Chereads / Jodoh Pilihan Mama / Chapter 4 - Bayi Besar

Chapter 4 - Bayi Besar

Pagi-pagi sekali, bik Asri sudah berkutat di medan tempurnya. Hana yang baru selesai membersihkan diri segera turun dari kamarnya dan pergi ke dapur untuk membantu pekerjaan bik Asri.

Ketika dia akan menyuci piring yang teronggok di wastafel, tiba-tiba suara bik Asri mengagetkannya. "Gak usah di bantuin, Han. Masih ada Siti juga yang bisa bantuin bibi. Nanti kamu lupa bangunin Mas Aditya jangan ya? Karena kalau kesiangan dia bisa marah-marah." ucap bik Asri sambil sayuran.

Kening Hana berkerut mendengar ucapan bik Asri. "Loh!! kog aku, bik? Biasanya juga bangun sendiri kan kemarin-kemarin. Lalu kenapa harus di bangunin?" tanya Hana heran.

"Kata siapa bangun sendiri? Ya bibi lah yang bangunin. Sampai bibi yang keteteran sendiri. Mana dapur, mana mas Aditya." keluh bik asri.

Hana sersan. Ia masih ingat apa yang di katakan majikan besarnya kemaren. Karena mulai hari ini dia yang akan mengurus bayi tersebut dan memenuhi segala kebutuhannya.

"Terus biasa di bangunin jam berapa, bik?"

"Jam lima sebelum sholat subuh. Entar jangan lupa siapin juga pakaian untuk ke kantor, sepatu dan kaos kaki. Kalau masalah dalaman, dia suka ambil sendiri." Hana sengaja keningnya tak gatal.

Apakah saya mampu melakukannya? rasa takut pun mulai menghinggapi hati.

"Selamat datang di neraka, Hana." Mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan Hana saat ini.

***

Tepat jam lima pagi, Hana segera menuju ke kamar Aditya, sesuai dengan instruksi bik Asri. Dadanya bergemuruh dan tak karuan. Dia juga takut jika membuat Aditya marah atau yang lainnya. Dia juga tak pernah dekat dengan pria sebelumnya, dan itu membuat takut ketika dekat dengan Aditya.

Tok..tok..tok..

Ceklek..

Ia membuka pintu dengan perlahan. Kepalanya menyembul ke dalam, melihat situasi di dalam kamar Aditya. Hanya sinar lampu temaram yang terlihat.

Dengan langkah perlahan dia menghampiri yang bangun dengan pulas di ranjang. Ia sewaktu-waktu melihat wajah tampan nan polos itu dengan hidung mancung dan rahang tegas yang di tumbuhi bulu halus.

Entah kenapa bisa meremang seketika hanya dengan melihat Aditya.

"Kamu mikirin apa sih, Han. Sadar, kamu itu siapa?" Hana memukul kepalanya pelan. Agar pikiran kotornya terbang melayang.

Dengan menahan yang luar biasa, ia mencoba membangunkan Aditya.

"Mas, bangun. Sudah subuh." Aditya tak bergeming.

"Mas, bangun. Entar subuhnya habis loh." tetap diam.

"Mas, bangun!! Sudah jam 5." ucap Hana mencoba menggoyangkan kaki Aditya, tapi tetap sama.

Hana mendekat, mencondongkan wajahnya ke wajah Aditya. Belum sempat dia berucap, ia terkejut ketika melihat Aditya membuka matanya. Dia ingin menarik wajahnya, namun begitu terasa kaku saat itu juga karena pandangan Aditya yang membuatnya melumpuhkan seketika.

Serasa waktu berhenti berputar. Mereka saling menatap mesra, saling memandang dengan seksama. Tanpa terasa cukup lama saling bertatap mata.

Hingga Kesadaran Aditya mulai kembali dan beranjak untuk duduk. Hana dengan cepat menjadikan tubuhnya kembali. Rasa Menyelesaikan Hana kini. Dia takut Aditya prestasi buruk padajya karena sudh berani lancang mengungkapkan Aditya.

"Kamu, kamu ngapain disini?" tanya Adit dengan suara seraknya.

"Me..membangunkan mas Adit. Sudah jam lima dan waktunya sholat subuh." jawab Hana sambil menunduk. Ia malu bila harus memandang tubuh setengah telanjang milik Aditya.

Kemudian Aditya segera beranjak ke kamar mandi. Dengan cueknya dia berjalan di depan Hana hanya memakai kolornya saja. Sehingga membuat Hana memutar bola agar tak melihat pemandangan indah yang mengotori matanya.

Aditya tak tahu saja bahwa Hana dengan emosi menahan gejolak di lingkungan karena godaan majikan tampannya itu.

Setelah di rasa Adit telah memulai ritual mandinya, dengan cepat Hana mempersiapkan segala keperluannya. Dari pakaian sampai sepatu. Tapi tidak untuk dalaman, karena ia tau kalau Adit pasti tak suka.

Dia keluar dari kamar Adit setelah semuanya di rasa sudah. Ia tak ingin melihat Aditya setengah telanjang kembali, karena bisa membuat imannya oleng tak terkendali.

"Udah selesai, Han?" tanya Bik Asri saat melihatnya sedang minum di dapur. Dia hanya mengacungkan jari jempol sebagai jawaban.

Lalu dia mematik kompor untuk membuatkan kopi untuk Aditya.

"Semoga kopinya kali ini bukan rasa kolak lagi. Hihi..!!" gumamnya lucu. Lucu saat dipanggil julukan kopi rasa kolak untuknya.

Hana bercanda dengan mang Asep, supir pribadi Nyonya Rani dan teman-teman yang bekerja di sana. Ketika lagi seru-serunya bercanda, tiba-tiba,

"Hanaaaaaa,!!" Suara lengkingan dari kamar atas, terhenti canda gurauan mereka seketika. Dengan cepat Hana melesat ke kamar atas untuk menemui Aditya.

Saat masuk kedalam, terkejutnya ketika melihat Aditya yang kembali setengah telanjang. Dan hanya sebatas sebatas pinggang. Rambut basah yang menetes di leher dan menambahkan, menambah aura seksi untuknya.

"Kenapa malah bengong?!" bentak Aditya keras mengejutkan Hana. Membuat pikiran kotornya ambyar seketika.

"Hah!!" Hana tergagap. "Bukannya mas Aditya tadi memanggil Hana?" tanyanya bingung. "Kenapa?" tanyanya lagi.

"Kalau kerja itu yang bener kenapa sih?"

Hana menuduk sembari mengingat apa kesalahan yang ia lakukan. Tapi nihil, semuanya sudah dilakukan sesuai Arahan dari bik Asri.

"Kemana celana dalam aku?" tanya Aditya ketus.

Hana sontak mendongak dan mengungkapkan bingung. "Loh! bukanya bik__"

"Udah cariin! Jangan membantah!" potong Aditya cepat.

Gegas Hana mencari dalaman Aditya. Dia membuka semua walk in closet Aditya untuk mencari benda keramat itu. Tapi sialnya dia tak tahu di mana tidak berada. Dan bodohnya dia karena tak kepikiran sebelumnya.

"Haduh, mati aku!!" rutuknya dalam hati. Ia sampai frustasi mencari. Apalagi walk in closetnya luasnya tak tahu diri.

"Woi...!!! bisa cepat gak sih?!" teriak Aditya dari luar.

Aditya yang tak sabar pun menyusul Hana kedalam. Di lihatnya Hana masih berusaha menemukan tempat harta karunnya tersebut.

Dengan cepat Aditya membuka laci bawah dan paling pojok. Lalu di sodorkan benda itu kewajah Hana.

"Nih..!!!"

Wajah Hana memerah, antara malu dan mau marah. Tak seharusnya adit melakukan hal seperti itu kepadanya.

Kalau saja Aditya bukan anak majikan, mungkin ia akan memukulnya karena sudah berlaku kurang ajar kepadanya.

"Jangan lupa di mana. Agar besok jangan lupa siapkan juga. Jangan sampai kamu lupa lagi. Ini yang terakhir. Kalau enggak??!!" ancaman Adit sukses membuatnya menciut.

Hana mengangguk mengerti. Mau protes pun percuma, karena ini juga kesalahannya dan bik Asri lah biang keroknya.

"Ya sudah kamu boleh keluar." tanpa menunggu lama lagi Hana segera berlari kecil keluar dari kamar Aditya. Ia juga tidak ingin berlama-lama di kamar Aditya yang membuat titik jantung di buatnya.

Ada senyum terbit di sana, entah karena apa. Aditya juga tak tau jawabannya.

***

"Dari mana, Han?" tanya Nyonya Rani yang berada di ujung tangga atas.

"Dari kamar mas Adit Nyonya." jawab Hana dengan sopan.

"Jangan ambil hati ya perlakuan Adit tadi. Emang dia suka begitu. Teriak-teriak seperti orang gila. Umurnya saja yang sudah tua, tapi pikirannya masih kayak anak-anak."

Hana tersenyum mendengar penuturan nyonya besarnya. Memang benar apa yang di katakan majikannya itu, Aditya memang "Bayi gerang" baginya.

Hana berjalan beriringan dengan Nyonya Rani menuruni anak tangga. mendengar Nyonya Rani tertawa mendengar cerita Hana.

"Kamu tau kan Han? Memang Adit suka begitu. Kelakuannya kadang di luar nalar manusia normal." ucap nyonya Rani sembari mengelap air mata yang keluar karena tertawa.

Hana hanya mengangguk seraya mengulum senyumnya.

"Ya sudah kamu boleh kerja lagi ya. Biarin aja Adit mau ngomong apa. Sabar aja ya, Han!" ucap Nyonya Rani sembari mengelus lembut lengan Hana.

Hana tersenyum haru karena sang majikan berlaku baik. Ia berhutang tak kan menyia-nyiakan kebaikan nyonya Rani selama ini Anda lakukan. Apapun yang akan dilakukan asal nyonya besarnya bahagia.

Hana mengangguk dan langsung menjawab ke dapur. membantu membantu sarapan untuk majikan.

"Pagi, Mah!!" sapa Adit pada Mamanya. Kemudian mencium kening sang mama.

"Pagi juga, sayang. Mau sarapan apa? biar mama yang ambilkan." tanya Nyonya Rani sembari mengambil piring Aditya.

"Terserah Mamah saja" jawab Aditya cuek. Ia masih sibuk mengecek pekerjaan melalui smartphone pintarnya. akan menyesap kopi favoritnya.

"Nah, ini baru kopi enak. Gak kopi rasa kolak seperti kemarin pagi" batin Aditya senang.

Kopi adalah suatu keharusan bagi Aditya Tanpa kopi, entah bagaimana rasa hari-harinya. Perpaduan rasa pahit yang dominan membuat ketagihan.

Ibarat kata " Tak ada wanita di hati tak apa, asalkan kopi selalu tersedia di atas meja"

Mungkin itulah kata yang tepat untuk Aditya. Usianya yang tak lagi muda, tapi belum jua mendapat wanita pengobat lara.