~~~
Rangga keluar dari ruang rapat lalu berjalan menuju lift agar bisa pergi ke ruangan pribadinya. Rapat yang seharusnya masih berjalan tiba-tiba ditunda karena tamu tak diundang yang ingin menemuinya. Meski malas, Rangga tetap tak bisa menolak orang itu.
Pintu dibuka, nampak Ranti tengah duduk di kursi kerjanya sambil meminum kopi. Gadis itu berdiri saat sang pemilik datang dan menghampirinya.
"Gak apa-apa, duduk saja!" ucap Rangga. Ia mendekati sofa dan duduk di sofa tunggal.
Ranti terkekeh lalu ia duduk di sofa panjang di samping Rangga, ia mengeluarkan sebuah undangan dari tas kecilnya lalu memberikan itu pada Rangga. "Acaranya minggu depan, aku harap kamu gak sibuk jadi bisa datang nanti," ucapnya.
Rangga memperhatikan surat undangan itu, berupa acara peragaan busana dimana Ranti diundang sebagai perancang busana spesial. Ia menganggukkan kepalanya, "ini acara buat kamu, pasti aku datang," ucapnya sambil tersenyum.
Ranti tersenyum, "aku juga ingin kamu datang dengan pasangan kamu, Kak Ravi juga akan ajak Sabila," ucapnya.
Meski awalnya ragu, Rangga hanya mengangguk sebagai jawaban cepat. "Kamu juga harus punya pasangan, Ranti. Atau perlu aku carikan?" ucapnya terkekeh.
Ranti terkekeh, "kenapa kamu harus nyari pasangan aku? Aku juga bisa cari sendiri kok. Lagipula aku cantik, pintar lagi," ucapnya yang diselingi candaan.
Rangga terkekeh mendengarnya, "iya, kamu cantik, pintar lagi, siapapun pasangan kamu pasti beruntung," ucapnya.
"Salma Natalina juga beruntung bisa jadi pasangan kamu, Rangga," ucap Ranti.
"Aku yang beruntung, karena punya dia sekarang," ucap Rangga sambil tersenyum.
~~~
Daniel membuka halaman demi halaman dari laporan yang baru saja diberikan oleh Salma, ia mengangguk-anggukkan kepalanya, puas dengan pekerjaan Salma. "Salma, kamu gak mengajukan pertanyaan apapun sama Pak Cahyo?"
"Mengajukan kok," jawab Salma.
"Yang mana?" tanya Daniel.
Salma menggaruk kepalanya meski tak merasa gatal, "masalahnya, Pak Cahyo gak menjawab pertanyaan dari saya," ungkapnya.
"Loh kok bisa begitu? Memangnya kamu bertanya soal apa?" heran Daniel. Ia yang tadinya fokus kini melirik Salma yang berdiri di hadapannya.
"Bukan pertanyaan penting Pak Daniel, mungkin karena itu dia menolak menjawab," ucap Salma.
Mendengar penjelasan itu membuat Daniel mengerti, "tapi ya ini sudah bagus, sudah rapi, mungkin karena kamu sudah berpengalaman," ucapnya.
"Terima kasih, Pak Daniel," ucap Salma.
Daniel tersenyum, "hmm, kamu boleh kembali," ucapnya.
Salma mengangguk lalu keluar dari ruangan itu, ia merasa bersalah setelah berbohong dan menyembunyikan sesuatu dari Daniel yang begitu baik padanya, namun ia juga tak bisa melakukan hal lain demi tujuan pribadinya.
"Salma! Ayo kita pulang!"
Salma terperanjat ketika pintu lift terbuka dan Rania berteriak padanya, ia memegangi dadanya dan perlahan keluar dari lift. "Kalau bukan gue yang keluar tadi, lo mau gimana coba?"
"Selama bukan Presdir gak apa-apa, kalau Daniel doang mah gue udah gak peduli," ucap Rania.
"Direktur sudah pulang 'kan? Sudah malam juga," ucap Salma.
Keduanya berjalan bersama menuju pintu keluar perusahaan, seperti biasa Rania selalu merangkul Salma dan mereka pun mengobrol bersama memecah keheningan malam.
"Gue dijemput sepupu gue, duluan ya!" ucap Rania yang berlari menuju sebuah motor di seberang jalan lalu menaikinya.
Salma hanya bisa melambaikan tangannya dan berjalan menuju halte bus. Ia melirik ke arah jalanan, tangan memegang erat ponselnya. Ia menyangkal hatinya yang diam-diam berharap Rangga datang dan mengantarkannya pulang. Sudah beberapa hari Rangga tak datang menemuinya. Ia tak berharap, hanya saja kehadiran Rangga akan sangat membantunya.
Sebuah mobil berhenti di depan halte, kacanya lalu terbuka dan terlihatlah Rangga berkemeja biru tengah tersenyum ke arah Salma. "Ayo naik, saya antar pulang!" ajaknya.
Salma mengangguk lalu tanpa banyak bicara ia memasuki mobil dan duduk di samping Rangga.
"Tumben langsung nurut!" sindir Rangga.
"Lumayan, jadi saya gak perlu bayar ongkos bus," jawab Salma dengan jujur.
Rangga mendecih dan terkekeh, "kalau begitu, seharusnya kamu telepon saya setiap pagi dan malam, saya pasti datang buat anter jemput kamu," ucapnya.
"Boleh begitu?" tanya Salma sambil tersenyum ke arah Rangga.
Rangga melirik Salma sekilas, "hei kamu gak ngerti basa-basi ya Salma," ucapnya.
Setelahnya, hanya keheningan yang terjadi. Salma melihat pemandangan langit di luar sana dan Rangga hanya memperhatikan jalanan.
Salma tak tahu disebut apa hubungan yang ia jalani sekarang, yang jelas ia hanya pasrah dan berusaha menjalani apa yang memang harus ia lakukan. Untuk akhirnya, ia hanya mempasrahkan semuanya pada waktu yang terus berjalan tanpa pengecualian.
Rangga menghentikan mobilnya di depan minimarket di dekat kontrakan Salma, ia masih tak bergeming karena ada yang ingin dibicarakan dengan gadis itu. "Salma, minggu depan kamu sibuk gak?"
Salma menggelengkan kepalanya, "kenapa?"
"Kamu tertarik pada fashion gak?"
"Enggak," jawab Salma tanpa ragu.
"Pernah datang ke peragaan busana?" tanya Rangga lagi.
"Gak pernah dan kayaknya gak akan pernah," jawab Salma. Ia melihat bagaimana Rangga yang nampak tak senang mendengar jawabannya barusan, "kamu mau ajak aku..."
"Kamu mau 'kan datang ke peragaan busana minggu depan?" ucap Rangga sambil berusaha tersenyum.
"Kenapa saya harus datang?"
"Ahh Salma tolonglah, saya sudah sering bantu kamu jadi sekali ini saja bantu saya! Saya bahkan sering ngajak makan dan-"
"Kalau kebaikan diungkit-ungkit lagi, nanti pahalanya hilang loh Pak Rangga!" potong Salma sambil tersenyum.
"Saya akan berikan apapun yang kamu mau!" tegas Rangga.
"Saya mau bertemu Pak Ketua Herman!" jawab Salma.
"Kecuali itu!" ucap Rangga, "apapun yang bisa saya lakukan atau bisa saya beli, atau bisa saya kabulkan. Apapun!" ucapnya sambil tersenyum.
Salma terdiam sebentar, ia memikirkan sesuatu yang sulit namun itu harus menguntungkannya. Haruskah ia minta uang? Mobil? Rumah? Ahh ia bukan wanita seperti itu, lagipula satu-satunya hal yang ia inginkan sudah jelas, ia ingin bertemu Herman Maulana dan meminta penjelasan tentang hubungan abu-abu yang tak sengaja kini ia jalani.
"Ada sesuatu yang kamu mau?"
Pertanyaan Rangga barusan membuyarkan lamunannya, Salma kini menoleh dan bertatapan dengan Rangga. Pupilnya membesar karena antusias, ia kemudian tersenyum. "Baiklah, saya mau apartement di lantai teratas gedung mewah yang di dalamnya berlantai dua dan memiliki banyak kamar tidur mewah," ucapnya.
Rangga terdiam berusaha menyerap ucapan Salma dalam otaknya, "baiklah! Tapi kamu akan datang dalam peragaan itu 'kan?"
"Kalau besok malam apartement itu belum ada, saya gak akan datang, waktu kamu hanya sampai besok malam!" ucap Salma.
Rangga kembali terdiam namun ia menyetujui ucapan Salma itu, untuk hasilnya, ia tak terlalu memikirkan, yang terpenting ia harus yakin.
Salma tersenyum, ia yakin Rangga akan kesulitan mengabulkan permintaannya itu apalagi untuk waktu singkat dan mendadak begini. "Ahh, bukannya kamu mau ambil kemeja kamu?"
"Besok saja, sekalian ke apartement baru di gedung paling atas yang ada lantai dua dan banyak kamarnya," ucap Rangga sambil tersenyum.
Salma terkekeh, "kalau begitu selamat malam, terima kasih tumpangannya," ucapnya lalu keluar dari mobil.
"Hmm, sama-sama," jawab Rangga. Ia masih menunggu gadis itu masuk ke area kontrakannya. Setelahnya, ia mengeluarkan handphone-nya, "hallo Maria? Kamu belum tidur 'kan?"
Setelah berhasil menelepon sekretaris setianya, ia kembali menghubungi seseorang, "Aldi? Kamu bisa bantuin saya sekarang gak?"
Rangga melajukan mobilnya meninggalkan area perumahan itu sambil tersenyum sinis. Sementara, seorang gadis di depan pintu minimarket menyipit memperhatikan mobil Rangga dengan teliti.
Salma duduk di meja belajar dan perlahan membuka laptopnya, ia juga mengambil camilan di laci dan mulai mengotak-atik laptop itu dengan hati-hati.
"Kak Salma?!"
"Ya ampun?!" teriak Salma yang menutup laptopnya dan berdiri memegang gunting kecil di tangannya, setelah melihat Tiara terkekeh, ia kembali duduk dan menenangkan dirinya. "Ngagetin saja lo!" makinya.
"Lagian gitu saja kaget, lagi ngapain emang?" cibir Tiara. Gadis itu berjalan menuju kasur dan langsung merebahkan tubuhnya.
"Katanya lagi fokus skripsi, kok ke sini?" tanya Salma.
Tiara langsung terbangun dan mencibir Salma, "kenapa? Emang gak boleh?"
"Boleh sih," ucap Salma.
Tiara kembali mencibir wanita yang lebih tua darinya itu, "ehh Kak, tadi gue perhatikan kalau cowok yang nganterin lo ganteng juga, kenalin lah!" ucapnya sambil tersenyum dan menaikturunkan alisnya.
"Cowok? Cowok apaan sih lo!" ucap Salma yang membalikkan tubuhnya dan kembali membuka laptopnya.
"Yaelah Kak, daritadi gue di minimarket lihat kalian berduaan di mobil, kenalin lah ke gue, dia jomblo gak?" tanya Tiara sambil cengengesan.
"Dia bukan cowok sembarangan!" ucap Salma.
"Ya makanya kenalin lah, dia gak mungkin pacar lo 'kan jadi kenalin ke gue," ucap Tiara.
"Kalau dia pacar gue?" gumam Salma.
"Dia pacar lo? Lo punya pacar Kak?" kaget Tiara.
"Bukannya lo punya pacar? Kenapa mau dikenalin sama cowok lain," ucap Salma agak jengkel.
"Bosan Kak, bosan pacaran sama dia," ungkap Tiara sambil menundukkan kepalanya.
"Hei! Lo sering gonta-ganti pacar karena bilang bosan, dan selama lo gonta-ganti pacar itu, gue gak pernah pacaran, tapi gue gak pernah bosan," ucap Salma.
"Kenapa bisa gitu?" ucap Tiara.
Salma akhirnya membalikkan badan dan menatap Tiara yang menunduk, "karena gue menikmati hidup," jawabnya. "Dulu, kuliah memang impian tapi saat lo mulai kerja, lo gak akan fokus sama hal lain selain pekerjaan. Walaupun susah atau bikin lelah, seenggaknya gue bisa menghabiskan waktu tanpa bergantung ke orang lain," ucapnya.
"Apa gue kurang menikmati hidup?" gumam Tiara.
"Menurut lo? Pendapat lo yang paling penting untuk hidup lo Ra," ucap Salma.
Sementara, Maria yang matanya hampir menutup karena mengantuk juga Aldi yang mulai kehilangan fokusnya terpaksa duduk bersama di sebuah restoran yang untungnya masih buka malam itu.
"Maaf karena membangunkan kalian malam-malam begini," ucap Rangga yang baru tiba lalu duduk di depan Aldi dan Maria.
"Ahh gak apa kok Pak Rangga," jawab Maria yang mengenakan jeans panjang dan mantel biru itu.
"Ngomong-ngomong ada keperluan apa ya Pak?" tanya Aldi.