Dugdug-dugdug-dugdug...
Dugdug-dugdug-dugdug...
Suara apa lagi kalau bukan suara detak jantung Pandu, kala ia tengah bertatap mata dengan Aden, dengan jarak wajah yang sangat dekat.
Ternyata tidak hanya jantung Pandu yang berdetak dengan begitu kencangnya. Jantung Aden juga sama. Tidak biasanya Aden merasakan debaran-debaran seperti itu. Apalagi saat ini ia tengah memegang kado pemberian dari Lukman. Pikirannya tiba-tiba membayangkan adegan di video porno yang pernah dikirim sama Lukman tempo hari.
Dalam video itu, Aden tirangat saat pemainnya sedang mamakai alat pengaman, sebelum akhirnya pemain itu melakukan hubungan seks sesama jenis. Tiap-tiap adegan terangkum dengan jelas di benak Aden. Semuanya masih sangat segar dalam ingatan, dan kembali teringat, kala ia memegang kado pemberian dari Lukman.
"Lu kenapa?" Tanya Pandu gugup. Ia dapat merasakan cara Aden menatapnya, sangat berbeda dari biasanya. Tatapan mata Aden saat itu penuh dengan arti.
"Ehm... enggak," Aden juga sama, gugup. Ia mengalihkan perhatiannya ke arah kado dari Lukman yang masih saja ia pegang. "Ada-ada aja ya? Lukman." Ujar Aden, mencoba mencairkan suasana mendebarkan yang sedang terjadi.
Pandu tersenyum nyengir, ia menyandarkan punggungnya ke tembok, menggunakan HPnya untuk menutupi rasa gugupnya. Tatapan Aden barusan, benar-benar membuatnya jadi memikirkan yang iya-iya. Pandu juga sama, ia kembali teringat sama adegan video porno yang pernah ia tonton tempo hari.
Terlihat Aden meletakan kado dari Lukman, ia kembali memegang HP iPhone yang masih berada di dalam kotak, dan tersegel. Aden mengikuti apa yang dilakukan Pandu, duduk dengan menyandarkan punggungnya di tembok, berdampingan dengan Pandu. Tatapan matanya sekarang terfokus pada HP canggih pemberian Pandu.
"Ini pasti harganya mahal," komentar Aden sambil membolak-balikan kotak HP di tangannya.
"Suka nggak?" Tanya Pandu.
Aden menoleh ke arah Pandu, bibirnya tersenyum simpul, sambil menganggukkan kepalanya, "suka, suka banget." Jawab Aden jujur. Bukannya ia matrelistis, Aden hanya mencoba bersikap realistis. Siapa sih yang tidak suka dikasih kado bagus? Lagian juga saat itu momennya memang tepat. Aden sedang berulang tahun. "Makasih ya."
"Heem..." Pandu bergumam sambil memajukan bibir bawahnya. "Baru bilang makasih." Goda Pandu.
Aden tersenyum nyengir, meraih tengkuk Pandu, sambil menariknya pelan, lalu memberikan kecupan di kening Pandu. "Maaf, habis seneng banget sih." Ucapnya setelah beberapa detik bibirnya menempel di kening Pandu.
Keduanya kembali bersitatap, setelah Aden melepaskan ciumannya di kening Pandu. Jarak wajahnya kali ini lebih dekat, hingga hidung mereka hampir bersentuhan satu sama lain. Senyum simpul-pun terbit dari bibir keduanya. Berada dengan jarak sedekat itu, membuat jantung mereka kembali berdebar bersamaan dengan desiran-desiran indah mengalir bersamaan darah, hingga sampai ke tulang sum-sum mereka.
"G-gue juga makasih ya," ucap Pandu gugup lantaran dadanya berdebar sangat kencang. Suaranya juga gemetaran, hampir tidak terdengar. Untung jarak mereka sangat dekat, sehingga indra pendengaran Aden mampu menangkap apa yang dikatakan Pandu barusan.
"Makasih buat apa? Kan aku nggak ngasih apa-apa sama kamu?" Ujar Aden heran. Telapak tangannya yang berotot dengan lembut memijat-mijat tengkuk Pandu.
"Lu... lu kan udah nyium bibir gue. Depan temen-temen lagi." jawab Pandu, rona wajahnya langsung memerah setelah mengatakan itu. "Apa itu artinya hukumannya udah selesai?"
Aden tersenyum nyengir, memamerkan deretan giginya yang rapih, "habis akunya seneng banget, ternyata kamu nggak kecelakaan."
Membuang napas lembut, Pandu memutar bola matanya kesal, "jadi gue harus pura-pura kecelakaan lagi, biar lu mau nyium gue?"
"Nggak perlu, jangan bikin aku panik lagi. Mulai sekarang kalo kamu mau minta, pasti aku kasih." Jawab Aden jujur, tatapan matanya teduh menatap Pandu. "Mau dicium lagi?"
"Eh."
Kedua mulut mereka terdiam, namun diwakilkan oleh tatapan mata keduanya yang penuh arti, tatapan yang seolah sedang mengatakan sesuatu. Suasana mendadak hening, tidak ada lagi yang berbicara, hanya ada suara napas yang memburu terdengar dari mulut keduanya.
Aden membasahi bibir bawahnya menggunakan lidah, sorot matanya lurus menatap bibir Pandu yang sedikit terbuka. Jarak mulut mereka sangat dekat, tidak lebih dari dua senti. Sehingga keduanya dapat merasakan hembusan napas masing-masing.
Dengan sangat pelan dan penuh keraguan, Pandu memajukan bibirnya. Begitupun dengan Aden, ia menyambut kedatangan bibir Pandu dengan mendekatkan wajahnya. Hingga akhirnya dengan sangat lembut dan penuh perasaan, bibir Aden kembali bersentuhan dengan bibir Pandu.
Aden memejamkan mata, meresapi dan menikmati ciuman yang tidak bereaksi, hanya saling menempelkan bibir saja. Sepuluh detik kemudian, Pandu mulai membuka mulutnya pelan, melumat dengan lembut bagian bawah bibir Aden dengan bibirnya. Semantara Aden berusaha mengimbangi permainan Pandu, ia melumat bagian atas bibir Pandu. Aden melakukannya juga sangat lembut, sambil menikmati dengan penuh perasaan.
Beberapa detik berlalu, keduanya saling melepaskan ciuman untuk mengatur pernapassan. Keduanya masih saling bersitatap, jarak wajah juga masih sangat dekat. Senyum nyengir terbit dari mulut keduanya, setelah mereka selesai melakukan adegan ciuman saling lumat yang berlangsung hampir satu menit itu. Selesai mengambil napas, keduanya sudah tidak canggung lagi, saling mendekatkan bibir, dan saling menyambutnya. Hingga ciuman itupun kembali terjadi.
Terlihat Pandu sudah mulai berani agresif, ia membuka mulut, mengeluarkan lidahnya, lalu menyelusup masuk kedalam mulut Aden.
"Eghm..." desahan pelan keluar dari mulut Aden, saat lidahnya sudah bersentuhan, dengan lidah Pandu. Aden tidak menyanggka, ternyata, berciuman bibir dan saling lumat rasanya luar biasa nikmat. Ini adalah pertamakalinya bagi Aden, dan juga Pandu, melakukan ciuman seperti itu.
Keduanya kembali memejamkan mata, menikmati air liur yang berasal dari lidah pasangannya.
Sementara itu, di bawah sana. Alat kelelakian mereka yang masih berada di dalam celana, sudah semakin keras menegang. Benda berbentuk lonjong itu, sudah berdiri sejak pertama mereka saling menempelkan bibirnya, kemudian semakin kencang dan mengeras, setelah lidah keduanya saling bertautan, hingga bertukar air liur di dalam mulut Aden.
Telapak tangan Aden yang berotot mencengkeram tengkuk Pandu kala lidahnya sedang asik bergulat dengan lidah Pandu. Rasanya ia tidak ingin melepaskan ciuman itu.
Tangan kiri Pandu, perlahan mulai mengalung di pundak Aden. Sementara telapak tangannya meremas kuat lengan kekar milik Aden.
"G-gue... boleh pegang nggak?" Ucap Pandu dengan napas yang tersengal.
"Hem?" Aden tidak bisa menangkap dengan jelas suara Pandu. Karena selain Pandu berbicara dengan napas tersenggal, pada saat mengatakan itu mulut dan lidah mereka masih saling bergulat.
Pandu melepaskan ciuaman, sorotmatanya lurus menatap mata Aden. "Gue pingin megang punya elu." Ucap Pandu berbisik, memperjelas ucapan sebelumnya.
"Iya nggak papa, tapi aku malu." Ucap Aden. Ia juga berbicara dengan berbisik.
"Malu kenapa?" Heran Pandu.
"Soalnya punyaku udah bediri," jawab Aden polos, seperti biasa.
Pengakuan Aden membuat Pandu tersenyum nyengir, ia mendekatkan mulutnya di bibir Aden seraya berbisik, "justru gue penasaran, pingin pegang punya lu pas berdiri."
Bisikan itu juga membuat Aden tersenyum, rona wajahnya merah karena tersipu. "Yaudah pegang aja." Ucap Aden santai.
Lantaran sudah mendapat lampu hijau dari pemiliknya, tanpa menunggu lama telapak tangan Pandu langsung menyentuh pangkal selangkangan milik Aden dari luar celana.
Jantung Pandu berdebar semakin kencang, kala telapak tangannya merasakan kejantanan Aden menegang sangat keras. Meski ia menyentuh dari luar celana tapi ia sangat yakin jika ukurannya sangat besar. Telapak tangan Pandu mengusap sambil sesekali mengocok gundukan besar milik Aden. Merasa penasaran, lantaran tidak puas hanya menyentuh dari luar celana, kemudian tanpa ragu telapak tangannya mulai menyelusup masuk kedalam celana kolor, dan langsung menerobos celana dalam milik Aden.
Deg!!
Pandu menelan ludahnya susah paya, saat telapak tangannya sudah berhasil menggenggam kejantanan milik Aden. Ia bisa merasakan, terrnyata ukurannya benar-benar besar, hingga genggaman telapak tangannya hampir tidak cukup saat memegang nya. Pandu tidak bisa membayangkan jika benda sebsar itu masuk kedalam lubang miliknya, seperti dalam video yang sudah pernah ia lihat. Rasanya pasti sangat sakit, akan tapi Pandu merasa penasaran, dan sangat ingin mencobanya.
Dari dalam celana, telapak tangan Pandu mulai beraksi mengocok benda berbentuk lonjong milik Aden.
Hal itu tentu saja membangkitkan gairah Aden, deru napasanya semakin memburu, dan aliran darahnya semakin deras. Aden kembali menciumi bibir Pandu lebih agresif lagi. Kedua tangannya menyelusup ke balik punggung Pandu, lalu memeluknya erat.
Tangan Pandu yang satunya mulai nakal, sampai berani menarik celana kolor berikut celana dalam Aden, hingga sampai di atas lutut, untuk memudahkan pergerakan tangannya agar lebih leluasa. Dan hasilnya kini pantat montok Aden dapat terlihat jelas, bulu-bulu halus di bagian pangkal kemaluan juga nampak indah dipandang mata. Semakin terlihat indah dengan alat kejantanannya yang sudah mengacung dengan begitu gagahnya.
Aden yang peka dengan apa yang dilakukan Pandu, ia mengangkat sedikit bokongnya supaya Pandu lebih mudah melakukan kocokan pada alat vitalnya.
Pergulatan di atas kasur semakin agresif, membuat kondisi mereka terlihat sangat acak-acakan.
Tok... tok... tok...
Deg!!
Adegan panas yang dilakukan Pandu dengan Aden langsung terhenti, kala mereka mendengar suara ketukan pintu dari luar sana. Keduanya terdiam dan saling melebarkan mata.
Tok... tok... tok...
Pintu kembali diketuk, membuat mereka tersadar, jika mereka harus segera mengakhiri adegan panas mereka.
Dengan sigap, keduanya langsung melepaskan pelukan, dan ciuman itu. Pandu juga langsung melepaskan benda yang mungkin akan membuat lubang miliknya sakit, jika tidak ada yang mengetuk pintu kamar kos mereka.
Buru-buru Aden menarik kembali kolor, berikut celana dalam yang sudah turun hingga di atas lutut. Keduanya merapikan kondisi tubuh mereka yang sudah terlihat sangat acak-acakkan.
Tok... tok... tok...
Aden dan Pandu mengatur napas mereka supaya tidak terdengar seperti habis melakukan sesuatu.
Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya Pandu dan Aden melepaskan secara perlahan. Setelah pernapasan dan detak jantung mereka stabil, terdengar Pandu membuka suara untuk menanyakan siapa yang sudah mengganggu aktifitas panas mereka.
"S-siapa?" Suara Pandu masih terdengar gugup.
Tok... tok... "sayang buka pintunya, apa kamu ada di dalam?"
Deg!!
Jantung Aden dan Pandu seperti akan loncat dari tempatnya, saat ia sudah mendengar suaranya yang sudah sangat akrab di telinga mereka.
"Pandu... Aden... buka pintunya, ini mamai sayang."
Pandu dan Aden saling beristatap dan melebarkan mata, saat mereka benar-benar yakin, jika yang mengetuk pintu kamar kos mereka adalah ibu Veronica.