"Danisha sedang kritis di rumah sakit. Mama dan Papa harus menjaganya di rumah sakit dan Dina harus bekerja. Tidak ada yang menjaga Adeline ," lanjutnya Ibu Lyman .
Deg—
Danendra menatap mantan mertuanya itu dengan rasa iba, berganti menatap Adeline . Penyakit yang diderita Danisha bukanlah penyakit flu biasa,yang hanya cukup minum Obat apotik dan semuanya beres. Bahkan penyakit itu bisa saja mencabut nyawa Danisha sewaktu-waktu.
Lama, Danendra hanya memandang kedua tamunya bergantian. Sekarang, lelaki tampan itu beralih menatap istrinya.
"Maaf, Ma. Aku tidak bisa," sahut Danendra , pada akhirnya membuat keputusan.
"Aku bisa membantu dengan cara lain. Namun,Adeline tidak bisa tinggal denganku," lanjut Danendra lagi.
Kalimat ini terasa berat, harus diucapkan di depan Adeline . Gadis kecil itu pasti terluka saat ditolak seperti ini. Namun, saat ini Danendra harus menjaga perasaan Asha yang kini istrinya . Belum lagi ada Hayana yang juga harus dipertimbangkan.
Mungkin kalau statusnya single, Danendra akan dengan sukarela menerima Adeline , tetapi sekarang berbeda. Adeline langsung menitikan air mata, tertunduk.Sejak turun dari mobil, gadis itu memang tidak seperti biasanya. Sikap yang jauh berbeda ditunjukannya saat bertemu Danendra . Kalau dulu, Adeline akan bersikap manis, langsung memanggil dan memeluk. Sekarang tidak ada lagi hal-hal intim seperti itu, bahkan Adeline tidak menyapanya seperti biasa.
"Maafkan Daddy, Line," ucap Danendra pelan.Terenyuh dengan gadis tanggung itu.Di saat hanya memiliki seorang Mama saja, Adeline harus dihadapkan dengan kenyataan mamanya yang sakit keras.Adeline mengangguk.
"Oma, kita pulang saja," bisiknya pelan,
merengkuh lengan Ibu Lyman dengan erat.Dari dalam, terlihat Hayana yang berlari keluar diikuti pembantunya. Gadis kecil itu berhenti sejenak menatap tamu daddynya, sebelum akhirnya berlari keluar.
"Maafkan Mama, Dan.Sudah mengganggu pagi kalian." Pandangan Ibu Lyman beralih,tersenyum pada Asha .
Ada rasa malu dan sungkan sebenarnya. Akan tetapi keadaan mendesak, selain itu permintaan untuk dititipkan ke tempat Danendra adalah permintaan cucunya, Adeline . Kalau menurut akal sehatnya,Ibu Lyman tidak akan meninggalkan gadis itu di rumah mantan menantunya.
Toh, Adeline harus mulai belajar menerima kenyataan, kalau kehidupannya memang seperti ini.Mungkin sebentar lagi akan kehilangan mommynya juga. Mommy yang sekarang sedang berjuang melawan sakit kanker ganasnya.Berat untuk bercerita pada gadis itu mengenai apa yang disampaikan dokter. Namun, mulai dari sekarang,Adeline harus belajar menerima kenyataan. Beberapa hari sebelum Danisha kritis, Danisha sempat menjelaskan tentang status Danendra pada putrinya.
Namun, gadis itu tetap belum siap menerima.Jauh di lubuk hati, tetap Danendralah ayahnya. Apa lagi, sampai sekarang ayah kandung Adeline masih mendekam di penjara karena perbuatan
Danendra .Keduanya, nenek dan cucu itu sudah berdiri setelah berpamitan. Tiba-tiba, langkah keduanya terhenti dengan sebuah kalimat yang meluncur dari bibir Asha .
"Tung-tunggu, aku tidak keberatan."Asha
berkata.Ibu Lyman dan Adeline terkejut. Demikian juga Danendra , sontak menatap istrinya heran. Entah apa yang ada di dalam pikiran Asha saat ini.
"As , ikut aku sekarang," ajaknya, meraih tangan istrinya masuk ke dalam, setelah sebelumnya berpamitan dengan tamu mereka. Danendra juga meminta bantuann Ibu mertuanya untuk menemani tamunya.
Danendra dengan setelan kerja itu merasa perlu berbicara dari hati ke hati dengan Asha . Danendra tidak mau kehadiran Adeline jadi pemicu masalah lagi dalam rumah tangganya. Apa lagi kondisi Asha sangat moody akhir-akhir ini.
"As , aku tidak mau. Aku bisa membayar asisten rumah tangga untuk mereka. Tapi tidak tinggal bersama kita," tegas Danendra saat mereka berada di ruang keluarga.
"Mas, kamu tidak lihat wajah putrimu. Aku kasihan melihatnya," jelas Asha , tidak mau kalah.Danendra menggeleng, hampir tidak percaya dengan apa yang baru Asha katakan.
"As , kamu tahu apa yang kamu katakan tadi.Kamu sudah memberi harapan pada Adeline . Aku tidak setuju!" tolak Danendra , mengusap kasar wajahnya.Danendra menatap Asha yang duduk menghadap televisi dengan pandangan tidak percaya.
"Sayang, kamu sadar apa yang kamu ucapkan tadi. Kamu berpikir apa efeknya untuk kehidupan kita?" tanya Danendra , berusaha meredam emosinya.
"Tapi ... Mas tidak melihat wajah keduanya. Kasihan, Mas," sahut Asha pelan.
"Selama ini ... aku memang peduli dengan kehidupan mereka, tetapi aku memilih cara teraman. Dan aku memiliki alasan melakukannya."Danendra terlihat mendengus kesal berkali-kali. Tampak Danendra berjongkok di depan istrinya, meraih kedua tangan Asha .
"Aku membantunya hanya sebatas uang. Karena aku tahu, saat ini mereka sedang kesulitan. Kalau aku tidak melakukan itu, ia akan terus-menerus menggangguku ... mengganggu kita," jelas Danendra .
"Aku mengenal mereka dengan baik. Di saat ini mereka benar-benar kesulitan keuangan. Penyakit Danisha itu membutuhkan dana yang tidak sedikit, belum kebutuhan sehari-hari yang tadinya adalah tanggung jawab Danisha ."jelas Danendra.
"Kalau aku tidak membantu, mereka akan
mengganggu seperti saat ini. Aku hanya ingin melindungi kalian, melindungi keluargaku," jelas Danendra lagi.
"Tapi ... Mas,aku kasihan pada Adeline ."jawab Asha santai.
"Aku akan memberinya uang. Aku tidak peduli mereka meminta berapa pun. Anggap saja itu harta gono-gini yang seharusnya aku bagi adil untuk Danisha dulu," jelas Danendra .
"Mas tidak melihat bagaimana raut wajah sedih Adeline . Itu bukan hanya karena mereka kekurangan uang atau hidup susah. Tapi itu karena dia membutuhkan sosok ayahnya. Yang mungkin di dalam pikirannya, kamu adalah ayahnya, Mas."Asha masih saja berargumen.
"Kenapa kamu menjadi keras kepala
begini,As !" gerutu Danendra .
"Mas, aku merasakan hidup tanpa ayah itu menyedihkan," ucap Asha menitikan air mata.
Teringat dengan ayahnya sekaligus kesal dengan ucapan Danendra yang baru saja ditujukan untuknya.
"Terserah padamu saja, As . Aku tidak ikut campur dengan keputusanmu," ucap Danendra menghentikan perdebatan mereka. Danendra tidak mau Asha tertekan dengan keputusannya.
"Jangan menangis lagi. Aku hanya tidak ingin Adeline mengganggu kehidupan kita. Mungkin kamu tidak keberatan, tetapi bagaimana dengan Hayana . Tapi, aku akan menyetujui apa pun keputusanmu,"
la napas kasar.
Asha tertegun. Entah kenapa rasanya ia ingin membantu Adeline . Gadis kecil itu terlihat menyedihkan. Meskipun Adeline bukan putri kandung Danendra , setidaknya Adeline mengganggap Danendra daddynya.
"Aku kasihan padanya, Mas. Pasti hidupnya menyedihkan. Di saat dia begitu mengharapkanmu sebagai ayahnya, tetapi kamu mengabaikannya. Kamu memang bukan ayah kandungnya, tetapi melihat bagaimana dia mendekap eratmu tempo hari. Baginya kamulah daddynya." Asha menjelaskan apa yang ada di
benaknya.
"Lakukan saja apa yang menurutkmu baik. Aku tidak mau menentangmu dan akhirnya membuatmu kecewa lagi,As ."Danendra memeluk istrinya.
"Aku hanya ingin yang terbaik untukmu dan Issabell. Selama ini, yang aku lakukan juga untuk kalian."Lanjut Danendra lagi.
"Termasuk perlakuanku ke keluarga mantan istriku. Aku melakukannya demi kalian," lanjut Danendra .