Mobil Danendra sudah masuk ke pelataran D.IA Group SDN BHD, perusahaan keluarga yang mulai dikelolanya sejak kedua orang tuanya meninggal. Dari kejauhan terlihat seorang security berlari menghampiri, membantu membuka pintu mobil di bagian sopir.
Sudah menjadi kebiasaan, Danendra selalu pergi ke kantor dengan menyetir sendiri. Sangat jarang menggunakan jasa sopir pribadi atau sopir kantor. Lelaki tampan dengan tubuh kekar itu menapakan kaki dengan sepatu pantofel hitam mengkilap. Mengitari mobil sport hitamnya dan membuka pintu mobil untuk istrinya.
Asha yang lemah terlihat hampir tertidur dengan tubuh menempel di pintu. Begitu Danendra membuka pintu mobil, tubuh mungil itu hampir jatuh keluar kalau
suaminya tidak sigap menahan.
"Maaf, As," ucap Danendra , berusaha menopang tubuh istrinya.
"Kita di mana, Mas?" tanya Asha , belum
sepenuhnya sadar. Memijat dahinya, sembari mengerjap beberapa kali. Mengedar penglihatannya berusaha beradaptasi.
"Kita sudah sampai di kantor," sahut Danendra ,mendekap istrinya supaya tidak merosot jatuh dari mobil.
"Masih lemah?" tanya Danendra penuh
kekhawatiran.Danendra pangen sekali menanya apa yang terjadi di rumah sakit tadi.
"Mas,aku baik-baik saja,"Jawab Asha santai,tersenyum.
"Ada beberapa berkas yang harus aku tandatangani," jelas Danendra , menggandeng tangan Asha . Masuk ke
dalam kantor dengan tatapan beberapa pasang mata karyawan yang mencuri pandang pada Asha .
Sembari menggandeng istrinya, Danendra
menghubungi Ramos supaya menyiapkan
berkas-berkas yang harus di tandatanganinya supaya nanti tidak menghabiskan terlalu banyak waktu. Danendra hanya mampir sebentar di kantor.Raut kepanikan Danendra terlihat jelas, tangan yang tadinya dipakai untuk menggandeng istrinya berganti dengan memeluk pinggang.
"As , kamu kuat jalan sampai ke ruanganku?Apa kita langsung ke dokter saja. Biarkan Ramos saja yang mengurus semua untukku," cerocos Danendra saat berada di dalam lift, sesekali merapikan anak rambut yang membandel di dahi
istrinya.
"Aku tidak apa-apa, Mas. Hanya sedikit syok saja. Masih terbawa suasana di rumah sakit,"sahut Asha .
"Lagi pula sudah tanggung juga, Mas. Kita sudah sampai di sini," lanjut Asha lagi, memaksa tersenyum.
"As , jangan pernah menemui mereka lagi. Aku mohon," pinta Danendra . Danendra sudah berdiri di depan Asha , menarik tubuh istrinya yang terlihat lemah supaya bersandar di dadanya. Danendra takut Bella terjatuh tanpa kendali.
"Ya, maafkan aku, Mas. Tadi pagi tidak meminta izin padamu." gumam Asha tidak terdengar jelas. la sedang menikmati, menyusup di dada bidang Danendra yang terbungkus setelan jas hitam.Menikmati aroma maskulin dari parfum bercampur aroma tubuh suaminya.
"Kenapa tiba-tiba jadi manja begini, As ?" tanya Danendra , merasakan kepala Asha yang kian menempel di tubuhnya.
"Mas ,"Asha menengadahkan kepalanya.
Berjuang menatap Danendra yang jauh lebih tinggi darinya. Dengan sedikit berjinjit, ia berusaha menggapai wajah Danendra .Tangan yang tadinya bebas, sekarang bergelayut dengan manja di leher Danendra . Melupakan mereka sedang berada di dalam lift yang sebentar lagi akan tiba di lantai yang dituju.
Asha masih dengan usaha untuk menyentuh bibir suaminya. Ada dorongan yang kuat di dalam dirinya, ingin bermesraan dengan sang suami. Sudah lama rasanya tidak melakukannya,
perselisihan yang tidak berkesudahan membuat jarak di antara mereka selama ini.Danendra yang cukup paham keinginan istrinya,segera mengambil alih. Dengan sedikit membungkuk,Danendra mengecup bibir istrinya. Mel"umat dengan lembut sesekali dan menyusup masuk ke dalam. Saling membelit Iidah, melupakan keberadaan mereka di tempat umum. Saat ini, Danendra sedang menikmati ciuaman istrinya. Entah kenapa, berciumaan dengan Asha kali ini sedikit menggetarkan sesuatu di dalam hatinya. Bukan kali ini saja mereka berciuman, tetapi yang sekarang lebih manis. Membuat lupa segalanya.
Bahkan saat pintu lift terbuka,Danendra
masih terlena dan menikmati. Menulikan pendengarannya, membutakan penglihatannya.Saat ini, Danendra hanya menginginkan istrinya.Asha tersadar, saat pintu lift terbuka sempurna.Ujung matanya menangkap sosok ketiga yang berdiri membeku menyaksikan keintiman yang tidak pada tempatnya.
"Mas," ucap Asha , berusaha menetralkan kembali napasnya yang tersengal. Bersusah payah Asha harus melepaskan diri dan menyadarkan Danendra yang terlanjur terbawa suasana.
Danendra tersentak, pandangannya bertabrakan dengan tatapan Ramos , sang asisten. Lelaki itu memang sengaja menunggunya. Ada hal penting yang harus dibahasnya terkait masalah pribadi Danendra .
Berusaha mengembalikan kepercayaan dirinya yang sempat ambruk saat ketahuan mencium istrinya, Danendra melangkah keluar dari lift. Asha sendiri hanya menunduk, menutup rona malu di
pipinya.
"Bagaimana, Ramos ?" tanya Danendra , mengajak istrinya masuk ke ruang kerjanya.
"Semua berkas-berkas sudah aku siapkan di atas meja, Pak," jelas Ramos .
Pandangannya tertuju pada Asha , sedikit ragu untuk melanjutkan pembahasan serius ini di depan istri atasannya. Apalagi ini menyangkut perempuan dari masa lalu Danendra .
"Em, ada yang mau aku sampaikan. Bisa kita bicara di luar, Pak?" tanya Ramos ragu, mengalihkan pandangannya pada Asha . Istri atasannya itu sedang bersandar di sofa, memejamkan matanya.Sepertinya sedang dalam kondisi tidak sehat. Asha tahu ada sesuatu sang suami dan sang asisiten rahasiakan.
Danendra mengangguk, cukup paham dengan kode mata dari asistennya.
"As , aku keluar sebentar, ya. Ada yang mau dibahas Ramos denganku," pamit Danendra . Begitu keduanya sudah berada di luar ruangan,Ramos langsung membuka suara. Sejak tadi,Ramos ingin menyampaikan, tetapi tidak enak dengan kehadiran Asha . Asha mencuri menguping perbicaraan mareka.
"Bagaimana, Mos? Apa yang terjadi?"tanya Danendra.
"Ini mengenai Danisha . Jadi kamu akan menanggung semua biaya pengobatannya. Atau bagaimana? Aku kurang jelas di telepon tadi,"tanya Ramos , bersikap lebih santai melupakan embel-embel atasan dan karyawan.
"Ya, tetapi langsung dengan pihak rumah sakitnya. Aku tidak mau diketahui siapapun."jelas Danendra.
"Maksudnya?" Tanya sang asisten.
"Istriku sudah mulai terganggu dengan kehadiran Danisha dan keluarganya. Aku mau menutup akses itu. Salah satu alasan keluarga Danisha tetap menggangguku sampai sejauh ini karena mereka kesulitan keuangan. Mereka membutuhkan uang yang tidak sedikit untuk biaya pengobatan Danisha . Dan satu-satunya yang bisa mereka andalkan cuma aku."jelas Danendra tegas.
Ramos mengangguk, sudah paham jalan pikiran atasannya.
"Jangan sampai mereka tahu kalau aku yang membiayai. Aku tidak mau mereka berbondong-bondong mendatangiku sekedar mengucapkan terima kasih dan membuat istriku tidak nyaman sekaligus berpikiran buruk," lanjut Danendra .
"Aku tidak mau masalah mereka membuat istriku terganggu."jelas Danendra lagi.
"Baik."jawab Ramos mengangguk kepalanya.
"Satu lagi. Jangan sampai istriku
mengetahuinya. Dia akan berpikiran yang tidak-tidak mengenai hubunganku dan Danisha . Aku tidak mau menimbulkan kesalah pahaman dengannya. Sebisa mungkin jangan melibatkanku. Kamu selesaikan saja sendiri," jelas Danendra .
Ramos tersenyum, tetapi senyuman itu hilang saat terdengar suara seorang perempuan.
"Mas, kamu di sini?" tanya Asha , tiba-tiba sudah muncul dibelakang keduanya.
DEG———
Bersambung