Hasan yang mulai letih bercampur sedih inginnya putus asa akan tetapi demi Ayahnya dia rela capek seperti apapun akan di laluinya.
Di dalam ruangan yang luas tidak hanya Hasan dan Ayahnya tetapi banyak pasien yang dirawat, Hasan terlihat tidur di dekat Ayahnya, sedang Ibunya duduk di dekatnya sambil memegang tangannya.
Dalam hatinya berkata, "Mas, sebenarnya hati ini seperti teriris-iris sayatan pisau entah mengapa diriku menjadi merana, bagaimana nasibku jika Mas sudah tidak di sampingku lagi, sedang Hasan masih di pesantren, Bagaimana jika malam hari saya sendirian, Mas, engkaulah laki-laki perkasa, engkau laki-laki yang bertanggungjawab."