Yusuf juga merasa memang gadis yang menjadi istrinya itu mengurus nya dengan serius. Walau begitu kehidupan dingin yang melekat di dirinya kian merasa sedikit hangat. Walau bersikap lembut adalah seperti menghianati harga dirinya.
Selama Yusuf sakit, mau tak mau Zeynep terus berada di samping Yusuf untuk menjaga pria itu hingga sembuh total. Meski memang sesekali dua kesal dan mengerjakan semuanya tanpa ada rasa ikhlas di hatinya. Tak sekali dua kali pula dia memarahi Yusuf karena pria itu terkadang sulit di atur.
Seperti pagi ini, dia sudah membantu Yusuf mengenakan pakaiannya dan menyuruhnya minum obat. Apa yang pria itu lakukan sekarang? Dia menolak untuk minum obat.
"Aku tidak ingin minum," elak Yusuf sambil melempar pandangannya membuat Zeynep merasa kesal dua kali lipat kepadanya.
"Cepat buka mulut mu dan minum! Kau kira mengurusnya itu tidak lelah hah? Aku ingin kau cepat sembuh agar aku tidak repot membantunya ini itu, menyebalkan!" gerutu Zeynep dengan perasaan dongkol dengan Yusuf yang sulit di atur.
"Lagi pula biarkan saja kenapa kamu mengurus ku?" Tanya Yusuf kesal karena terus di paksa minum obat.
"Karena ini tugas istri!" Jawab Zeynep.
"Apa tugas istri?"
"Mengurus suaminya dan itu kewajiban"
"Apa itu kewajiban?"
Mendengar Yusuf terus melontarkan pertanyaan yang membuatnya bingung, Zeynep berdiri kesal. Sorot matanya kian berubah. Dan Yusuf menyadari itu.
"Baik, baiklah gadis pemalas! Berikan obatnya! Air ku mana!" Seru Yusuf dengan perasaan kesal dia segera menelan obatnya dan meneguk segelas air mineral yang diberikan Zeynep.
"Oke! Jika sudah kan lebih enak! Aku bisa bersantai tanpa ada pengganggu!" ucap Zeynep dengan nada suaranya yang sinis sekaligus senang.
Dia mengambil tas tangannya bersiap untuk pergi. Tapi, langkah kakinya tertahan oleh lengan Yusuf yang menahan lengan Zeynep.
"Ada apa lagi?! Aku sudah lelah mengurusnya sepanjang hari, biarkan aku pergi!" ucap Zeynep yang tidak sabar untuk meninggalkan Yusuf dan jauh dari pria itu.
"Bantu aku turun ke bawah, jika tidak ada yang bantu aku bisa saja jatuh," ucap Yusuf persis sedang mencari alasan agar Zeynep tidak segera pergi meninggalkannya.
"Di rumah ini ada pembantu, banyak bodyguard, kenapa harus aku?" pekik Zeynep tak habis pikir. Untuk apa para pekerja dalam rumah ini jika semuanya harus dia lakukan.
"Ayolah, jika kau menolak aku tidak akan pernah melepaskannya!" balas Yusuf yang hanya mendapatkan tatapan malas dari Zeynep.
"Baiklah, ayo cepat!" ucap Zeynep setengah kesal dan menahan kesabarannya. Dia mengambilkan tongkat Yusuf yang langsung diterima oleh si empunya. Kini dia berada di samping kiri Yusuf membantunya berjalan dengan tongkat, kemudian menuntunnya menuruni anak tangga satu persatu hingga tiba di lantai bawah.
"Aah! Tubuhmu sangat berat," gerutu Zeynep saat tiba di lantai utama. Dia langsung melepaskan tubuh Yusuf dan merapikan kembali penampilannya yang sedikit rusak karena menuntun pria tersebut.
"Oke! Tidak ada permintaan apa pun! Aku akan pulang sore!" ucap Zeynep yang langsung meninggalkan Yusuf yang berdiri di ruang tamu melihat istrinya itu keluar dari rumah besarnya.
Tanpa dia sadari, dua sudut bibirnya tertarik dan tersenyum kecil menyaksikan gadis yang baru dia kenal dan sama sekali tidak dia cintai itu.
Dia bahkan menatap punggung Zeynep hingga tidak lagi terlihat.
"Astaga ada apa denganku?" gumam Yusuf yang sudah sadar dengan apa yang baru saja terjadi padanya pagi ini.
Dia menghela napas, dengan langkah pelan membawa tubuhnya duduk di sofa dan meminta pelayan untuk mengambilkan minuman untuknya.
"Kenapa rasanya aku tidak ingin melepaskannya dan membiarkannya pergi dariku? Kenapa pula aku menuruti setiap perintahnya?" gumam Yusuf terheran-heran dengan dirinya sendiri.
Selama ini tidak ada yang bisa mengatur banyak hal tentang hidupnya, sekalipun pacarnya. Gadis yang pernah menjadi kekasihnya pun yidak pernah berhasil mengatur banyak hal tentang dirinya.
Tapi, Zeynep. Dia dapat melakukan banyak hal sesuai hatinya, tidak dapat di atur dengan mudah. Bahkan dia yang mengikuti semua kalimat Zeynep. Bukankah seorang Yusuf terlihat aneh jika dengan mudahnya mematuhi perintah seorang gadis?
Sedangkan Zeynep tengah fokus mengendarai mobilnya, seperti biasa dia akan pergi ke perkebunan anggur untuk melihat para pekerja di sana.
Terlebih lagi ini adalah tanggal rutin memberi mereka gaji perbulan. Sesekali dia teringat dengan perilaku Yusuf pagi ini. Ya, pria itu terlihat berbeda dari sebelumnya.
"Kenapa aku harus memikirkan pria menyebalkan itu," gerutu Zeynep sambil terus mengenai mobilnya melaju dengan kecepatan sedang menembus keramaian di jalanan yang tak pernah sepi dari lalu lalang para kendaraan setiap harinya.
Dia membelokkan mobilnya dan memarkirkannya dengan rapi di dekat gerbang perkebunan anggur miliknya. Dia keluar dari mobil tersebut setelah mematikan mesinnya.
Zeynep berjalan anggun masuk ke perkebunan yang kini sudah di sapa oleh kesibukan. Para pekerja di sana. Dia tersenyum senang melihat kebun tersebut dalam keadaan baik-baik saja.
"Selamat pagi Nona!" Itulah yang keluar dari lisan para pekerja yang berpapasan dengan Zeynep.
Semuanya menyapa ramah Zeynep. Begitu juga dengan Zeynep yang sesekali bertanya tentang hasil anggur mereka hari ini dan semua tentang kebun tersebut.
Melihat keadaan perkebunan baik-baik saja membuat Zeynep merasa lebih lega. Karena bisa memajukan dan menjaga perkebunan itu beroperasi dengan baik. Ia senang karena bisa menjaga perkebunan yang di berikan oleh Neneknya.
"Syukurlah semuanya baik-baik saja. Cepat kumpulkan semua orang!" ucap Zeynep merasa lega, sekaligus dia meminta bawahannya untuk mengumpulkan semua orang.
Dengan cepat pria yang mendapatkan perintah darinya langsung mematuhinya dan meneriaki semua orang untuk berkumpul. Tentu saja semuanya menurut dan berduyun-duyun kumpul di hadapan Zeynep dengan wajah berbinar. Siapa pula yang akan lupa dengan tanggal gajian mereka? Tentu saja hati ini adalah hari yang mereka semua tunggu.
Sebelum memberikan gaji kepada mereka semua, Zeynep terlebih dahulu mengatakan apa saja yang terlintas dalam kepalanya agar menjauhkan kebun itu dari keluarga Demir.
Semua orang kini mengantri untuk mendapatkan amplop berwarna coklat itu berisi uang hasil kerja mereka dalam sebulan. Semuanya mengucapkan terima kasih kepada Zeynep, hingga seluruh orang mendapatkan gaji mereka.
Selanjutnya dia duduk di gazebo, tak lupa pula ditemani secangkir jus yang dibuatkan pegawainya. Dia bersantai bersama angin yang berhembus dengan lembut menerpa tubuhnya, sambil menyaksikan para pekerja keras itu tidak pernah terlihat lelah mengerjakan pekerjaan ini seharian penuh.
Dia tersenyum kecil melihatnya.
"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka semua jika kebun ini dimiliki oleh keluarga Demir," gumam Zeynep mulai kembali memikirkan kebunnya tersebut.
Semilir angin benar-benar terasa sangat segar sekali. Buah berwarna ungu tua dan hijau itu juga semakin mengkilat setelah di siram dan terkena cahaya matahari.
"Aku dapat melihat mereka sangat kelelahan, tapi mereka masih dapat tersenyum dengan manis. Itu terlihat sangat menyenangkan bagiku," gumam Zeynep lagi menyaksikan beberapa dari mereka yang saling menyapa atau bertanya, atau hanya bekerja sambil mengobrol ringan. Itu semua terlihat indah bagi Zeynep.
Pikiran kemanusiaan itu sekarang kembali menyelinap kedalam pikirannya.