Chereads / Titip Rindu / Chapter 139 - Eps.100

Chapter 139 - Eps.100

Suasana masih terlihat mencekam, bahkan sesekali Clara menelan saliva nya melihat perdebatan antara Yesaya dan Shea.

" Shea.... "

Merasa namanya di panggil, Shea langsung menoleh kearah sumber suara, nampak Janet dengan nafas tersengal berdiri di pintu

" dari tadi gue nyariin Lo, udah puluhan kali gue nelfon Lo tapi nggak Lo angkat... " Janet masih berusaha mengatur nafasnya

" ponsel gue ketinggalan di mobil... Lo kenapa ngos-ngosan? "

" Alvarez- "

" kenapa Alvarez? " Shea langsung beranjak dari kursinya dengan raut wajah cemas

" Alvarez Kritis "

DEG!!!!

Bola mata Shea membulat bahkan dunia Shea seakan berhenti berputar, seketika tubuhnya mematung.

" kita kerumah sakit sekarang " ajak Shea setelah sadar dari lamunannya

" Wait... biar gue yang mengantar kalian " ucap Yesaya

" gue ikut " sambung Clara.

Selama perjalanan menuju rumah sakit, tak berhenti nya Shea berdoa di dalam hati untuk keselamatan Alvarez. Wajah Shea sudah memucat, air mata yang terus menetes membasahi pipinya di sampingnya ada Janet yang terus menggenggam tangan Shea yang dingin, terlihat dengan jelas ketakutan, serta kekhawatiran di wajah gadis itu.

Sesampainya di rumah sakit, Shea langsung berlari tak menghiraukan tatapan orang-orang disekitar rumah sakit. Di depan ruang ICU, sudah ada Haidar, Brian, James dan Gilang mereka hanya bisa melihat tindakan dokter melalui kaca.

" Shea... " Brian langsung menghampiri Shea

" gimana Alvarez " Shea melihat beberapa dokter sedang mencoba menyelamatkan Alvarez

" kamu tenang sayang " Brian memeluk Shea dari belakang dan berkali-kali mengecup puncak kepala putri kesayangannya

" aku mohon tuhan..... selamatkan Alvarez, berikan dia kesempatan untuk hidup " batin Shea

Haidar yang juga menyaksikan ketakutan dan kekhawatiran Shea hanya bisa tersenyum pahit, sesekali dia juga ikut menghapus air mata Shea yang menetes.

" kamu harus bertahan cowok muka tembok!!!!! kamu harus tanggung jawab setelah apa yang kamu lakuin ke aku dan perasaan aku!!!!! " pekik Shea

" kamu selalu bilang kalo aku adalah cewek yang paling kamu cinta..... kamu bilang kamu mau aku menjadi pendamping kamu.... tapi kenapa setelah aku menerima kamu, kamu malah lakuin ini semua ke aku!!!!! kenapa kamu selalu buat aku ketakutan.... kenapa kamu selalu biarin aku sedih sekarang!!!! aku mohon bertahan lah " pekik Shea lagi di sela-sela tangis nya

" please come back..... please stay with me " ucap Shea lagi, sekujur tubuh nya terasa lemas beruntung sang ayah langsung mendekap tubuh mungil Shea yang hampir terjatuh

Mereka semua yang melihat keterpurukan Shea hanya bisa menahan isak tangis mereka, terutama Yesaya.

" sebesar itukah kamu mencintai Alvarez... " batin Yesaya " bahkan mungkin, kamu terlihat yang paling hancur setelah Pak Haidar "

" Papi, aku mohon lakuin sesuatu.... selamatkan Alvarez untuk aku Pi.... aku nggak mau kehilangan Alvarez " Shea menatap lekat wajah sang ayah, Brian yang melihat mata putri nya tak henti mengeluarkan air mata hanya mampu memeluk dirinya dengan erat.

" bagaimana Lukas? " Haidar langsung menghampiri Lukas yang baru saja keluar dari ruangan ICU diiringi oleh beberapa dokter dibelakang nya.

" Alvarez- "

" jangan bilang, kalo Lo gagal " tunjuk Shea dengan tatapan permusuhan,

" Alvarez berhasil melewati masa kritis nya, tapi kami harus tetap memantau keadaannya ini adalah kedua kalinya Alvarez dalam ambang- " Lukas tak melanjutkan ucapannya saat melihat sorot mata lelah laki-laki paruh baya dihadapannya.

" Om.... bisa kita bicara sebentar " ajak Lukas pada Haidar dan Brian, mereka pun meninggalkan beberapa orang yang masih berdiam diri.

" Shea.... Lo tenang ya " bujuk Janet

" gimana gue bisa tenang Jan, sedangkan Alvarez gue masih berada didalam sana " balas Shea.

" Alvarez itu cowok kuat.... gue yakin dia pasti bertahan, apa lagi kalo ada Lo " ucap James yang berusaha untuk menghibur hati Shea

" Ra.... Yesaya mana? " tanya Janet

" dia lagi ke toilet " jawab Clara

" hai Clara, how are you? " sapa James, Clara hanya tersenyum membalas sapaan James.

Beberapa saat kemudian, Lukas kembali menghampiri mereka

" Lukas, apa boleh gue liat Alvarez secara langsung? " tanya Shea dengan raut wajah memohon

" tentu... " Lukas tersenyum sambil mengusap puncak kepala Shea yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri, Lukas pun sedikit melirik ke arah Clara sebelum dirinya mengiringi Shea yang akan masuk kedalam ruangan ICU.

" Rez, please jangan buat aku takut " gumam Shea " kamu harus bertahan.... " Shea mengecup kening Alvarez.

" Alvarez cowok kuat.... dia pasti dengar apa yg lo bilang " ucap Lukas

" I know.... " balas Shea

********

" TIDAK Yesaya, oma tidak akan pernah mengizinkan kamu melakukan itu!!!!! " ucap Maryam dengan tegas

" ini hidupku Oma.... aku berhak mengatur jalan hidupku sendiri.... " bantah Yesaya

" kamu adalah satu-satunya keturunan Wijaya... Oma tidak akan pernah membiarkan kamu melakukan itu "

" maaf Oma, tapi aku akan tetap pergi "

Yesaya langsung meninggal kan Maryam yang masih berdiam diri di ruang keluarga bahkan dirinya tak menghirau panggilan Maryam, dengan kecepatan tinggi Yesaya melajukan mobilnya.

" apa Yesaya sudah gila " gumam Maryam dengan penuh emosi

**********

" ma... aku benarkan? " Yesaya merebahkan kepalanya diatas pangkuan sang ibu, Bella tak bergeming dirinya hanya bisa menahan isak tangisnya sambil mengusap lembut kepala sang anak

Merasa sang ibu hanya diam, Yesaya menatap mata sang ibu yang sudah berkaca-kaca

" ma... " Yesaya menangkup wajah sang ibu menggunakan kedua tangan nya, dilihat nya binar mata sang ibu yang mulai rapuh

" aku tahu, mama pasti akan bersikap sama seperti oma tapi ini hidupku aku berhak memilih jalanku sendiri.... sudah cukup kisahku bersama Shea yang berakhir dengan duka ma.... " air mata Yesaya mengalir tanpa permisi, Bella langsung memeluk putra sulungnya dan seketika tanginya pecah.

Bella tak mampu mengeluarkan suara hanya isak tangis nya yang terdengar, Morgan yang melihat kebersamaan merka dari balik pintu pun ikut menitikkan air mata

******

Saat ini, Yesaya dan Morgan sedang duduk di bangku halaman belakang rumah, belum ada satu pun dari mereka yang memulai percakapan, semilir angin malam ikut menyapa mereka berdua.

" selama gue nggak ada, gue titip nyokap ya.... jaga beliau, jangan biarin nyokap sedih "

" seharusnya lo yang jaga nyokap, karena lo anak kesayangan nya... " Morgan terlihat ketus, sedangkan Yesaya hanya tersenyum kecil mendengar penuturan sang adik

" lo inget nggak waktu kita masih kecil, kita selalu rebutan tempat tidur untuk deket sama nyokap dan lo harus selalu ngalah " ucap Yesaya dengan sedikit tertawa di buat-buat

" iya karena lo selalu curang..... dan gue juga inget waktu nyokap beliin gue mainan lo ngamuk karena lo nggak dibeliin padahal mainan lo udah seabrek " balas Morgan dengan tertawa, namun beberapa detik kemudian tawa itu menghilang, Morgan langsung memeluk Yesaya dengan erat

" jangan pergi.... " gumam Morgan disela-sela pelukannya, airmatanya sudah menetes di pipi putih nya.

" gue nggak akan pernah pergi, karena gue akan selalu ada di dalam hati lo " balas Yesaya sambil mengelus pundak sang adik

" terus kalo gue kangen sama lo gimana? " Yesaya langsung mengurai pelukannya, ia menatap lekat dua bola mata sang adik, menghapus tetesan airmata dengan ibujari nya

" gue akan datang " jawab Yesaya, Morgan kembali memeluk sang kaki dan kali ini lebih erat dan dengan jelas Yesaya bisa mendengar isak tangis sang adik.

*************

" ngapain lo tengah malem datang kerumah gue, kayak nggak ada hari esok aja " ucap Daniel dengan kesal, sedangkan yang bersangkutan hanya tersenyum tipis.

Sepulang nya dari kediaman sang ibu, Yesaya melajukan mobilnya menuju rumah sang sahabat untuk berpamitan.

" APA???? " pekik Daniel, dirinya tak pernah berfikir bahwa Yesaya akan mengambil keputusan yang menurut nya itu berlebihan dalam mencintai seseorang.

" gue nggak percaya dengan apa yang baru aja lo bilang.... apa lo udah kehilangan akal sehat huh!!!!! " hardik Daniel

" keputusan gue udah bulet, lo kenal gue udah lama, dan bahkan lo yang paling kenal sifat dan watak gue..... " lirih Yesaya,

Lagi-lagi Daniel menghela nafas berat, kemudian menyugar rambut nya lalu mengusap wajahnya dengan kasar.

" apa tante Bella udah tahu tentang keputusan lo ini? " tanya Daniel setelah dirinya duduk disebelah Yesaya

" mama udah tahu "

" terus apa pendapat tante Bella tentang keputusan lo? "

" mama nggak ngomong apa-apa, mama cuma bisa nangis " Yesaya menundukkan kepalanya saat mengingat kesedihan sang ibu

" itu karena dia sayang sama lo!!!!! nggak ada satupun seorang ibu yang rela anaknya pergi, apa lagi dengan cara kayak gini!!!!! " Yesaya tak bergeming

" tolong sampein salam gue buat Janet, dan permintaan maaf gue ke dia " ujar Yesaya

" kenapa lo nggak ngomong langsung!!!!! "

Suara serak itu, membuat Yesaya dan Daniel mengalih kan pandangan mereka kearah pintu, terlihat Janet yang sudah berdiri disana dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Tanpa aba-aba Janet menghambur kepelukan Yesaya.

" kenapa lo harus ngelakuin ini semua... kenapa lo harus pergi... " tanya Janet di sela isak tangisnya, Yesaya hanya diam tak menjawab.

Yesaya mengurai pelukan mereka

" gue titip ini untuk Shea " Yesaya mengeluarkan amplop berwarna kuning dengan logo bunga matahari dari saku celananya.

" kalo waktu nya udah pas, tolong berikan pada Shea " pinta Yesaya sambil mengulurkan amplop itu pada Janet

" sesekali, kalo kalian punya waktu senggang datanglah ketempat gue... karena gue pasti selalu nunggu kehadiran kalian semua " ucap Yesaya lagi sebelum dirinya beranjak pergi.

" sampai kapanpun aku akan selalu mencintai kamu Shea..... walaupun aku harus mengorbankan segalanya " batin Yesaya