Selesai makan malam, Asha dengan membimbing tangan mungil Hayana naik ke peraduan malam mereka tentunya setelah gadis kecil itu berpamitan manja dengan omanya.
"Mayam, Oma," pamit Hayana , merangsek naik ke atas pangkuan Ibu Rani , mengecup kedua pipi keriput yang tersenyum. Keberadaan Ibu Rani mulai mengisi hati gadis kecil itu, begitu pun Ibu Rani .
Semenjak kehadiran Hayana di dalam hidupnya, masa tuanya lebih berwarna. Apalagi, Hayana yang makin hari makin pintar. Kecantikan gadis kecil itu hampir sama dengan Asha sewaktu masih kecil.
Bahkan, Ibu Rani terkadang lupa, kalau
Hayana hanyalah putri yang diadopsi Danendra dan Asha.Dengan dibantu mommynya,Hayana meloncat turun dan menarik tangan daddynya untuk ikut
bergabung bersama mereka.
"Sebentar ya, Nana , Daddy masih ada urusan dengan 0m Ramos ," tolak Danendra . Jemari lelaki itu sedang bergerilya lincah, mengetik di layar ponselnya. Mengirim email balasan untuk pekerjaan yang mendadak ditinggalkan demi menyusul istrinya, mengabaikan tarikan kecil di lengannya.
"Daddy !"Hayana merajuk, merengek dengan alunan manjanya, sembari menarik tangan Danendra untuk ikut bergabung.
"Nanti ya, Sayang. Daddy menyusul," jelas Danendra ,tersenyum sembari menunduk, mengecup pucuk kepala Hayana .
"Nana sudah. Tidur dengan Mommy," bujuk Asha ,setelah melihat Hayana yang merengek terus menerus di sebelah Danendra , mengganggu pekerjaan daddynya. Asha hanya bisa menarik putrinya untuk mengikuti langkahnya menuju kamar tidur dan membiarkan Danendra yang sedang sibuk dengan pekerjaannya.
Asha baru saja mengganti pakaian tidur Hayana ,setelah sebelumnya menemani gadis kecil itu menggosok gigi dan mencuci kakinya.
"Mommy, Nana bobok cini," jelas Hayana , menunjuk ke sisi tempat tidur yang ditunjukan Danendra untuknya.Hayana adalah anak yang lucu dan mulai bisa mengerti banyak hal. Bahkan, gadis itu mulai bisa mengingat hampir semua yang dijanjikan Danendra padanya.Asha mengerutkan dahinya, melihat Hayana yang mengambil posisi tidur yang tidak biasa.
"Nana , boboknya di tengah. Nanti Nana jatuh kalau tidur di pinggir," pinta Asha , sembari menggeser tubuh mungil putrinya, sedikit ke tengah.
"No, Mommy cini," ucap Hayana , menepuk disi tengah ranjang.
"Nana cini." Gadis kecil itu bergeser.
"Daddy cana," lanjutnya berceloteh ria, sembari memeluk Asha yang sebelumnya diminta berbaring di tengah.
"Ayo,Nana pindah ke tengah, Sayang. Nanti terjatuh," bujuk Asha .Perdebatan keduanya baru berhenti saat Danendra masuk ke dalam kamar. Lelaki itu terlihat senyum-senyum sendiri, menatap istri dan putri kesayangan yang sedang berdebat sambil berbaring manja di atas tempat tidur.
"Daddy ... ayo cini," seru Hayana , memeluk Asha yang tidur di tengah dengan tangan mungilnya.
Panggilan Hayana bagaikan mata air di tengah gurun pasir. Setidaknya, Hayana bisa membuat Asha sedikit melunak padanya.Senyum Danendra makin merekah, saat merebahkan diri tepat di samping istrinya. Dan Asha diam saja, tidak protes seperti biasanya.
"Mommy, Daddy boleh peyuk Mommy juga?" tanya Danendra menggoda, sengaja mengeraskan suaranya. Supaya Hayana bisa mendengarkan.
"Boyeh Daddy. Ayok peyuk Mommy," sahut Hayana tertawa kegirangan. Yang dipeluk bukannya senang, sebaliknya menyikut keras suami yang sedang menempel di punggungnya.
"Mencari kesempatan saja!" gerutu Asha dengan wajah cemberutnya. Persekongkolan ayah dan anak itu terbilang berjalan lancar. Asha nyaris tidak berkutik. Bahkan Asha tidak berontak dan berteriak saat suaminya
menyingkap atasan lingerienya dan mempertontokan lekuk tubuhnya dua gunung kembar yang ditutupi pakaian dalam hitam.
"Mas!" protes Asha .
Danendra yang licik, tidak kehilangan akal. Lelaki itu bersuara dan lagi-lagi menjadikan Hayana alatnya.
"Nana , ayo kita sayang Mommy," ucapnya, membuat Asha melotot.
Hanya bisa pasrah ketika Danendra dan
Hayana mengucup kedua pipi Asha
silih berganti. Asha hanya merelakan.Bahkan Danendra sengaja mencium bibir Asha .Asha yang masih saja kesal pada suaminya,membuang muka mendengar bisikan suaminya.
Rasanya makin muak. Entah kenapa sejak mengetahui sang suami bermain kucing-kucingan dengannya bantui Danisha ,Asha susah bertoleransi dengan suaminya. Apapun yang keluar dari bibir suaminya terdengar menyebalkan. Selalu ingin membantahnya.
"Mas, bisa geser sedikit. Ini gerah!" dengus Asha , mendorong tubuh suaminya menjauh. Belitan tangan Danendra yang begitu erat membuatnya susah bernapas.
"Kamu kenapa, As?" tanya Danendra , dengan wajah sedihnya. Meskipun Danendra berusaha menutup mata dan telinga, tetapi penolakan demi penolakan yang dilakukan Asha cukup membuatnya terguncang meskipun Danendra berusaha menutupi kenyataan itu.
"Aku gerah, Mas. Bisakah Mas pindah ke kamar kosong di sebelah?"perintah Asha.
"Aku tidak mau, As. Malu sama Ibu." Danendra beralasan , Danendra lumayan terkejut. Ucapan Asha Ini bukan lagi kemarahan biasa. Semarah-marahnya Asha padanya, tidak pernah mengusirnya seperti ini. Melirik sebentar ke arah putrinya yang tertidur pulas, Danendra pun kembali berbisik pelan.
"As, tidak bisakah memaafkanku?" tanya Danendra ,memberanikan memeluk erat tubuh mungil istrinya. Menghirup aroma feminim yang sudah sangat dirindukannya.Mereka berpisah hanya beberapa jam, tetapi entah kenapa rasa kehilangannya begitu besar.
Padahal dulu, Danendra meninggalkan Asha di Surabaya hampir tiga tahun. Dan sedikitpun tidak ada rasa seperti ini. Apakah hanya dengan belum dua bulan tinggal bersama saja, Asha sanggup memporak porandakan prinsip hatinya.
"Aku minta maaf," ucapnya lagi, memindahkan rambut panjang Asha yang tergerai menutupi pundak.Sebuah kecupan hangat dan sangat ringan mendarat di leher polos istrinya.
Asha tidak menjawab, membeku kaku
menikmati perlakuan Danendra . Kalau boleh jujur, disalah satu sudut hatinya pun masih merindukan suaminya. Menginginkan sikap manis lelaki yang sedang mendekapnya dari belakang.
"Kita pulang ke Jakarta, ya. Aku masih banyak pekerjaan di sana," bujuk Danendra lagi, memberi kecupan ringan di bahu Asha.
"Mas, izinkan aku tetap di Surabaya. Aku mau menetap di sini saja," pinta Asha .
"Tidak, aku tidak mengizinkanmu," tegas Danendra .
"Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian di sini, As," lanjut Danendra lagi.
"Mas, dengarkan aku," ucap Asha , melepaskan diri dari pelukan Danendra . Asha memilih duduk bersandar. Tangan kirinya mengusap lembut punggung Hayana yang sempat terganggu lelapnya karena pergerakan kecilnya.
"Aku mau menenangkan diri di sini. Dan aku mau berada di dekat Ibu," jelas Asha ,
menatap suaminya yang sedang meletakan kepala di pangkuannya dengan manja.
"Lalu, bagaimana denganku, As?" tanya Danendra dengan manjanya.
"Mas, biarkan aku dan Nana tetap di sini,lagipun ada dan tiada keberadaanku buat Mas sama saja.Tiga tahun tiada keberadaanku ,Mas hidup baik-baik saja" sindir Asha.
"Aku masih belum yakin dengan hubungan kita,"jelas Asha pelan. Danendra terkejut.
"As, jangan gila.Pikirkan Hayana .Jangan bahas perpisahan di depan anak-anak. Mereka tidak tahu apa-apa,mereka tidak bersalah. Kalau kamu merasa ini
kesalahanku, cukup limpahkan padaku semua kekesalanmu, tetapi jangan membuat anak kita menjadi korban.Walau Nana bukan lahir dari rahimmu,tapi bagi Nana kamulah Mommynya "jelas Danendra tegas.
"Pikirkan anak-anak. Jangan egois."
Kalimat Danendra sempat membuat Asha tersadar.Asha sudah cukup dewasa dan paham arah pembicaraan Danendra , tetapi saat ini kecewanya belum sembuh benar. Butuh waktu untuk menyembuhkan Iukanya. Masa lalu datang silih berganti. Dari masalah Isyana sampai dengan mantan istri.
"Aku belum mau kembali, Mas. Di sini aku bisa beristirahat dengan tenang. Lagi pula ada Ibu yang menjagaku dan Nana di sini, Mas."Jawab Asha santai.
"As, aku mohon. Aku harus bagaimana baru kamu mau kembali?" tanya Danendra , masih membujuk.Asha menggeleng.
"Tidurlah, Mas. Aku sudah mengantuk."ucap Asha.
*****
Semburat mentari pagi mulai masuk ke dalam kamar melewati gorden putih. Memancar tepat ke arah sosok kekar yang tidur tertelungkup seorang diri. Lelaki itu tidak bisa tidur semalaman, setelah berbincang dengan istrinya. Bujukan Danendra belum mampu meluluhkan hati Asha untuk ikut dengannya kembali ke Jakarta.
Di halaman rumah sudah terdengar suara tawa kecil Hayana , yang berlarian ditemani Asha dan Ibu Rani .Keduanya sedang menikmati udara pagi sembari berjemur, merenggangkan otot-otot setelah semalaman tidur.
Hayana yang sudah dimandikan tampak cantik dengan gaun pinknya berlari ke sana kemari, bermain bersama Pak Radin yang baru saja selesai mengecek kondisi mobil.Suasana hangat di luar rumah itu tiba-tiba dikejutkan oleh teriakan Danendra . Lelaki itu keluar dari kamarnya masih dengan tampilan bangun tidur lengkap dengan celana pendek dan kaos buntung.
"As!"
"As!" teriak Danendra , mencari keberadaan istrinya.
"As! Kamu di mana?"tanya Danendra khawatir.
"Ya, Mas!" teriak Asha tidak kalah kerasnya dari halaman rumah.
"Hush! Jangan berteriak seperti itu. Tidak sopan.Coba lihat suamimu, sepertinya dia membutuhkan sesuatu," nasehat Ibu Rani , menggelengkan kepala. Melihat sikap putrinya yang terkadang kelewatan pada suaminya.Asha menurut, segera menghampiri dan mencari tahu.
"Ya, Mas. Ada apa?" tanya Asha . Suaminya sedang celingak-celinguk di ruang makan.
"As, ayo bersiap. Ramos baru menghubungiku, ada masalah di salah satu proyekku. Aku harus kembali ke Jakarta," pinta Danendra , bergegas naik ke kamarnya kembali.
Lelaki itu baru saja menapaki pertengahan anak tangga saat tubuhnya berbalik, menatap istrinya masih mematung tidak bereaksi.Kembali berlari turun dan merengkuh tangan Asha supaya ikut bersamanya.
"Ayo, Sweetheart," ajak Danendra , mengandeng tangan Asha dengan buru-buru.
"Ramos sudah mengirimkan tiket untuk kita berempat, termasuk Pak Radin . Ayo bersiap," Ianjut Danendra lagi.
"Aku masih mau di sini, Mas. Tidak mau kembali ke Jakarta," tolak Asha . Seketika membuat Danendra menghentikan langkahnya.