Pagi sekali aku menemui Melora di rumahnya. Menurut nenek Melora tinggal sendiri, kedua orangtuanya sudah meninggal saat kecil. Namun, ia mempunyai seorang bibi yang merawatnya hingga ia bisa mengurus dirinya sendiri.
Rumahnya tidak jauh dari tempatku, hanya melewati beberapa rumah.
"Permisi," panggilku. Rumah ini cukup sederhana banyak sekali manik karang yg digantung diatas.
"Adita, ada perlu apa?" tanya Melora. Aku baru menyadari rambut merah Melora yang tampak mencolok, seperti warna asli. Sangat memukau.
"Aku membawa roti isian dari nenek, kau sudah sarapan?" Melora membuka pintu lebar dan memyuruhku masuk.
"Aku sudah sarapan, taruh saja di meja." jawabnya. Aku terpana saat masuk kedalam rumah Melora, seperti berada di dunia bawah laut.
"Kau mendekor rumah ini?" tanyaku penasaran. Ada aquarium sedang disana dan aku ingin melihatnya.
"suatu kehormatan untukku tentu saja," Melora mengarahkanku melihat aquarium itu. Lagi-lagi perasaan senangku terus membuncah, aku sangat terpana melihat beberapa makhluk asing di dalam aquarium milik melora.
"Wah, mereka hewan apa?" tanyaku melihat seekor ikan yang mirip lumba-lumba namun masih kecil dan aku baru saja melihat lumba-lumba kecil.
"Mereka ikan, menurutmu apalagi?" aku mendengus kearah melora, ya dia pikir aku tidak tahu ini ikan. Masalahnya hewan yg hidup di aquarium miliknya semua aneh.
"Adita, apakah setiap hari tidak berat mahkota dikepalamu?" tanya melora tiba-tiba. Aku meliriknya yang sedang mencoba memegang kepalaku.
"Mahkota? apa maksudmu?" aku keheranan, mencoba meraih-raih apa yang ada dikepalaku. apa dia bercanda? lucu sekali.
"kau tidak melihatnya? tapi kau bisa melihat mortis?" tanya melora dengan serius.
"Mortis?" siapa yang melora maksud.
"Iya sekumpulan makhluk hitam jelek," melora memutar matanya. Bisa juga dia berekspresi.
"ah, makhluk kematian itu? tunggu kau sedang tidak bercanda bukan?" tanyaku takut-takut. Melora menghela nafasnya. Kemudian membawaku kesebuah tempat.
Bisa dibilang sebuah perpustakaan karena banyak sekali buku-buku tersimpan rapih di rak-rak.
"aku malas membahas atau pun menjelaskannya, dan mungkin sudah waktunya kau tahu mengingat usiamu yg sudah 21 tahun," Melora mengambil sebuah buku yang berdebu sekali, ia menyerahkannya kepadaku.
"Aku tidak mengerti,"
"Buku ini bisa menjelaskannya, ucapkan kata buka dengan hati yang tulus." melora menuntunku duduk dan memberikan intruksi.
"Jika kau tidak mengerti, aku yang akan mengajarimu." ucapnya lagi.
Aku hanya mengangguk lagi-lagi terpana dengan semua ini, apakah ini mimpi?
Buku itu bersampul hitam polos dan sebuah judul "Deep Ocean", entah apa isinya tapi aku berusaha tetap tenang dengan apa yang terjadi nantinya.
"Pertama, tutup matamu." aku pun mengikuti arahan Melora, yang akhirnya buku itu terbuka dengan cepat.
"Sudah sepantasnya aku memang memanggilmu Yang mulia," bisik melora.
"apa maksudmu?" aku lagi-lagi keheranan dengan tingkah melora.
"Tidak, lanjutkan saja tugasmu." melora mengalihkan pembicaraan rupanya. Aku hampir saja kehilangan akal dibuatnya, ini semakin mengherankan. Dengan sebuah buku yang apa isinya, aku tidak mengerti.
'Sebuah surga indah terkubur damai, namun menantikan sebuah keterangan seperti surya yang sudah lama hilang.'
Adita disambut sebuah paragraf yang membuat hatinya terasa ngilu dan hampa. Jiwanya terasa melayang, membayangan goresan tangan ini.
"Melora perasaan apa ini?" tidak ini seperti bukan diriku yang bertanya.
"Kau merindukannya Yang mulia," Melora menunduk seperti aku seorang majikan namun dengan sebuah kesopanan yang sering aku lihat di film kerajaan. Tidak ini tidak benar, tubuhku milikku.
"Apakah ini waktunya aku kembali?" tanyaku secara spontan. apa ini?
"Maaf sebelumnya saya tidak melayani anda dengan benar Yang mulia," Melora terus menunduk dengan wajah bersalah.
"Tidak apa, aku hanya akan seperti ini ketika adita merasa terancam. Sepenuhnya ini adalah milik adita, anakku,"