"Aku masih mau di sini, Mas. Tidak mau kembali ke Jakarta," tolak Asha . Seketika membuat Danendra menghentikan langkahnya.
"As, aku mohon. Kamu boleh marah padaku sepuasnya nanti setelah tiba di Jakarta. Kamu boleh memukulku semaumu, tetapi kamu dan Nana harus ikut denganku kembali ke Jakarta," pinta Danendra .
Asha bergeming, tak lama Asha menghempaskan tubuhnya duduk di ranjang dengan kaki menjuntai.
"Biarkan aku di sini untuk sementara, Mas. Ada Ibu yang menjagaku. Di sana aku sendirian,"pinta Asha , memohon.
Danendra yang baru saja akan merapikan isi kopernya segera berbalik, menghampiri istrinya yang tertunduk dengan raut wajah sedih.Sebenarnya Danendra juga tidak tega menolak permintaan Asha , tetapi kalau meninggalkan Asha di Surabaya ada perasaan tidak tenang. Kalau terjadi sesuatu pada Istri dan Hayana , Danendra tidak bisa secepatnya menemui istrinya.
"As , aku mohon. Tolong mengerti. Sekali ini saja. Aku tidak bisa tenang meninggalkanmu di Surabaya.Sebisa mungkin aku ingin bisa berada di sisimu,Aku pernah menelantarkannmu tapi kini,aku tidak mau melewatkan sedikit pun masa bersamamu," jelas Danendra . Lelaki itu sudah berjongkok di hadapan istrinya sembari menggenggam kedua tangan Asha yang terkulai di pangkuan.
"Aku tahu, tetapi izinkan aku tetap di sini. Aku berjanji akan baik-baik saja," pinta Asha , memohon.Mau dua bulan Asha tidak ke toko miliknya.Asha mahu mengurusi cabang tokonya di Bogor.
Lama terdiam di tempatnya berjongkok, Danendra sedang berpikir, mencari solusi terbaik untuknyadan Asha .Asha membuatnya tidak bisa terlalu keras pada istrinya.Dengan menghela napas, akhirnya Danendra memutuskan.
"Baiklah, aku memberimu waktu seminggu. Setelah itu, ikut aku kembali ke Jakarta,"tegas Danendra , memutuskan.
Asha tetap diam, tidak menolak ataupun
mengiyakan. Entah apa yang dipikirkannya.Sampai sejauh ini, Asha belum memutuskan apa pun.Sebuah kecupan ringan mendarat di kening As, berikut senyuman Danendra .
"Tolong ikut mengantarku ke bandara," pinta Danendra . Lelaki tampan itu sudah berdiri dan melepas pakaiannya.Bergegas ke lemari dan mencari pakaian ganti. Melihat kesibukan Danendra di depan cermin, Asha pun membantu Danendra menyiapkan kopernya,merapikan isi di dalamnya.
"As, biarkan saja. Kalau pekerjaanku tidak terlalu banyak, aku akan pulang ke sini nanti sore,"ucap Danendra , meraih tangan istrinya yang sedang berjongkok dan membereskan isi kopernya.
"Maksud, Mas? Mas akan ke sini lagi nanti sore?"tanya Asha , hampir tidak percaya.
Danendra tersenyum dan mengangguk. Tersenyum pada istrinya yang sekarang berdiri di hadapannya.
"Aku tidak bisa meninggalkan kalian di sini. Aku tidak bisa tenang,As."jelas Danendra.
"Apa tidak capek, Mas?" tanya Asha lagi.
Hatinya mulai goyah dengan pengorbanan Danendra ,tetapi sebisa mungkin Asha tidak akan terpengaruh kali ini.
"Aku belum tahu, tetapi kalau tidak terkejar. Bisa saja, besok sore baru aku ke sini. Aku mau lihat pekerjaan di kantorku dulu," sahut Danendra .
Tatapan haru itu makin terlihat nyata,Asha
hampir menangis menatap lekat suaminya yang sedang berganti pakaian. Asha tahu suaminya pasti sangat kelelahan saat ini. Baru kemarin menyetir dari Jakarta ke Surabaya.
"As , pakaianku tinggal di sini saja. Mobilku juga akan kutinggal, berikut dengan Pak Radin ," jelas Danendra .
Selesai berpakaian, Danendra terlihat mematut dirinya di depan cermin. Tersenyum mengagumi dirinya yang terlihat tampan meskipun belum mandi pagi.
"Aku tidak keburu, aku harus berangkat
sekarang. Tolong ikut mengantarku ke bandara.Nana titipkan pada Ibu sebentar," pinta Danendra .
Istrinya itu belum menjawab, tetapi Danendra sudah bersuara kembali.
"Aku akan membawa pengasuh Nana bersamaku nanti."jelas Danendra.
"Ingat jangan terlalu sering menggendong Nana.Nana udah besar .Berjalan dengan hati-hati.Aku tidak mau terjadi apa -apa pada kalian ," ucap Danendra , berpesan banyak hal pada istrinya.
"Ya, Mas. Aku bukan anak kecil," gerutu Asha .Kesal mendengar pesan Danendra yang tidak ada habisnya.
"Ah ... aku tidak rela meninggalkan kalian," ucap Danendra , langsung mendekap erat istrinya.Ujung telunjuknya sudah menyentuh dagu lancip Asha , dengan ujung jarinya membuat wajah cantik itu terangkat.
"Aku pasti merindukan kalian. Jangan marah lagi. Aku bersalah padamu, aku minta maaf,"ucap Danendra pelan sebelum mengecup lembut bibir tipis istrinya. Kecupan ringan itu makin dalam dan menuntut. Dan ketika Asha pun ikut membalas,Danendra makin terhanyut. Kalau tidak ingat sebentar lagi Danendra akan terbang ke Jakarta, sudah pasti saat ini Danendra akan menerbangkan Asha bersamanya.
Terlalu lama berpuasa, mood muda Asha yang naik turun membuatnya tidak berani mendekat.Berusaha untuk tidak larut, akhirnya Danendra menyudahi kecupannya.
"Ayo, antar aku ke bandara sekarang," bisik Danendra , menarik tangan Asha untuk ikut turun bersamanya.
*******
Keesokan harinya.
Pagi itu Asha sudah bangun pagi-pagi sekali.Berencana menitipkan putrinya pada sang Ibu.Seperti ceritanya kemarin pada Ibu Rani ,Asha akan mencoba melamar pekerjaan di kantor Pak Haris , tetangga rumah mereka.Asha mahu melawat ke toko miliknya.
Beruntung, semalam Danendra menghubunginya, kalau suaminya itu tidak bisa terbang ke Surabaya kemarin. Jadi suaminya itu tidak bisa menghentikan niatnya untuk bekerja. Asha sudah memantapkan hati ingin mandiri dan tidak tergantung pada Danendra .
Hubungan mereka yang tidak bisa dibilang manis dan akur, membuat Asha berpikir dan mempersiapkan banyak hal.
"Ibu,hari ini aku akan ke kantor Pak Haris .Aku serius mau melamar kerja di sana," cerita Asha , sesaat setelah menjatuhkan bokongnya di kursi makan. Tangannya dengan cekatan meraih centong nasi goreng dan mengisinya sebagian ke piring.
Hayana yang duduk di sebelahnya, tampak berantakan dengan sepiring nasi goreng yang diacak-acak dengan tangannya.
"Kamu benar-benar serius? Bagaimana dengan suamimu? Apa dia mengizinkan?" tanya Ibu Rani , mulai risau.
"Aku serius. Aku juga sudah mendapatkan alamat kantornya. Sebentar lagi aku akan berangkat, Bu," cerita Asha .
"Nana , jangan diacak-acak, Sayang," pinta Asha .Merapikan mulut dan tangan Hayana yang berantakan dipenuhi nasi goreng yang berceceran.
Ibu Rani menggeleng. Mau melarang, tetapi Ibu Rani yakin Asha pasti tidak terima. Mau mendukung, sudah pasti Danendra tidak akan setuju.
"As, bagaimana dengan suamimu? Apa tidak sebaiknya menunggu suamimu dulu. Apalagi kamu baru beberapa hari di sini. Apa tidak sebaiknya menikmati Iiburanmu," usul Ibu Rani ,berusaha menggunakan cara terhalus untuk mengagalkan keinginan putrinya.
"Kalau menunggu Mas Danendra , yang ada aku harus kembali ke Jakarta. Dia tidak akan mengizinkanku bekerja," tegas Asha , membantu menyuapkan Hayana .
"Nana , nanti jangan nakal, ya. Mommy mau keluar sebentar. Nana sama Oma," bisik Asha di sela perbincangannya dengan Ibu Rani , mengambil alih piring Hayana dan menyuapinya.
"Aku sudah memantapkan hatiku, Bu. Mas Danendra itu tidak mencintaiku. Untuk apa aku bertahan di dalam rumah tangga seperti ini. Untuk apa aku menjalani rumah tangga yang hanya akan menyakitiku."Ucapan Asha membuat Ibu Rani kesal.
"Apakah sewaktu menikah, kamu tidak tahu kalau Danendra tidak mencintaimu. Lalu kenapa kamu mau menikah dengannya. Lalu kenapa kamu mau menjadi istrinya. Bahkan bukan istri di atas kertas. Kamu benar-benar menjadi istri Danendra seutuhnya.. Kenapa baru mempermasalahkan masalah cinta." Ibu Rani berkata dengan kesal.