15 Januari 2090.
Bandara Everhall, Kota Laplace, Distrik Utara, Pulau Akademi Heaven.
Matahari baru saja terbit dua jam yang lalu. Namun, sebagai satu-satunya bandara terbesar di Laplace, keramaian di pagi hari adalah hal yang biasa. Banyak para pebisnis dan orang-orang penting lainnya datang dari luar. Ada juga sebagian dari warga Heaven yang sudah mulai melakukan check-in di terminal. Pesawat terbang dan mendarat setiap saat. Beberapa taksi juga mulai berkeliaran keluar-masuk area bandara.
Diantara banyaknya orang yang berjalan kesana-kemari, seorang pria muda berambut pirang berjalan menuju area terminal sambil menarik koper hitamnya. Meski baru berusia delapan belas tahun, penampilannya berbanding terbalik dengan usianya. Ia mengenakan kemeja putih dan dasi merah, yang dibalut dengan jas hitam sepaha. Celana panjang dan sepatu berwarna hitam. Pria itu juga memakai kacamata hitam di wajahnya, memberikan kesan cool dan menawan.
"Selamat pagi, tuan. Apakah anda berkenan untuk menggunakan jasa taksi kami?"
Seorang pria paruh baya tiba-tiba datang menghampiri pemuda tersebut beberapa saat setelah ia tiba di terminal.
"Ya, tentu."
"Kalau begitu, lewat sini, tuan."
Pria berkemeja kotak-kotak itu membawa si pemuda ke sebuah mobil sedan berwarna kelabu. Lambang yang terpasang di kedua sisi mobil menunjukkan bahwa pria tersebut merupakan bagian dari sebuah perusahaan taksi terkenal di Laplace.
Mesin mobil menyala, dan roda mulai bergerak. Selama perjalanan, tak ada satupun dari supir dan penumpang yang membuka mulut. Pemuda itu terlihat acuh tak acuh ketika ia bersandar dengan satu tangan dan melihat keluar jendela.
"Kalau boleh tahu, kemana anda ingin pergi hari ini?"
"Hm? Ah, bawa saja aku ke Akademi Sanctuary." balas sang pemuda dengan nada tidak tertarik.
"Sanctuary? Maaf, kalau boleh tahu, apakah tuan merupakan salah satu murid disana?"
Pemuda itu tidak menjawab. Ia tersenyum kecil sejenak.
"Menurutmu bagaimana?"
...***...
"Tuan, kita sudah sampai. Di Akademi Sanctuary."
Setelah membayar ongkosnya, pemuda itu turun dari taksi. Karena termasuk dalam pekerjaannya, sang supir turun dan mengeluarkan koper dari bagasi kemudian menyerahkannya kepada sang pemilik.
"Terima kasih karena telah memilih jasa "Grey Taxi" kami. Semoga hari anda menyenangkan, tuan."
Setelah memberikan sapaan selamat tinggal, taksi berwarna kelabu itu kemudian melaju pergi dan bergabung dengan arus lalu lintas. Sementara pemuda yang baru saja turun itu menghela napas. Tangannya merogoh ke dalam jas dan mengeluarkan sebuah kartu. Identitasnya sebagai seorang murid Akademi Sanctuary tertera disana.
"Selamat pagi, anak muda. Apakah kau seorang murid disini?"
Suara khas robot terdengar saat pria tersebut berjalan menghampiri gerbang akademi. Memiliki tampilan seperti manusia, dan dilengkapi dengan AI berteknologi canggih.
Android.
Begitulah para peneliti menamainya. Sebuah robot serbaguna yang kini sering dipakai sebagai penjaga, aparat keamanan, dan karyawan perusahaan. Tergantung bagaimana jenis dan prototipenya. Karena tingkah mereka yang hampir 100% mirip dengan manusia asli, terkadang sulit untuk membandingkan keduanya.
"Ya, aku baru saja mendaftar. Dimana kantor kepala sekolah?" balasnya sambil menunjukkan kartu identitas.
"Ah, jadi kau murid baru yang dibicarakan oleh Miss Luciana. Kantornya tidak jauh. Setelah kau masuk, kau hanya perlu berjalan lurus dan kau akan mendapati kantornya ada di lantai paling atas gedung utama." jelas android tersebut.
"Baiklah."
Android itu kemudian menempelkan tangannya di sebuah plat besi di dekat pos penjagaan. Cahaya hijau kemudian muncul di plat besi tersebut. Pagar akademi yang memiliki tinggi sekitar 15 meter terbuka. Tanpa basa-basi lagi, pemuda itu langsung menarik kopernya dan bergegas masuk.
Sambil berjalan, ia menyapu pandangannya ke arah sekitar. Wilayah akademi tampak bersih dan asri. Jalannya terbuat dari material terbaik dan disusun dengan baik sehingga tampak seperti jalan menuju halaman istana. Di kedua sisi jalan, terdapat pohon-pohon cemara yang berderet rapi. Air mancur dengan patung wanita menuang teko yang terletak di bagian tengah area akademi membuatnya tampak semakin mewah.
Di titik itu jugalah, jalan yang pemuda tersebut lalui terhubung dengan perempatan jalan yang masing-masing mengarah ke bangunan yang berbeda. Gedung utama dengan lima lantai beserta aula berada 500 meter di depan. Dua rumah susun yang saling berhadapan terletak 500 meter di sebelah kanan air mancur. Sementara di sebelah kiri, 500 meter dari air mancur, terdapat sejumlah bangunan dengan desain yang berbeda.
Tanpa memedulikan rasa ingin tahunya, ia terus berjalan melewati air mancur. Sejumlah remaja seusianya yang berada di sekitar sana memperhatikannya dengan tatapan heran.
"Siapa dia?"
"Murid baru?"
"Dilihat dari dasinya yang tanpa pin, kurasa dia anak tahun pertama."
"Aku penasaran seberapa kuat sihirnya."
Beberapa murid berbisik-bisik sambil melirik pemuda berambut pirang tersebut. Tanpa memedulikan mereka, ia terus berjalan sambil menarik kopernya. Saat ia akan melangkah masuk ke dalam gedung utama, seorang wanita memanggilnya dari belakang.
"Kakak!"
Telinga pemuda itu berkedut saat mendengar suara tersebut dan langsung berbalik.
"Carla?"
"Sudah kuduga, itu kakak!"
Gadis berambut pirang dengan senyum lebar yang datang entah darimana itu berlari menghampiri si pemuda dan langsung memeluk salah satu lengannya.
"Hei, hei, Carla. Disini banyak orang, kau tahu?"
"Aku tidak peduli! Sudah 5 tahun kita tidak bertemu!" serunya riang.
"Kau benar." pemuda itu tersenyum kecil dan mengelus kepala Carla.
"Bukankah itu Nona Carla Eternova?"
"Nona Eternova"? Maksudmu, murid tahun pertama yang meraih peringkat tertinggi saat ujian masuk dan anggota AOS?"
"Apa dia mengenal lelaki itu?"
"Sebenarnya apa hubungan mereka?"
"Carla ...." pemuda itu mulai terlihat resah.
"Ah, benar, kak! Kudengar kau akan menjadi murid Sanctuary hari ini. Apa itu benar?"
"Ya, kurasa begitu."
"Kalau begitu, ayo! Aku akan mengantarmu ke Miss Luciana!"
"Hei, tung—"
Tanpa mendengar balasan dari sang kakak, Carla langsung menarik tangan pria tersebut dan membawanya. Tanpa mereka sadari, seseorang menatap mereka dari kejauhan.
"Beraninya dia mendekati Nona Carla! Lihat saja nanti!"
***
"Theodore Raymond ... tidak. Jeremy Eternova. Apa aku salah? Aku sudah mendengar tentangmu dari Jenderal Earl."
"Begitukah?" tatapan pemuda bernama Theo itu berubah dingin. "Jadi, kau sudah tahu tentangku?"
Miss Luciana tersenyum. "Tentu saja. Begini-begini, aku adalah mantan Letnan Dua Pegasus. Kau, Jeremy Eternova ... tidak. Kurasa mereka menyebutmu "Saint of Disaster", bukan?"
"Lupakan itu. Julukan itu sudah lama tidak kudengar." Theo menyilangkan kedua tangannya.
"Tapi, yah, kurasa julukan itu memang sesuai denganmu. Menghabisi puluhan kapal perang dalam sekali serang, menundukkan petir dan memusnahkan ratusan pesawat, hingga memusnahkan negara seorang diri. Astaga, jika kuingat kembali, kurasa itu memang benar-benar bencana."
"...."
"Apa kau tidak berencana mengungkapkan identitasmu?"
Hawa dingin yang menusuk tulang seketika memenuhi ruangan saat Miss Luciana berkata demikian.
" ... Bisa kau ulangi?" Theo menatap Luciana tajam.
"Oh ayolah, aku hanya bercanda." ucap wanita berseragam kantor dengan uap yang muncul dari mulutnya.
Hawa dingin seketika mereda. Miss Luciana berdehem.
"Bagaimanapun, selamat datang di Akademi Sanctuary, Theodore Raymond. Aku menyambutmu sebagai murid disini. Jika kau butuh sesuatu, kau bisa datang kepadaku."
...***...