Chereads / CODE: Nightmare / Chapter 3 - CODE-02: New Student

Chapter 3 - CODE-02: New Student

"Dan begitulah, dia akan bergabung di kelas ini. Perkenalkan dirimu."

"Namaku Theodore Raymond, peringkat 100, salam kenal."

Setelah Theodore memperkenalkan diri di depan kelas, sejumlah murid tampak berbisik-bisik satu sama lain.

"Bukankah pria itu orang yang tadi?"

"Peringkat 100? Maksudmu, peringkat terakhir?"

"Kenapa dia masuk ke kelas 1-A kita?"

"Tidak, lupakan. Selain itu, apa dia cukup kuat untuk menjadi murid di Sanctuary?"

"Sudah jelas tidak. Peringkatnya saja berada di paling bawah."

Miss Lyra selaku wali kelas hanya bisa menghela napas saat murid-muridnya meragukan kemampuan Theo. Karena di Akademi Sanctuary, kemampuan adalah segalanya. Disini, semua ditentukan oleh peringkat. Semakin tinggi peringkatmu, semakin tinggi pula para murid memandangmu di akademi. Kekuatan yang dimaksud disini diukur dari seberapa besar energi sihir seseorang, serta kemampuannya dalam merapal sihir. Dan kelas 1-A, adalah kelas yang berisi murid-murid terbaik di tahun pertama. Seharusnya, Evan ditempatkan di kelas 1-F. Itulah kenapa, para murid tampak bingung dan ... tidak suka.

"Peringkat 100?! Hah! Sampah!"

Perhatian kelas tertuju pada seorang pria berwajah sombong yang duduk di deretan kursi paling atas. Matanya yang sipit menunjukkan bahwa ia keturunan Tionghoa, meski kewarganegaraannya berasal dari Kerajaan Inggris.

"Wang Shen, hanya karena kau menduduki peringkat 10, bukan berarti kau boleh sombong!" tegur Carla membela kakaknya.

"Nona Eternova, jangan salah paham. Aku tidak sombong. Faktanya, dia adalah aib untuk kelas kita!"

"Ya, itu benar!"

"Lebih baik dia di kelas F sekarang!"

"Kelas A yang agung bukanlah tempat untuk orang lemah sepertimu!"

"CUKUP!" Miss Lyra yang sudah tidak tahan menggebrak podium dan menatap seluruh kelas dengan amarah. "Ini adalah keputusan kepala akademi. Theodore, kau boleh duduk sekarang."

"Baik, Miss."

Theo berjalan menuju deretan kursi bagian tengah dan mengambil tempat kosong yang sengaja disediakan oleh Carla.

"Jangan sedih, kak! Aku tahu kakak kuat!"

"Tidak apa, Carla. Ngomong-ngomong, bisakah kau mengantarku keliling sekolah di waktu istirahat?"

"Tentu saja! Akan kulakukan apapun untuk kakakku! Bahkan jika kakak menyuruhku ke kamar, dan ... Ahh, aku tidak bisa membayangkan lebih jauh!" sambil bergumam di akhir perkataannya, Carla memalingkan wajahnya yang memerah sambil meletakkan tangan di kedua pipinya.

"Haha! Hei, Nona Eternova. Kau tidak perlu repot-repot mengantar Si Sampah ini. Lebih baik kau bersamaku, dan ...."

"Bisakah kau diam?"

Tatapan mematikan datang dari Carla. Wang Shen seketika terdiam ketakutan ketika melihat tatapannya. Theo yang melihat kejadian itu hanya bisa tersenyum kecil.

Wang Shen mendecih kesal. "Lihat saja kau nanti!"

...***...

Bel istirahat berbunyi, saat Carla dan Theo hendak beranjak keluar, seorang gadis datang menghampiri mereka bersama seorang lelaki.

"Oh, Carla. Kau mau keluar?"

"Ya, aku ingin mengajak kakakku berkeliling akademi."

"Begitukah?" Gadis berambut cokelat panjang itu tampak tertarik dengan Theodore. Begitu pula dengan pria bermata biru di belakangnya.

"Aku Theodore, salam kenal." Theo berusaha bersikap ramah.

"Ah, apa kau kakak Carla? Aku sahabat dekat Carla, namaku Clarissa Delton. Kau bisa memanggilku Claris."

"Benarkah? Terima kasih karena sudah menjaga Carla sejauh ini."

"Tidak masalah." timpal Claris sambil tersenyum ramah.

"Dan kau ...?" Theo melirik ke arah siswa di belakang Claris.

"Ah, maaf, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Leon Callaghan. Kau bisa memanggilku Leon. Ah, ngomong-ngomong, aku adalah kekasihnya." Leon memperkenalkan dirinya sambil tersenyum lebar.

"Benarkah?" Theo sedikit tertarik.

Claris menghela napas. Ia tampak sedikit tidak nyaman. "Ya, begitulah."

"Hei, jangan begitu~" Leon menyodok nyodok pipi Claris dengan jarinya sambil bersikap manja.

"Ah, hentikan. Jangan membuatku malu." Claris berusaha mendorong Leon yang tetap bersikap manja.

"Oh, sayang~"

Theodore menatap kedua remaja di depannya sambil tersenyum kecil.

"Ngomong-ngomong, aku ingin bertanya sesuatu. Apa kau tidak masalah bersikap ramah denganku? Aku ini peringkat 100, kau tahu? Mungkin saja aku akan menyebabkan masalah untuk kalian."

Dari pandangan Theo, sangat penting untuk memiliki sekutu atau informan yang terpercaya di sekitar akademi. Mereka mungkin bisa jadi bantuan saat Carla mulai ditargetkan. Itulah kenapa, Theo ingin menguji alasan kenapa mereka mau mendekatinya. Claris dan Leon berhenti, mereka saling berpandangan sejenak.

"Yah, kau adalah kakak dari sahabatku. Lagipula, kau tampak seperti orang baik. Aku tidak memedulikan hal-hal seperti peringkat atau semacamnya."

"Ya, aku juga. Meski Claris dan aku peringkat 24 dan 26."

"Itu peringkat yang cukup tinggi. Apa ada semacam sistem penurunan peringkat disini?"

"Tentu saja. Tapi, kurasa akan lebih baik jika kita membicarakan ini di kafetaria. Perutku mulai lapar."

"Ya, aku juga. Ayo, kita pergi!" Carla tampak bersemangat.

...***...

Setelah keluar dari kelas, Theo dan kedua sejoli itu berpisah dan mengambil jalan yang berbeda karena memiliki sedikit urusan di ruang guru. Carla membawa kakak lelakinya itu berkeliling dan menunjukkan fungsi dari seluruh tempat di akademi.

"Dan yang disana itu, adalah area pelatihan." Carla menunjuk ke sejumlah bangunan yang berderet rapi 500 meter dari air mancur. Letaknya berlawanan dengan dua rumah susun yang Theo pikir adalah sebuah asrama.

"Area pelatihan"?"

"Ya. Kau tahu? Setiap tahunnya, Akademi Sanctuary akan mengikuti sebuah acara tahunan yang disebut "Festival Virgo". Itu adalah acara dimana nantinya perwakilan dari empat akademi bertanding dalam berbagai perlombaan. Sejauh ini, Sanctuary berhasil mempertahankan gelar juaranya selama tiga tahun berturut-turut. Dan gedung-gedung itu dirancang untuk membantu latihan para murid yang akan mengikuti perlombaan."

Theo menatap bangunan yang saling berjejer tersebut. Semuanya memiliki desain yang berbeda. Ada aula, dojo, kolam renang, dan lapangan tertutup. Ada juga lapangan terbuka dengan papan target di ujung arena. Theo menduga bahwa lapangan tersebut digunakan untuk latihan memanah atau menembak.

"Menarik. Apa saja yang dilombakan di Festival Virgo yang kau sebutkan itu?"

"Kudengar itu cukup banyak. Sekitar 5 sampai 7 perlombaan. Yang paling banyak diikuti dan ditunggu-tunggu adalah "Duel Virgo". Sebuah pertandingan dimana para murid dari "Empat Akademi" akan saling bertarung dan memenangkan gelar "Greatest Warrior". Dan kakak tahu? Hadiahnya benar-benar menggiurkan."

"Seperti apa?" Theodore melebarkan matanya, berusaha untuk tampak tertarik.

"Ya, meski cuma satu, pihak festival akan mengabulkan permintaan apapun dari sang juara. Selama itu tidak berlebihan, mereka akan mengabulkan apa saja. Kurasa mereka bisa memberikan apapun, mengingat Festival Virgo ini didanai dan disokong langsung oleh para petinggi pulau."

"Jadi begitu. Pantas saja mereka berani memberikan hadiah seperti itu." Theo menyeringai tipis.

"Iya. Dan juga, dengan gelar "Greatest Warrior" yang bertahan sampai festival berikutnya, orang itu memiliki kesempatan untuk bergabung ke Pegasus sebagai "Penyihir Rekrut". Dengan kata lain, masa depannya sudah benar-benar terjamin." jelas Carla.

"Sepertinya Festival Virgo ini benar-benar mengusik perhatianku."

"Oh, apa kakak tertarik? Kakak mungkin bisa mengikutinya jika kakak lolos seleksi yang akan diadakan bulan depan."

"Aku akan mempertimbangkannya. Terima kasih, Carla." Through mengusap kepala adik perempuannya dengan penuh kasih sayang.

Carla yang diperlakukan lembut sedemikian rupa, langsung menghambur ke pelukan kakaknya sambil tersenyum lebar. Theo tersenyum kecil. Ia mengalihkan pandangannya ke seluruh akademi. Saat ini, ia dan Carla sedang berdiri di depan gedung. Pandangan Theo kemudian jatuh ke area asrama. Ia sendiri ragu apakah itu asrama atau bukan. Rasa penasaran benar-benar membuatnya sengsara.

"Hei, Carla. Aku ingin bertanya sesuatu."

"Apa itu?" Carla mendongak tanpa melepaskan pelukannya.

"Bangunan yang saling berhadapan disana itu. Apa itu asrama?"

"Yang disana? Ah, itu ...."

"HEI, KAU! MENYINGKIR DARI JALANKU!"

...***...