"Delima," ucap Andham yang bahkan tidak lagi malu untuk memperlihatkan bahwa ia memang sedang menangis. "Jangan tinggalkan aku lagi. Kumohon padamu, Delima. A—apa pun, apa pun akan aku lakukan demi bisa bersamamu."
"Kau memang keras kepala!" ujar Delima, lagi.
Andham menatap wajah gadis itu tanpa melepaskan pelukannya seolah ia takut bila ia melepaskan pelukannya gadis itu akan kembali menghilang.
"A—aku memang keras kepala," Andham mengangguk-angguk ia tersenyum namun juga menangis, air mata itu begitu deras menuruni kedua pipinya.
"Dan kau malah menangis," ucap Delima. "Kenapa kau selalu menungguku di sini, Andham?"
"T—ternyata benar," ucap Andham dengan tersendat-sendat sebab rasa bergemuruh yang begitu hebat seolah memecahkan dadanya kini itu. "K—kau, kau tahu aku selalu menunggumu di sini?"
"Tentu saja," Delima mencoba tersenyum, namun senyuman itu terlihat tak seindah yang dahulu. "Kenapa, Andham? Tidakkah kau punya kehidupan sendiri?"