas, pakaian kotornya mau dibawa ke Jakarta apa ditinggal?" teriak Asha .
Baru selesai mengatupkan bibirnya, tiba-tiba,mulutnya dibekap seseorang dari belakang. Dengan panik Asha menoleh, melirik sosok yang mengejutkannya.
"Mas!" pekiknya kesal, saat menyadari Danendra sosok yang membungkam mulutnya tiba-tiba.
Suaminya itu masih dengan handuk melilit di pinggang. Rambut pun masih basah menetes turun membasahi pundak dan dada bidang yang telanjang.
"Sstt. Nana sedang tidur," bisik Danendra , berjongkok di samping Asha .
"Pakaian kotor ditinggal semua, tetapi istriku mau kubawa ke Jakarta," ucap Danendra , mengedipkan sebelah matanya.
"Mas, aku serius," ucap Asha kesal, mencubit pinggang Danendra .
"Aku juga serius, As. Ah, masih tidak rela,"
celetuk Danendra , meraih selembar kaus dari tumpukan pakaian bersih yang tersusun di dalam koper. Mulai bersiap-siap, Danendra harus mengejar penerbangan ke Jakarta sebentar lagi.
Danendra masih mematut wajahnya di cermin,sesekali menyisir rambutnya dengan jemari sambil tersenyum. Danendra mengagumi ketampanan dirinya sendiri. Sesekali matanya mencuri pandang ke arah istrinya yang duduk di tempat tidur dari pantulan cermin di hadapannya.
Asha sedang duduk tertegun dengan ekspresi datar, pikirannya mengembara. Mempertimbangkan semua permintaan Danendra yang berulang kali diucapkan padanya. Hatinya sedikit tercubit, setiap kali mendengar Danendra memohon padanya.
"Apa aku terlalu egois, kalau masih belum mau kembali?" batin Asha .
Danendra menggendong Hayana yang baru saja bangun dari tidurnya. Gadis kecil itu masih mengantuk, menelungkup di pundak Danendra sembari memejamkan mata. Puluhan kecupan dilabuhkan Danendra di wajah Hayana , sembari berbisik tentang rindu yang dirasakannya ketika nanti berjauhan dengan sang putri.
"Daddy pergi sekarang. Nana tidak boleh nakal,"bisik Danendra , mengusap anak rambut yang berantakan menutupi sebagian wajah Hayana .
"Jangan membuat Mommy kecapekan. Jangan merepotkan Mommy, ya," bisik Danendra , kembali mengecup pipi Hayana yang masih beraroma bantal bercampur air liur.
Gadis kecil itu hanya diam, masih belum
sepenuhnya menguasai keadaan. Melemas di dalam pelukan.Tepat saat akan masuk ke dalam mobil,Danendra menyerahkan Issabell pada Asha .
"Jaga baik-baik Nana untukku," pesan
Danendra tersenyum.
"As , aku jalan dulu. Kalau pekerjaanku tidak terlalu menumpuk, dua hari lagi aku akan kembali," pamit Danendra mengecup kening Asha sekilas.Rasanya belum rela, tetapi Danendra masih ada pekerjaan di Jakarta yang tidak bisa diabaikan. Empat hari di Bali,Danendra sudah meninggalkan banyak tugas menumpuk di atas meja.
"l love you," bisik Danendra pelan, nyaris tidak terdengar.
Asha sempat terkejut, masih takut kalau salah mendengar. Ingin bertanya, tetapi malu. Asha hanya bisa diam. Bahkan saat Danendra mengecup bibirnya sekilas, Asha masih mematung. Tidak menduga akan mendengar pernyataan Cinta Danendra yang begitu tiba-tiba. Sampai Danendra masuk ke dalam mobil dan kendaraan itu menghilang,Asha masih belum yakin.
"Apa aku sudah gila?" celetuk Asha , menepuk pipinya dengan keras. Asha masih berpikir, kata cinta yang Danendra ucapkan tadi adalah halusinasi dan tidak nyata. Hayana yang berada di gendongannya, terkejut melihat mommy-nya memukul wajah sendiri.
Asha berbalik masuk ke dalam rumah, masih dengan Hayana di dalam gendongannya.
Tidak menyadari lelaki penguntit yang mengambil foto-fotonya dengan Hayana dan mengirimnya pada seseorang. Lelaki yang sama, saat mengambil foto-fofo mereka di bandara.
"Aku belum yakin, tetapi kemungkinan gadis kecil ini putrimu, Bos."