"Yakinlah, akan ada waktunya dia yang meninggalkanmu akan menyesal karena melewatkanmu"
Dua garis merah, yang mampu menguburkan semua impian Lisa. Dia merasa seperti dunianya runtuh, apa yang harus dia katakan nanti pada kedua orang tuanya?
Kini yang dipikirkan Lisa adalah meminta pertanggung jawaban dari Alvaro, seperti janjinya. Laki-laki itu harus mau bertanggung jawab.
Namun, beberapa kali pun Lisa menelpon Alvaro. Laki-laki itu sama sekali tidak menjawab. Membuat Lisa menjadi semakin bingung. Akhirnya Lisa memilih untuk menemui Alvaro langsung.
Pagi-pagi sekali, Lisa mulai bergegas pergi ke apartemen Alvaro. Meskipun tubuhnya sangat lelah dan dadanya berdenyut nyeri.
****
Sesampainya di depan gedung apartemen, Lisa segera berlari agar cepat bertemu dengan Alvaro.
Akan tetapi, langkah Lisa terhenti saat dia melihat Alvaro menggandeng mesra seorang wanita cantik dan membimbingnya ke dalam mobil.
Terlihat Alvaro begitu tergila-gila padanya. Saat itu juga, Lisa begitu hancur. Selama ini dia terlalu percaya pada laki-laki yang memang terkenal playboy itu dan menyerahkan sesuatu yang paling berharga baginya.
Lalu, dengan langkah gontai, Lisa pun beranjak dari sana. Hatinya nyeri, seperti ada ribuan jarum yang menusuk relung hatinya.
Langkahnya terseok, dia bingung harus bagaimana. Dia tidak mungkin bilang pada kedua orang tuanya. Lisa takut jika mereka akan marah dan kecewa padanya.
"Kemana aku harus bercerita," gumam Lisa dengan bulir-bulir air mata.
*****
Sudah hampir lima hari, Alvaro tidak bertemu dengan Lisa. Lisa tidak ada di kosannya, bahkan Kiki, sahabatnya juga tidak tau keberadaan Lisa. Dia juga tidak berangkat ke kampus. Membuat Alvaro merasa sedikit khawatir.
Alvaro juga rindu rasa Lisa, beberapa malam hanya tubuh Lisa yang dia pikirkan. Membuatnya kesal karena Lisa pergi tanpa mengatakan apapun padanya.
Pada saat Alvaro sedang memikirkan Lis, HP-nya berdering. Di layar tampak nama Lisa. Lalu dengan cepat, Alvaro pun mengangkat telfon itu.
"Halo...." Sapa suara lembut di sebrang.
"Lisa, kamu kemana saja?" Tanpa basa-basi Alvaro langsung bertanya.
"Aku ada di rumah kerabat. Al, bisakah kita bertemu?"
Alvaro pun langsung mengiakan ajakan Lisa.
****
Lisa mengajak Alvaro bertemu di sebuah taman yang tidak terlalu ramai. Lisa pun duduk menunggu dengan gelisah, memikirkan tentang apa yang ingin dia katakan pada Alvaro.
"Hai ...."
Suara familier itu entah mengapa membuat hati Lisa menjadi hangat.
"Hai, Al." Lisa membalas dengan tersenyum.
Alvaro duduk di sebelah Lisa, di tatapnya gadis lugu di sampingnya.
"Aku nyari-nyari kamu, Sa. Aku kira kamu pulang ke kampung," ucap Alvaro dengan membelai rambut hitam milik Lisa.
"Maaf, aku hanya perlu sedikit waktu,"
balas Lisa lirih.
"Ada yang sedang menganggu pikiran kamu?" Selidik Alvaro.
"Aku hamil, Al."
Bagai di pecut, muka Alvaro langsung berubah pucat.
"Kamu udah di tespek?" tanya Alvaro dengan suara lirih.
"Sudah dan hasilnya positif," balas Lisa mencoba tenang.
"Kamu yakin itu anak aku?"
Ucapan Alvaro langsung membuat Lisa naik darah. Entah mengapa Lisa sudah yakin bahwa Alvaro memang tidak berniat untuk tanggung jawab.
"Ini anak kamu! Aku hanya melakukannya denganmu. Kenapa kamu begitu tega mengatakan hal seperti itu?" Air mata Lisa tak bisa di bendung lagi.
"Oke! Aku percaya itu anakku. Tapi kita masih terlalu muda untuk menikah dan menjadi orang tua," ujar Alvaro dengan wajah frustasi.
"Terus mau kamu apa?!"
"Gugurin janin yang ada di perut kamu."
"Gugurin? Ini anak kamu, darah daging kamu. Kenapa kamu tega, Al?" Isak Lisa.
"Sa, aku masih dua puluh tiga tahun dan kamu bahkan lebih muda dariku. Masa depan kita masih panjang!" Alvaro akhirnya berucap dengan sedikit kasar.
"Kamu melakukannya dengan sadar, Al. Harusnya kamu sudah tau konsekuensinya!"
"Aku pikir kamu lagi fertil, makanya aku nggak make pengaman! Aku minta kamu gugurin janin itu. Aku akan mencari tempat aborsi yang aman!!"
Lagi-lagi Alvaro berucap dengan keras.
"Kamu jahat, Al. Aku harusnya tahu, laki-laki macam apa kamu! Aku benci kamu Alvaro Wijaya!!" ucap Lisa sembari mengusap air matanya sendiri.
Setelah mengatakan itu. Tanpa melihat wajah Alvaro lagi, Lisa beranjak pergi dari taman itu. Alvaro pun hanya mematung melihat kepergian Lisa.
*****
Di apartemen, Alvaro tidak bisa tidur tenang. Selama ini setiap melakukan hubungan, Alvaro selalu memakai pengaman. Tapi dengan Lisa dia melupakan semuanya hingga membuat gadis itu hamil.
Alvaro pun berusaha menelpon Lisa tapi nomer Lisa tidak aktif, membuat Alvaro semakin kalut.
Akhirnya Alvaro memutuskan untuk pergi ke tempat kos Lisa. Tapi tidak di dapatinya Lisa. Alvero juga sempat bertanya pada Kiki untuk kedua kalinya tapi tetap saja Alvaro tidak bisa menemukan Lisa.
Alvaro kuatir jika Lisa nekat mempertahankan bayinya. Alvaro merasa belum siap menjadi orang tua. Dia juga tidak mau papinya semakin memojokannya jika tahu dia sudah menghamili seorang wanita.
"Semua sudah Papi beresin, lusa kamu sudah bisa pindah ke Boston."
Awame hanya terdiam mendengar ucapan papinya. Dia merasa bahagia karena bisa pergi dari kota yang menjadi saksi cintanya pada Jessica, yang bertepuk sebelah tangan. Tapi di sisi lain, ada seorang gadis yang tengah mengandung anaknya.
"Mungkin Lisa sudah menggugurkan
kandungannya," batin Alvaro sembari mulai mengepak pakainnya ke dalam koper.
****
Lisa sedikit berlari kecil menuju ke apartemen Dua persen.. Dia harus tegas untuk minta pertanggung jawaban dari Alvaro.
Semalaman alvaro berpikir untuk mempertahankan bayinya, Alvaro tidak mau menambah dosa dengan membunuh janin yang tidak bersdosa.
Apalagi Lisa merasa sayang pada janin yang ada dalam kandungannya.
Setelah menaiki lift, Lisa langsung menuju unit apartemen Alvaro. Namun, Beberapa kali pun Lisa mencoba mengetuk pintu tapi tak ada jawaban dari Alvaro.
Bukan hanya itu, nomer HP Alvaro pun tidak aktif dari tadi.
"Permisi, sedang mencari siapa, ya?"
Tiba-tiba terdengar suara dari arah arah belakang Lisa. ternyata suara itu berasal dari seorang wanita paruh baya.
"Maaf, saya sedang mencari teman saya," balas Lisa.
"Apa yang anda maksud Tuan Alvaro? Jika iya, anda terlambat karena tuan Alvaro sudah pergi ke Boston beberapa jam lalu."
Jawaban wanita paruh baya yang sepertinya adalah pelayan keluarga Alvaro membuat Lisa anya bisa mematung.
Timbul rasa marah di hatinya, bukan hanya itu, Lisa juga merasa sangat sedih karena kebodohannya merelakan kesucian pada laki-laki tak bertanggung jawab seperti awat..
Tanpa bisa di bendung lagi, air mata Lisa, mengalir begitu saja. Membuat wanita paruh baya didepannya menjadi kaget.
"Apa anda baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir.
Namun, Lisa hanya terdiam dan langsung beranjak dari apartemen Alvaro. Kini Lasi bingung dengan kehamilannya. Apa dia akan mempertahankan bayinya atau memilih untuk menggugurkannya?
*****