Setelah kurang lebih tiga hari Yusuf di rawat inap di rumah sakit, juga dengan Zeynep yang harus menjaganya sepanjang hari. Sekarang dia sudah mulai pulih dan membaik, rumah sakit pun sudah membolehkannya pulang.
Zeynep merasa senang sekali, entah karena akhirnya ia bisa pulang dan akan tidur di ranjang. Atau karena lelaki itu akhirnya sudah sembuh. Hal itu adalah sesuatu yang tak bisa di tebak hanya dengan melihat reaksi wajahnya yang terlihat bahagia.
Zeynep sekarang mendorong kursi roda yang diduduki Yusuf, dia tidak dapat berjalan dengan baik, meskipun berjalan dia harus mengenakan tongkat yang akan membantunya berjalan. Dengan seorang supir dan dua bodyguard yang mengiringi mereka membantu Yusuf masuk ke dalam mobilnya. Yang kemudian Zeynep ikut masuk, duduk di samping Yusuf.
Suasana di dalam mobil sunyi. Hanya deru mesin yang terdengar sahut menyambut bersama para pengendara lainnya. Zeynep sibuk melihat keluar jendela menyaksikan keramaian di jalanan itu. Sejenak dia mengingat ayahnya, ayahnya pasti sendirian sekarang, atau mungkin ayahnya sudah menikah lagi. Sudah dua tahun lebih dia di turki, tidak ada satu kabar pun jika ayahnya mencari keberadaannya.
"Apa ada yang kau pikirkan?" tanya Yusuf tiba-tiba memecah keheningan di dalam mobil tersebut.
Zeynep menggelengkan kepalanya dengan pelan. Tidak ada yang dipikirkannya secara serius.
"Terima kasih sudah menjajaki," ucap Yusuf terdengar tulus oleh Zeynep.
Dia hanya mengangguk sebagai jawaban kepada Yusuf membuat pria itu malah tersenyum manis.
Suasana kembali hening, Zeynep pun malah membuka mulut untuk bersuara.
Dia sangat lelah hati ini dan ingin segera beristirahat dengan tenang. Mobil yang dinaikinya terus melaju dengan kecepatan sedang hingga berbelok masuk gerbang rumah keluarga Demir menyambut mobil berisi anak tunggal Demir itu.
Zeynep keluar lebih dulu saat bodyguard membukakan pintu untuknya. Sedangkan bodyguard yang lainnya membantu Yusuf keluar dari mobil hingga duduk di kursi rodanya.
Kali ini Zeynep tidak mendorong kursi roda tersebut, dia membiarkan bodyguard mendorongnya hingga ke dalam kamar, setelahnya dia mempersilahkan pria itu untuk meninggalkan kamarnya.
Sebelum masuk Zeynep memandang rumah mewah yang berdiri kokoh itu, walaupun di Italia rumahnya lebih mewah dari ini. "Aku harus kembali ke rumah ini lagi!" Lirihnya hampir tak terdengar kemudian melangkahkan kakinya.
"Ayo aku bantu kau berbaring," ucap Zeynep membantu Yusuf untuk berbaring di atas kasur. Sedikit susah memang, karena tubuh Yusuf lebih besar darinya. Dia yang kelelahan tentu saja tidak memiliki tengah yang cukup untuk menopang tubuh tersebut.
""Ahhh!" Zeynep memeluk pelan karena terkejut dia terperosok hingga menindih tubuh Yusuf. Ini semua karena dia tidak kuat menopang tubuh Yusuf yang masih lemas itu hingga membuatnya berakhir demikian.
Sejenak kedua bola mata mereka saling bertemu dan mengunci satu sama lain.
"Ekhem, maaf," ucap Zeynep dengan kikuk langsung menjauh dari tubuh Yusuf. Sedangkan Yusuf tersenyum simpul mengingat apa yang baru saja terjadi.pada mereka berdua.
Satu hal yang dia sadari adalah Zeynep sangat cantik dan perhatian meski terkadang menyebalkan dan selalu mengajaknya berdebat tanpa lelah.
"Sekarang aku ingin istirahat, aku sangat lelah. Jadi, kau tidak boleh menghanghuki!" ucap Zeynep tegas san langsung meninggalkan Yusuf yang berbaring di atas kasur itu menuju shofa yang letaknya tidak jauh dari tempat tidur.
"Kaubtidir di sana? Itu akan membuat tubuhmu pegal," ucap Yusuf saat melihat Zeynep berbaring di atas shofa.
"Lalu? Aku harus tidur di mana yah?" ucap Zeynep yang sudah malas meladeni Yusuf tersebut.
"Di sampingku." Jawaban yang sangat singkat, simpel, dan jelas terdengar dari seorang Yusuf yang hanya dapat berbaring di tempat tidur.
"Aku lebih baik tidur di shofa dadi pada tidur denganmu," balas Zeynep ketus sambil meringkuk di sana dan menekankan matanya.
Dia tidak ingin pedilikan Yusuf dulu untuk sekarang, dia ingin istirahat yang banyak. Dia merasa sangat kelelahan.
"Tapi, jika Yusuf membutuhkan sesuatu siapa yang akan membantunya? Astaga! Kenapa aku memikirkan ini?!" pekik Zeynep dalam hati.
Ya, sedari tadi dia malah memikirkan bagaimana jika Yusuf ingin makan, minum, atau pergi ke kamar mandi.
"Zeynep! Apa kau tidur?!" panggil Yusuf dengan suara lirih. Tidak asanpergerakan apa pun dari gadis yang dia panggil itu.
Akhirnya Yusuf memilih bangun dan duduk di kasusnya. Tangannya mencoba mengambil tongkat dan dia mulai berdiri dengan satu kaki, sedangkan satu lahi menggantung di atas lantai tanpa menyentuhnya.
Dia berjalan tertatih-tatih menggunakan tongkat tersebut. Dia pergi ke kamar mandi, tentu saja itu membuatnya sangat kesulitan bergerak dengan keadaan kakinya yang masih pemulihan ini.
Setelah selesai dj dalam kamar mandi, dia langsung keluar.
Dan BRUUK, dia terjatuh san memecahkan satu pas bunga yang ada di samping kamar mandi tersebut.
Zeynep terinjak kaget mendengar suara pecahan, bahkan matanya langsung melebar sambil menggeliat, dia melihat ke arah kamar mandi. Di sana Yusuf meringkuk sendirian sambil memegangi kaki kirinya.
"Aku?" pekik Zeynep setengah kesal bercampur khawatir kepada Yusuf.
Dia segera menghampiri pria itu dan membantunya berdiri hingga berbaring di kasur.
"Apa yang kau lakukan? Bagaimana jika pecahan ini mengenakan hingga kau terluka, aku akan merasa lebih repot karenanya tahu!" gerutu Zeynep dengan kesal. Baru saja dia terlelap sudah hatus mendapatkan masalah lagi.
Dia terus menggerutu menumpahkan kekesalannya sambil membersihkan pecahan pas bunga itu dan membuangnya ke tempat sampah.
Sedangkan Yusuf hanya diam sambil tersenyum melihat Zeynep yang terus menggerutu sambil merapikan pecahan pas bunga tersebut.
Hatinya menghangat, bahkan dia menatap Zeynep debgan lembut. Mungkinkah Yusuf mulai menyukainya? Dia tidak akan pernah mengakui itu.
"Maaf aku membuatku khawatir," ucap Yusuf membelah suasana kamarnya yang hanya dipenuhi oleh suara gerutu Zeynep.
"Ya, kau selalu saja membuatku khawa-repot!" ucap Zeynep dengan cepat. Dia hampir saja menyatakan jika dirinya mengkhawatirkan Yusuf.
Dia mengakuinya, jika dia khawatirkan pria itu, tapi dia tidak ingin mengakuinya secara langsung dengan sebuah kalimat.
"Terima kasih sudah mengkhawatikanku," ucap Yusuf berterimakasih kepada Zeynep.
"Siapa pula yang mengkhawatirkan mu, mungkin aku lebih senang jika kau mati saja," ucap Zeynep dengan santai.
Tapi,Yusuf hanya dapatbtersenyum mendengar kalimat itu. Karena dia rasa Zeynep tidak sungguh-sungguh mengatakannya.
Dia merasa gadis itu sangat lucu, menyebalkan, dan sangat cantik. Entahlah ada apa dengan Yusuf saat ini, dia terus saja menilai baik Zeynep dan memukulnya meski dia selalu bersikap menyebalkan dan sesuka hatinya.
"Akhirnya sudah selesai!" pekik Zeynep merasa lega sambil merentangkan kedua lengannya tanpa dia sadari pria yang ada di atas kasur itu terus memperhatikannya.
Rasa lelahnya membawa ia tertidur sekarang. Menutup mata dan tak menghiraukan siapa yang sedang memperhatikannya. Rasa lelahnya benar-benar menguasai.