Chereads / BUKU SIHIR SANG RAJA ELF / Chapter 13 - Air Sungai

Chapter 13 - Air Sungai

"Darimana kau mengetahui tentang cerita itu?" tanya si keriting Wedden yang tengah membantu Hatt mengangkat potongan kayu yang baru saja di tebang oleh pangeran Soutra.

"Ayahku," sahut ley lirih seraya mengikat potongan-potongan kayu itu menjadi sebuah rakit yang akan mereka gunakan untuk mengambang di atas arus sungai.

"Dia dulunya panglima prajurit Timur yang akhirnya kecelakaan dan harus berhenti bertugas dan pindah ke Utara yang lebih aman," sambungnya seraya menerawang angannya dulu.

Mereka akan membuat tiga buah rakit dengan ukuran yang hanya dapat dinaiki oleh dua orang penumpang, ini ditujukan supaya mereka akan mudah mendayung jika rakit mereka salah arah atau sampai ada hal lain yang tidak dikehendaki, mereka dapat mengendalikannya dengan mudah karena bobotnya yang tidak terlalu berat dan ukurannya yang kecil.

Pohon-pohon yang memiliki kayu yang ringan menjadi sasaran para pengela­­na itu, mereka semua menebang dengan apik dan tidak membuat hutan tampak buruk dengan adanya penebangan liar ini. Ren, adalah petugas penebangan dengan Raseel sebagai petugas pemotongan dan yang lainnyya membantu untuk mengangkat ataupun mengikatnya menjadikan satu kesatuan rakit yang kuat.

"Wedden," Ley memanggil si keriting bermata pucat yang sedang berjalan menuju kearahnya.

"Rader, tempo hari dia menemuiku," ujarnya seketika saat Wedden telah berada di dekatnya dan membantu memegangi rakit yang sedang dia ikat.

"Dia bilang, kau harus melihat kedalam dirimu sendiri untuk mengetahui keberadaan buku pusaka Rapher," kata Ley yang sengaja memotong kalimatnya guna memberi kesempatan kepada Wedden untuk mencerna kalimatnya yang mungkin akan susah dipahami oleh si keriting orang Vitran.

"Dia bilang, di dalam darahmu ada darah Rapher, jadi sangat mungkin kalau buku itu juga terikat dengan dirimu. Hanya saja kau tidak mengerti dengan keadaan dirimu yang sebenarnya. Dia juga mengatakan kalau kau tidak boleh menunjukkan diri kehadapan para kucing sihir, karena jika salah satu diantara mereka melihat dan mengetahui keberadaanmu, maka Kimanh akan segera menghampiri dan langsung membunuhmu tanpa memberimu kesempatan untuk berkedip sekalipun," sambung Ley dengan serius dan tanpa ada berkedip.

Wedden sedikit menganga mendengar perkataan sang kakak dari pemuda kecil Tao yang ahli pedang itu. Dia masih tidak percaya dengan banyaknya peraturan untuk dirinya demi mengalahkan si raja penyihir iblis.

"Bagaimana caranya aku dapat melihat pada diriku sendiri? Apa aku harus melakukan suatu pengasingan diri dari segala apapun yang dapat mengganggu fokusku?" tanya Wedden yang masih menatap Ley lekat.

"Kurasa kau hanya perlu mengenali dirimu lebih dalam dan mengetahui jati dirimu yang sesungguhnya sebagai seorang pewaris terakhir sang Rapher Elfkinn," jawab pria berambut merah marun dengan santai dan kembali melanjutkan pekerjaannya mengikat dan menyatukan kayu-kayu untuk rakit.

Matahari sudah semakin tinggi dan mulai terasa hangat di wajah keenam pria pengelana. Mereka menaiki rakit dan segera mengapung di atas arus sungai dan bergerak mengikuti arus menuju ke Timur Persei. Wedden dan Ren berada dalam satu rakit, ahli pedang desa Wakla berada dalam satu rakit dengan Raseel yang selalu siaga dengan busur dan anak panahnya, lalu si muda Tao mengapung tenang bersama Hatt dalam satu rakit.

Mereka membawa semua perbekalan mereka di atas rakit, dan mereka harus waspada dengan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka. Tidak jarang mereka juga memandangi langit Persei yang biru tanpa awan, mereka berjaga dengan adanya kemungkinan serangan kedua dari pasukan gagak yang membalas kekalahan mereka kemarin.

Suasana yang sepi tiba-tiba saja membuat keenam pria itu siap siaga dengan senjatanya masing-masing ketika hembusan angin yang dingin menerpa tubuh mereka. Angin yang tidak seharusnya ada di tengah panasnya terik matahari, di tepi hutan, dan di tengah sungai.

Ren, Ley, dan si muda Tao telah siap menghunuskan pedang mereka ke arah manapun yang memungkinkan mereka untuk melakukan suatu penyerangan. Si keriting Wedden dan peri lembah bersaudara telah siaga dengan busur dan anak panah mereka, mereka telah siap melepaskan anak panah itu ke arah munculnya musuh yang akan menghalangi langkah mereka.

Ren menoleh ke arah hutan dengan ketajaman pendengarannya, dia terus menabur pandangan ke dalam hutan yang mencurigakan. Sementara itu pangeran peri Lembah, Raseel dia mengamati langit biru Persei dengan sangat jeli dan tanpa berkedip.

"Disana!" teriak si pangeran Soutra dan pangeran peri lembah bersamaan dengan menunjuk ke arah yang berbeda. Ren menunjuk adanya segerombolan gnome lembah yang berlarian berhamburan pada sisi-sisi hutan dengan tombak di tangan mereka. Sedangkan Raseel menunjuk ke arah langit di bagian Utara yang tampak beberapa burung berapi terbang melayang-layang ringan dengan sorotan mata mereka yang tajam dan mengarah ke kelompok pengelana kecil itu.

Wedden, Raseel dan Hatt dengan sigap siap melepaskan anak panah mereka ke arah kawanan burung api milik Kimanh. Mereka hanya tinggal menunggu jarak yang memungkinkan untuk memanah. Namun Raseel sempat melupakan sesuatu. Dia segera membasuh anak panahnya sebelum melepaskannya kearah burung-burung iblis.

"Air akan melemahkan kekuatan mereka," ujarnya kepada Wedden dan Hatt yang memandangi tindakannya itu. Raseel memang berpengalaman dalam mengalahkan Vinix, hanya saja waktu itu hanya ada satu burung iblis sedangkan sekarang ada setengah lusin burung berapi.

Ren, dan para ahli pedang lainnya bersiap dengan pedang mereka untuk menebas burung iblis yang menukik kearah mereka. Sesekali mereka menoleh ke arah pasukan gnome lembah yang mengikuti mereka dari tepian sungai dan tidak berani menyeberangi sungai karena sihir Kimanh yang mempengaruhi mereka akan lenyap ketika terkena air.

Pasukan Vinix yang bertubuh seukuran sapi dewasa itu menyerang para pengelana dengan menyemburkan api dan terbang menukik menghampiri mereka. Hatt langsung melepaskan tiga anak panahnya yang mengincar paruh dari burung iblis tersebut, dan itu cukup membuat mereka bertambah marah karena kehilangan kemampuan mereka untuk menyemburkan api.

Ren menebas-nebaskan pedang perangnya kearah cakar besar burung iblis, tetapi kulit dari cakar mereka sangat tebal dan tidak dibuat lecet sedikitpun oleh tebasan pedang pangeran Soutra tadi. Sementara itu Wedden terus melepas anak panahnya yang basah dengan mengincar mata merah dari burung api.

Enam lawan enam, pertarungan yang imbang berdasarkan jumlah tetapi sangat tidak adil jika dibandingkan kekutan mereka.

Terbesit pemikiran konyol di otak Wedden. Dia ingin membangunkan air sungai dan memintanya untuk membantu mereka melawan enam burung iblis. Wedden berbisik pelan kepada air sungai dan kembali melepaskan anak panahnya

Dia keturunan penyihir hebat, seharusnya dia dapat melakukan hal yang seperti ini, itulah yang ia pikirkan. Wedden terus memanggil-manggil air sungai yang tenang dan tindakannya itu membuatnya lengah dengan datangnya cakar si burung iblis yang langsung menggepaknya dan terjatuh ke dalam sungai. Ren yang melihat kejadian itu segera melawan burung besar berapi itu dengan pedang kuat miliknya.

Nyaris putus asa karena tidak berhasil membuat hewan iblis raksasa itu terluka, Ren terus berusaha menghunuskan pedangnya ke arah tubuh Vinix yang terbang rendah melewati atas kepalanya. Tubuh hewan iblis itu tertembus, tetapi tidak mengeluarkan darah sama sekali dan hewan iblis raksasa itu malah menyemburkan api kearah Ren dan membuat pangeran Soutra itu terpaksa menyeburkan diri kedalam sungai untuk menghindari api.

***