Chereads / Bigg Boss / Chapter 4 - Pertemuan

Chapter 4 - Pertemuan

"Bapak sudah melepas kamu, untuk kedepannya terserah kamu. Bapak tidak akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu kepada mu," ujar lelaki paruh baya. Matanya enggan menatap anak perempuannya, dadanya terasa ditusuk ribuan jarum. Ia sedih karena belum bisa menjadi sosok Ayah yang baik.

Dania mengangguk, kemudian tersenyum menatap lelaki yang dianggap sebagai cinta pertamanya. Ia merasa sangat beruntung memiliki Bapak seperti Herman, meskipun sering menekan tetapi cukup perhatian.

"Ibu ga mau basa-basi. Setiap bulannya harus transfer, ingat itu!" Ketus Risa, Ibu Dania.

Lagi dan lagi Dania hanya mengangguk, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah sang adik. Seyuman terbit di wajahnya ketika memandang sang adik, ia ingin sekali memeluk adiknya.

"Pergi tinggal pergi, ga usah banyak drama!" Ketus Anjas. "Bu, Pak. Anjas masuk duluan!" Lanjut Anjas dengan nada juteknya.

Setelah kepergian Anjas keadaan menjadi hening, Dania sendiri hanya diam menatap Mobil yang ada di depannya. Ia merasa dunianya akan berubah sangat drastis setelah ia pergi dari kota indah ini. Kota penghasil bawang merah dan telur asin.

"Aku berangkat ya, Bu, Pak." Dania berujar pelan. Ia ingin untuk perpisahan kali ini sedikit mengeluarkan suaranya, setidaknya sedikit mengurangi kesedihan.

Dania tak peduli dengan reaksi kedua orang tua nya, ia memilih masuk ke dalam mobil tanpa peduli Herman memanggilnya. Sumpah demi apapun Herman sangat sakit mendengar suara sang anak, anaknya yang normal akan merubah kehidupannya menjadi sedikit tidak normal.

"~~~~♡~~~~"

Keheningan melanda malam yang dingin, rasanya seperti berada di dalam lemari es. Lima jam perjalanan sangat melelahkan, ditambah lagi hujan yang terus mengguyur membasahi jalanan.

"Di luar masih hujan Teh, Teteh perlu payung ga?" Tanya seorang lelaki yang selama perjalanan menjadi pengendali mobil.

Dania diam, ia menolehkan kepalanya ke arah jendela menatap embun. Dania menggeleng sembari tersenyum, ia memegang erat ransel yang sedang ia pangku.

"Tapi Teh, di luar deres banget. lima detik di luar saja saya yakin langsung basah kuyup," ujar supir itu.

Dania menggeleng, lagi. Ia membuka pintu mobil dan keluar dari mobil tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Ishh, si Teteh mah meuni blegug!" Kesal sang Supir. Kalau saja ia tak harus ke Bandung mungkin ia akan membiarkan Dania tetap meneduh di mobilnya. Ia akan ke Bandung untuk mengambil penumpang, tak mungkin juga kalau ia membawa Dania.

Dania sendiri tak peduli dengan perkataan supir itu, ia memilih meneduh di ruko kosong yang pastinya bisa membantu melindunginya dari hujan. Dania memandang mobil yang tadi ia tumpangi dengan senyuman hangat, ia sangat senang supir itu sangat baik. Tak lama pandangannya teralihkan ke arah motor yang menepi, lalu si pengemudi berlari kecil ke arah ruko yang ditempati Dania.

"Gara-gara si kutu kupret, jadi basah kuyup gini kan!"

Dania melirik sekilas ke arah lelaki berjaket hitam, kemudian mendengus kasar menatap mobil yang tadi ia tumpangi menjauh dari pandangannya.

"Gua jamin, lu mati!"

Kali ini perkataan lelaki itu cukup membuat Dania berekspresi. Mata dania melotot, wajahnya mengkerut tanda tak suka. Sejujurnya ia merasa dejavu dengan perkataan lelaki itu, namun apanya yang dejavu? sepertinya itu hanya perasannya saja.

Dania berdiri, ia menulis di Notebook yang menggantung di lehernya. Matanya fokus menatap Notebook, kemudian mendengus kasar melihat tulisannya. Ia berjalan mendekati lelaki itu, lalu menepuk bahu lelaki itu dengan pelan.

Lelaki tadi terkejut, sedari tadi ia tak menyadari jika ada orang lain disini. "Apaan?!" Lelaki itu bertanya dengan sangat ketus.

Tak ada jawaban, Dania hanya menunjuk Notebooknya. 'Kalo mau ngumpat liat keadaan sekitar dulu.' Tulisan Dania terbilang rapi, tentunya lelaki itu bisa membacanya dengan sangat mudah.

"Dih, bisu?" Tanya lelaki itu, terdengar seperti sedang mengejek.

Dania mengangguk, kemudian menulis di Notebooknya. 'Iya, aku bisu. Namaku Dania, kamu siapa?'. Sejujurnya Dania merasa geli menggunakan aku-kamu, tapi ia harus menggunakan kata ini.

Lelaki tadi mengernyit aneh membaca tulisan itu, ia menampilkan senyum devilnya. "Gua Daffa. Gausah so' akrab sama gua, paham?"

Jawaban yang didapat hanyalah anggukan. Dania ingin sekali mengumpat, tapi ia harus sabar. Ia harus menjadi lemah lembut.

"Mending lu pergi! Gua ga mau neduh sama cewek bisu kayak lu!" Daffa mengusir Dania dengan seenak jidat.

Dania hampir saja berbicara, ia menututp mulutnya dengan tangan. Dania mendengus kasar, kemudian memakai ranselnya dan berjalan keluar dari ruko. Ia menerjang derasnya hujan.

Daffa terdiam memandang Dania, sedikit menyesali perkataannya. "Ck! Ganggu!" Geram Daffa, kemudian bersender di tembok ruko.

Di lain tempat Dania terduduk di trotoar jalan, ia meratapi nasibnya. Begini kah rasanya menjadi orang bisu? Dulu ia pernah menghina salah satu siswi bisu di SMA nya, sekarang ia merasakan bagaimana rasanya menjadi orang bisu. Ingin berontak rasanya tak berdaya.