Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Adventure of The Bad Boys

🇮🇩Yuliana_Yustian
--
chs / week
--
NOT RATINGS
9.7k
Views
Synopsis
"Aku sudah muak dengan semua ini, kalian membuat aku gila!" Elizabeth murka, sorot matanya menyala tajam. "Tenang saja, jika kau gila kami pastikan akan mencarikan Dokter spesialis yang terbaik." "Kau!" Elizabeth menggertakan giginya. "Sebaiknya kita tinggalkan mereka. Biarkan saja anak-anak nakal itu mengurus hidupnya sendiri. Aku sudah lelah!" Alfred merangkul bahu istrinya dan membawanya pergi. Mendapatkan ancaman itu tidak membuat ketiga anaknya takut. Mereka masih berdiri santai, mengabaikan kedua orang tua itu pergi meninggalkan rumah penuh kekecewaan. Dan setelah memastikan kedua orang tuanya pergi, mereka bersorak bahagia. Namun kebahagiaan itu tak lama saat kehadiran bayi perempuan diantara mereka. Dan, seorang baby sister yang cantik mampu membuat mereka jatuh hati. Mereka berlomba untuk mendapatkan hati Rosalinda. Siapakah yang dapat meluluhkan hati Rosalinda? Dan, mampukah Rosalinda merubah sikap buruk tiga bersaudara itu?

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Awal

Brooooom

Suara knalpot terdengar begitu nyaring, memekakan telinga. Sebuah motor besar meliuk-liuk di jalanan kota Astina. Tiga buah motor polisi melaju kencang mengejar motor yang membuat pengguna jalan resah, akibat ulahnya. Bukan takut, brandal jalanan itu justru tertawa senang. Dia menambahkan kecepatan roda dua hingga membuat polisi kewalahan. Brandal dan polisi itu kejar-kejaran di jalanan yang tidak pernah sepi.

Sedangkan, seorang perempuan bersurai madu, berlari di trotoar dan melintasi jalan tanpa melihat kanan dan kiri. Dia menjerit histeris saat motor besar dengan kecepatan tinggi siap menghantam tubuhnya yang ringkih, semua orang yang berada di tepi jalan menjerit, hingga membuat wanita itu menoleh. Dia menutup wajah dengan kedua telapak tangan dan berdiri mematung di tengah jalan beraspal. Hal itu membuat si pengendara geram.

"Matilah, kau!" ucap si pengendara. Ia frustasi, jika memang harus menabrak orang.

Cekiiiiit

Motor itu berhenti, si pengendara lebih memilih mencengkram rem motor dibanding membiarkan satu nyawa melayang.

"Oh, shit!" Dia mengumpat saat dia sadar bahwa polisi telah mengepungnya.

Tidak peduli, dia turun dari motor dan menghampiri perempuan yang masih mengalami shock berat. Perempuan itu yang tadinya berdiri, kakinya lemas bagai jeli, dia berjongkok dengan tetap menutup wajah dengan kedua tangan dan menunduk.

"Hey bodoh, bangun! Kuhajar kau! Apa kau buta, hah. Menyeberang pakai mata!" berang pria itu, dia hendak memukul kepada perempuan yang mendongak dengan mata berair. Namun ditahan oleh seorang polisi. Pria itu menepis tangan polisi, "Lepaskan!"

"Ayo, ikut kami!" ucap polisi itu.

"Tidak!" Dengan kasar pria brandal itu menepis tangan polisi.

"Hey, kau! Aku akan mencarimu dan membuat kau menderita, setelah ini!" berang-nya mengancam gadis yang masih setia menunduk.

"Maaf, Tuan," ucapnya lirih.

"Maaf? Tidaklah kau tahu, karena kau aku akan terkena masalah!" Ia berteriak, kakinya hendak menendang perempuan yang tidak berdaya. Namun segera seret oleh dua orang polisi.

"Awas, kau!" ancamnya dengan mengacungkan jari telunjuk. Matanya menyala tajam penuh kebencian. Perempuan itu hanya diam dengan terduduk di jalan beraspal, hingga seorang wanita tua berjalan menghampiri dan membawanya ke tepi jalan.

***

Di tempat yang berbeda, di sebuah bar yang terkenal di kota Astina, satu orang pria yang mengenakan setelan jas hitam, sedang memukuli pria berambut ikal. Pukulan itu membuat pria itu tersungkur ke lantai. Tidak ada yang berani melerai, mereka hanya bisa bersorak menyemangati pria yang sedang menginjak perut lelaki berambut ikal itu.

"Ampuni aku, Tuan," mohon Pria itu dengan napas yang mulai tersengal.

"Beraninya kau mengambil uang perusahaanku!" berangnya tanpa ampun.

Suasana bar kini berubah mencekam, siapa yang tidak kenal ia. Seorang pengusaha kaya yang kejam dan tempramental. Kini mereka menyaksikan sendiri kekejamannya. Amarahnya memuncak saat dia mengetahui bahwa orang yang sangat dipercaya telah menggelapkan uang. Tidak menunggu hari esok, setelah bukti dipegang dia mencari pria berambut ikal itu dan menghajarnya membabi buta, hingga tak berdaya.

Diam-diam seseorang menyaksikan kekejaman pria yang hampir membunuh dengan tangan kosong. Dia tidak bisa menyelamatkan si ikal, hingga dengan keberanian yang kecil dia menghubungi pihak berwajib melaporkan telah terjadi penganiayaan di bar. Ia pun menunjukan tempatnya. Hingga tidak berselang lama polisi datang dan meringkus pria kejam itu. Sedang pria berambut ikal itu sudah tidak sadarkan diri dengan wajah yang babak belur. Dia dilarikan ke ruang sakit dan pria kejam itu dimintai pertanggungjawaban oleh pihak berwajib.

Di dalam kantor polisi, pria berambut pirang itu melihat sosok yang sangat dikenal. Seorang anak remaja berambut merah. Dia sangat mengenal anak remaja itu, hingga berjalan cepat dan membalikan badan anak remaja itu. Benar saja, anak remaja yang mengenakan kaos hitam bergambar tengkorak dan celana yang robek di lutut adalah adiknya.

"Rocky, kau hebat sekali berada di kantor polisi," ucap pria yang mengenakan setelan jas yang ditangkap karena memukul orang hingga koma.

Perkataan pria itu membuat semua orang yang ada di ruangan itu menoleh dan satu polisi mengusap wajahnya dengan kasar.

"Edward, kau datang untuk menolongku?" tabak Rocky.

"Aku ditangkap karena membuat perampok hampir mati," jawabnya enteng dengan merengkuh pundak Rocky.

"Kenapa tidak kau bunuh saja sekalian," jawab Rocky.

"Tadinya, tapi … tuh, mereka membawaku ke tempat ini!" Edward menoleh ke arah polisi yang sedang duduk.

"Tunggulah, akan kuhubungi pengacara," ucap Edward.

"Tidak perlu, aku sudah menghubungi orang tua kalian!" tukas seorang polisi.

Edward dan Rocky saling bertatapan dan menghembuskan napas kasar.

"Perempuan dan lelaki cerewet pasti akan memarahi kita habis-habisan," keluh Rocky.

Tidak berapa lama. Seorang perempuan paruh baya mengangkat gaunnya tinggi, dia berjalan beriringan dengan seorang pria paruh baya yang mengenakan jas berwarna grey senada dengan gaun yang dikenakan istrinya. Setelah keluar dari mobil sport hitam, mereka berjalan cepat memasuki kantor polisi.

Sudah menjadi rutinitas mendatangi tempat itu, nyatanya anak bungsunya itu selalu ditangkap karena sering mengikuti balapan liar. Namun, dia dikejutkan dengan sosok pria yang sangat dikenal, anak sulungnya juga sedang duduk bersebelahan dengan putra bungsunya, Rocky.

"Edward, apa kau datang untuk membebaskan adikmu?" tanya Elizabeth.

Merasa dipanggil, Edward pun menoleh begitu pula dengan Rocky.

"Nyonya Elizabeth dan Tuan Alfred, silahkan duduk," seru salah seorang polisi.

Kedua orang tua itu pun duduk. Seperti biasa dia akan mendengarkan ceramah panjang dari pihak berwajib itu. Seandainya saja dia tidak malu dengan klien, dia lebih memilih dan membiarkan anaknya terkurung di penjara. Namun, dia tidak bisa melakukan itu.

Elizabeth mengatakan pada polisi yang menangani kasus Rocky, bahwa dia tidak perlu dipanggil jika Edward datang untuk menjamin Rocky. Namun, dia benar-benar tidak percaya, saat polisi menjelaskan bahwa Edward datang bukan menjamin, tetapi karena memiliki masalah. Tentunya hal itu membuat Elizabeth dan Alfred marah. Melihat mata Elizabeth merah karena menahan amarah, Edward pun membuka suara.

"Aku bisa mengurus masalahku sendiri," ucapnya.

"Dengan bantuan pengacara dan ramai dibicarakan publik? Kau ingin membuat kami malu!?" berangnya.

Edward melengos tidak menanggapi ucapan ibunya, sedangkan Alfred mulai berbicara untuk menjamin kedua anaknya.

Elizabeth tidak membiarkan Edward mengendarai mobilnya sendiri, begitupun dengan Rocky, dia tidak membiarkan anak bungsunya mengendarai motor. Berada satu mobil dengan Elizabeth membuat Edward dan Rocky menulikan telinga. Pasalnya, sejak tadi ibunya tidak berhenti mengoceh dan itu membuat Edward dan Rocky memasang headset. Elizabeth yang sejak tadi duduk dengan bibir tidak henti berbicara, mulai curiga karena sejak tadi dia tidak mendengar bantahan dari kedua putranya. Dia pun menoleh ke arah Edward dan Rocky, dan itu membuat Elizabeth murka.

"Apa kalian pikir suaraku bagai angin yang harus diabaikan!?" marah Elizabeth dengan menarik kabel headset dari telinga kedua anaknya.

"Aku rasa suara angin lebih membuat kita nyaman."

"Rocky! Beraninya kaaaaau!" Mata Elizabeth membola sempurna.

Bersambung ….