Chereads / Another One For You / Chapter 30 - JALAN

Chapter 30 - JALAN

"Lo mau ke mana?" tanya Alfa pada Riani yang jalan terburu-buru sambil memakai flat shoes-nya. Penampilannya lebih enak dilihat daripada tadi, kentara bakal pergi.

"Jalan sama Mas Gebetan." Riani senyum, tapi senyumnya kelihatan banget ngeledek Alfa. "Kalau gue jadi lo nih ya, mending ngeles mau pergi duluan aja daripada tengsin udah siap malah dibatalin sama Bang El. Udah ya, mau ngapel dulu. Bubye .... "

Mungkin harusnya Alfa memaki atau mengutuk Riani yang melenggang dengan wajah tak berdosanya padahal sekarang Alfa jadi kepikiran. Suasana hatinya jadi buruk gara-gara menyadari omongan Riani ada benarnya. Kalau nggak jadi, kayaknya Alfa yang bakal merasa malu. Soalnya dia sudah keburu milih pergi bareng Elion daripada jadi obat nyamuknya Bianca. Sudah begitu, Biancanya  pergi dari setengah jam yang lalu, naik bus dari ujung jalan.

Alfa duduk di ruang tengah. Agak cemas, sekaligus siap-siap kalau Elion batal mengajaknya, gara-gara tamu tak terduga yang datang pagi itu.

"Ayo," suara Elion membuat Alfa menoleh, melihat laki-laki itu mengangkat alisnya karena Alfa cuma menatap tanpa berniat beranjak. "Ayo, keburu siang ini."

"Jadi pergi?"

"Jadi lah. Siapa yang bilang nggak jadi?"

Ragu-ragu, Alfa beranjak dari tempatnya. Menghampiri Elion dengan senyum dikulum.

"Kirain nggak jadi," gumamnya.

"Alesannya?"

"Ada calon istri Kak Elion."

Sontak Elion jadi ketawa. "Calon istri apaan? Ngaco banget."

Sebenarnya Alfa nggak tau dia harus lega aja atau lega banget dengar Elion bilang gitu seolah Alfa nggak perlu terlalu memikirkannya.

Tapi emangnya lo siapa, Alfanya? tanyanya dalam hati. Iya sih Alfa boleh saja senang Elion tidak kelihatan begitu menanggapi kedatangan teman Meli dan anaknya itu, tapi sampai detik ini juga Alfa masih belum jadi sesuatu yang patut dipertimbangkan oleh Elion.

"Berangkat ya, Bun." Elion mencium pelipis Meli sewaktu lewat di ruang tamu. Laki-laki itu juga sempat melempar senyum pada dua perempuan yang jadi tamu pagi itu sambil menunggu Alfa yang cipika-cipiki dengan Meli.

"Siapa ini, Mel?"

Meli yang baru berbisik pada Alfa untuk hati-hati di jalan itu sontak menoleh dengan senyum. Sudah siap menjawab saat Elion dengan agak tidak sopannya menyela.

"Temannya Bianca, Tante." Dari ujung mata laki-laki itu melirik Alfa yang melempar senyum sopan, lalu meneruskan, "Besok-besok nggak tau deh masih temannya Bianca atau mantunya bunda."

Alfa cuma memaksakan senyum sambil mengumpatkan kata brengsek dalam hati. Iya, brengsek. Kalau nggak brengsek, nggak mungkin Elion lancang ngomong begitu dan bikin jantung Alfa dugem gara-gara itu.

Meli serba salah. Mau ketawa geli, tapi kok di depannya ada temannya—dan anaknya, yang kalau sesuai rencana awal mau dikenalkan ke Elion. Jadilah Meli cuma senyum dengan sepenuh keserbasalahannya.

"Maaf, Tante, anak-anaknya bunda kalau bercanda emang suka nggak ngotak. Jangan dipikirin hehe. Duluan ya, Tante. Anggap aja rumah sendiri."

Elion yang sudah jalan sampai pintu depan malah ngakak, keras banget. Mungkin dia nggak mikir perasaan perempuan yang cuma bisa diam di tempat duduknya sambil berusaha menyembunyikan wajah memerahnya.

Alfa buru-buru mengambil langkah lebar menyusul Elion. Sambil turun tangga depan rumah, gadis itu agak mendorong punggung Elion, membuatnya terhuyung, tapi tidak sampai oleng dan jatuh guling-guling. Malahan, Elion nggak berhenti ketawa.

"Kak Elion tuh nggak boleh gitu tau."

"Kenapa? Lucu kok."

Alfa tidak tahu bagaimana ekspresi Elion. Tapi dari belakang, dia lihat pipi Elion terangkat, kelihatan masih cengengesan.

"Dia kan datang buat kenalan."

"Gue nggak pengen dikenalin. Ngapain juga kenalan kayak gitu? Kayak yang nggak bisa kenalan sendiri aja. Malah bikin canggung, nggak nyaman." Elion melompat di tangga terakhir, menoleh pada Alfa. "Iya, nggak?"

"Hm ... mungkin. Tapi kan nggak seharusnya juga Kak Elion pergi pas dia dateng."

"Nggak ada janjian sebelumnya. Dan gue nggak suka kalau rencana gue dibatalin gara-gara orang lain."

Sekali lagi, kalimat Elion terdengar sangat salah buat Alfa.

'Gue nggak suka rencana gue dibatalin.'

Kesannya kayak Elion mau ngajak Alfa ke manaaaa gitu dan dia nggak mau rencananya dikacaukan orang lain.

Alfa berdehem pelan, mencoba mengembalikan kewarasannya. Kayaknya nih dekat-dekat sama Elion kurang bagus buat kesehatan jiwa dan jantungnya.

Pandangan Alfa jatuh ke motor yang tidak asing-asing amat di matanya, tapi jelas bukan motornya Elion. Gadis itu mengernyit tipis.

"Ini bukannya motor Kak Arega ya?"

"Yap, betul."

"Kenapa nggak bawa punyanya Kak Elion aja? Bukannya udah dibenerin?"

"Nggak—Iya udah jadi, tapi gue nggak suka boncengin orang pakai motor gue."

"Sorry?"

Elion tidak menjawab dengan kata-kata, hanya lewat tatapan yang dia layangkan pada Alfa.

Lalu, dalam hitungan detik perasaan Alfa seperti digores serpihan kaca. Menyakitkan. Bahkan Alfa berharap dia tidak bisa menerjemahkan tatapan Elion daripada harus mencecap rasa tidak nyaman yang berusaha dia sangkal itu.

Tatapan Elion bisa diartikan seperti, "Motor itu cuma gue pakai buat boncengin Nadia, bukan cewek lain, sekalipun itu lo."

"Okay." Alfa meraih helm yang diletakkan di jok belakang, lantas memakainya dengan mood yang mulai kacau. "Terus kita mau ke mana?"

"Ke masa depan. Mau nggak?"

"Pergi ke masa depan dengan pinjem motor tetangga. Well, itu kedengeran kayak jokes bapak-bapak pesbuk."

Elion nyengir.

"Tapi kayaknya Kak Elion emang udah pantes sih jadi bagian dari mereka."

"Ngeledek ya lo?!"

"Iyalah."

Elion mempertahankan tatapannya di wajah Alfa, seolah sedang mengibarkan bendera peperangan.

"Gue tandain lo."

"Apa? Di sini kalau mau nandain," tantang Alfa sambil menunjuk lehernya. Sepenuhnya cuek dengan wajahnya yang mungkin sudah nggak jelas warnanya, entah merah tomat atau merah udang rebus.

"Wah! Ati-ati lo. Kebanyakan bergaul sama Riani nih pasti jadinya begini. Parah. Parah banget asli." Walau bilang begitu, tak urung Elion ketawa sambil naik ke atas jok dan mulai memakai helmnya.

"Ya mana ada orang nandain cuma liatin kayak tadi. Sia-sia banget."

Alfa naik. Agak kesusahan karena tidak biasa naik motor sport, makanya menurut waktu Elion mengulurkan tangannya untuk dijadikan pegangan.

"Gila!" Alfa berseru setelah berhasil duduk di jok belakang. "Mau naik motor aja perjuangannya udah kayak naik tebing."

Sekali lagi Elion ketawa. Dia sudah pernah pergi berdua dengan Alfa. Dengan pembawaan yang seperti ini. Tapi sekarang pun Elion masih merasa ... terkejut, mungkin? Alfa seperti punya energi yang bisa membuat suasana hati orang lain jadi lebih ringan.

.... Atau itu cuma perasaan Elion saja?

"Ayo, berangkat. Nunggu apa lagi?" Alfa menepuk pundak Elion saat laki-laki itu masih diam di tempatnya, tidak kelihatan punya niat menstarter motor dan melajukannya.

"Nunggu lo pegangan. Mau jatuh?" tanyanya. "Pegangan sini."

Punggung Alfa menegang waktu Elion dengan tiba-tiba menarik kedua tangannya, melingkarkan di sekitar perutnya.

_______________________