"Ya Tuhan…" Seta Adiprana melipat kedua tangan ke dadanya, wajahnya terlihat bersedih. "Dan sekarang, kau membawa juga Delima. Malangnya nasibku, tidak seorang pun yang berada di pihakku."
"Dasar!" Anya Triastuti terkikik seraya mengusap-usap punggung sang suami.
Delima ikut tertawa, ia mendekat dan langsung memeluk sang ayah.
"Ouh, putriku yang jelita," Seta tersenyum lebar, mengecup kening sang buah hati.
"Bolehkah aku selalu memelukmu, Ayah?"
Seta Adiprana tertawa-tawa dengan begitu berbahagia, begitu pula halnya dengan Anya Triastuti.
"Dasar gadis bodoh!" ucap Anya seraya mengusap kepala Delima. "Kau sama saja seperti ayahmu ini."
"Benarkah itu Bunda?" tanya Delima.
"Yaa," Anya mengangguk-angguk dengan cepat. "Manja. Maunya selalu dipeluk."
"Aku tidak begitu!" protes Seta pada istrinya.
"Oh, ya?" Anya mendelik sembari bertolak pinggang.
"Iya, iya…" Seta mengangguk dengan cepat, hal ini membuat Delima tertawa cekikan.