Sang ratu lalu menjawab, "Yah tentu saja. Diriku juga ingin agar kau mengumpulkan semua orang penting dalam ruang rapat khusus sekarang juga, pastikan hal ini juga rahasia karena aku tak ingin ada informasi yang bocor. Katakan pada mereka semua, ada hal urgent yang ingin diriku bahas, tunggu aku di sana dalam lima belas menit lagi."
Pria itu dengan segera, beranjak ke luar dari ruangan Camila, ia dengan cekatan langsung mengindahkan perintah yang diberikan kepadanya.
***
"Berengsek!" teriak ratu dalam hati.
"Berani-beraninya pria yang masih bau kencur sepertinya mempermainkan diriku. terlebih lagi setelah aku berusaha meyambutnya dengan semua sikap ramah dan membuka diri," teriak ratu dalam diamnya.
"Dia sungguh ingin menggelar perang di antara kedua kubu yang berusaha aku satukan ini," gumamnya.
"Apa ini berkaitan dengan dokumen yang ia minta aku tanda tangani malam itu?" pekikiknya dengan ragu.
Camila mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat. Rasa amarah sedang menyelimuti dirinya begitu panas. Menarik dan menghembuskan udara dari hidungnya. Yang Mulia itu berusaha menenangkan diri, berusaha melepaskan segalanya karena siapapun yang melihat tatapannya saat ini pasti akan segera lari terbirit-birit.
"Diriku harus bersikap tenang. Aku harus tetap memutar otak mencari cara-cara yang tepat untuk menyingkirkan pria yang ingin bersikap sok cerdas dan kuat itu," pikirnya.
"Tapi bisakah aku melakukannya? Dia benar-benar sudah selangkah di atas kami semua. Jika aku mengambil langkah yang salah, maka semua yang ada saat ini akan meletup dihadapanku sendiri."
Camila mulai merasa ragu dengan kemampuan miliknya sendiri. saat dia berpikir semuanya sudah berjalan sesuai dengan rencananya, ia kembali harus melihat segala hal berbalik. Ini bukan hal yang mudah untuk dihadapinya, sang ratu sudah berusaha tegar selama dua tahun lebih, belakangan ini. Ia telah mencurahkan banyak tenaga semaksimal dengan kapastias kemampuanya, meluangkan semua waktu miliknya.
Namun tampaknya, dia masih tetap saja akan terus diragukan. Kenyataan atau realita yang ada terus-menerus menamparnya. Dirinya telah kehilangan suami dan seorang putra, tapi sepertinya, justru tak ada orang yang terlihat mencoba memahaminya. Ia sudah harus menahan diri sejak semuanya bermula, berjanji untuk setia dan loyal semenjak mahkota itu mendarat dikepalanya.
Pada momen ia melangkah dengan kekuasan penuh sebagai seorang ratu, Camila berdedikasi untuk mewujudkan hal-hal yang sebelumnya hanya bisa dia simpan karena posisinya yang selalu tersembunyi di balik pion sang raja.
Tak sedikit hasil dari kerja kerasnya yang sudah ia lakukan dalam membuktikan dirinya. Sang ratu takkan membiarkan mereka semua untuk memporak-porandakkan segalanya. Camila tak berniat menjadikan dirinya sebagai orang terakhir yang memegang tahta dan mahkota itu.
Camila tak berniat menjadikan dirinya sebagai orang terakhir yang berdiri dalam memegang tahta dan mahkota itu. Dia memiliki keyakinan dan kepercayaan yang besar pada putranya untuk meneruskan segalanya.
Satu lantunan perintah yang diluncurkan dari sang ratu berhasil menggoyangkan kastil yang tertutup rapat dari jangkauan publik itu. Kata-kata darinya merupakan sebuah perintah absolut
Membuat air yang sebelumnya bergerak tenang menjadi berpindah arus seolah ada badai yang telah meniupnya. Bahkan para petuah dengan visi pandangnya tak bisa menebak percikan gejolak yang satu ini.
Semua orang yang di anggap penting bagi kerajaan, kini bergegas menuju ruang pertemuan rahasia yang ada. Mereka meninggalkan aktivitas apa pun yang tengah mereka lakukan. Keputusan pengajuan black code telah sampai kepada mereka semua. Paham akan situasi dan kondisi saat ini, orang-orang yang memiliki status penting itu sekarang telah duduk bersama pada meja konferensi yang bercorak abstrak tersebut.
Tak ada waktu untuk berpikir terlalu lama, oleh kareta itu Camila segera mengambil langkah untuk menyatakan status istana dalam kondisi black code. Kekhawatiran yang tak berujung itu, membuat ia harus mengambil keputusan yang demikian. Suasana yang sudah tak kondusif adalah salah satu perhatian utama mereka saat ini
Kondisi yang sudah berada di ujung tanduk, yang bahkan mereka sendiri tak bisa prediksi seberapa parahnya situasi yang tengah berlangsung saat ini. Setiap detik waktu yang mereka hembuskan secara percuma akan semakin mendekatkan mereka semua pada sebuah akhir yang kali ini akan meluluh lantaskan seluruh hal yang tersisa dari kebanggan negeri ini.
***
Tak menunggu lama, pintu besar ruangan itu terbuka dengan sendirinya, lalu terlihatlah seorang yang telah memutuskan untuk mengadakan pertemuan penting itu terjadi. Sikap tunduk dan rasa hormat tampak ditunjukkan selama beberapa detik oleh setiap orang tersebut, sebagai sebuah keharusan yang telah menjadi satu aturanm penting dari norma sosial yang berlaku.
Dengan langkah tegas ia segera mendaratkan dirinya sendiri di kursi khsusus miliknya itu. Jika harus jujur, perasaan Camila saat ini sedang cukup berkoar-koar. Tak banyak energi yang tersisa di sana. Dirinya sendiri mulai merasakan gejala-gejala itu. Rasa takut yang mulai bergejolak, rasa panik yang terasa sedang mencekiknya. Bahkan sang ratu dapat mendengar suara tawa perdana menterinya yang bernama Albert saat ini, walaupun memang segalanya belum terjadi.
Yang Mulia ratu dengan tegas dan masih menjaga gaya anggung yang merupakan ciri khas miliknya. Ia segera duduk pada kursi khusus miliknya tersebut tanpa mengatakan satu patah kata pun.
Camila berusaha menenangkan pikirannya. Bayang-bayang situasi yang ada saat ini sungguh mulai menganggu kestabilan emosinya. Sekilas memori tempo hari yang lalu tergiang di dalam kepalanya. Momen dimana dia yakin mengenai keputusan yang dibuatnya. Langkah yang tak dirinya prediksi justru membawa dia dan kerajaan berhadapan dengan situasi kehancuran saat ini.
Sang ratu dapat mendengar kalimatnya sendiri sekarang. "Silahkan saja mereka berusaha. Yang harus kita fokuskan adalah menambal semua celah yang memberikan mereka peluang untuk menyerang. Tak perlu harus menunjukan sikap kekhawatiran kita karena itu akan membuat kepala mereka semua menjadi semakin besar. Aku yakin selama diriku yang masih memimpin, takkan aku biarkan tikus-tikus kotor itu menghancurkan nilai esentrik mahkota. Segala cara akan aku lakukan sekali pun hal itu terbilang beresiko."
Ia duduk di sana seolah dirinya hanya sendirian. Pikirannya berusaha bekerja keras, mencari cara untuk menambal semua celah. Orang-orang yang ada di tempat itu jelas dapat melihat kerentanan Camila sebagai seorang pemimpin saat ini. Mereka semua menatapnya yang terus saja berdiam diri.
***
"Ada gerangan apa hingga dirimu memanggil kami semua ke sini lagi?" tanya Morgan sebagai salah satu bangsawan yang membuka rapat diskusi mereka kali ini karena sudah tak tahan melihat Camila yang tenggelam dalam lamunannya sendiri.
Sang ratu menoleh ke arah pria yang dipanggilnya sebagai saudara ipar itu. Tatapan yang ditampilkan Pangeran Morgan justru tampak menamparnya tepat di wajah.
**To Be Continued**