"Tentu," sahut Andham. "Demi kamu—aah, maksudku, persahabatan kita ini," Andham menelan ludah sembari membuang wajahnya. "Aku pasti akan rela membantumu, Delima."
Delima tersenyum. Ooh, Andham… kau memang sangat berharap kepadaku, gumamnya di dalam hati.
Tapi, maafkan aku, Andham. Aku sudah punya pilihan. Ya Tuhan… apa yang sudah aku lakukan? Aku tidak ingin menyakiti perasaan laki-laki baik yang satu ini.
"Baiklah," kata Delima kemudian. "Pagi esok aku akan menunggumu di sini, Andham."
Sang gadis menyantuh bahu pria itu sekali lagi sebelum akhirnya berdiri.
"Terima kasih."
"Tidak," sahut Andham, ia pun berdiri, berhadap-hadapan dengan sang gadis. "Kau… tidak perlu mengatakan itu."
Lalu, keduanya pun turun dari batu tersebut. Langit sore ini begitu indah seindah perasaan pria 30 tahun itu sekarang.
Di satu titik pantai mereka sama berhenti.
"Baiklah, Andham," ujar Delima, aku akan pulang ke rumah ibuku.
Andham mengangguk. "Sampai bertemu besok pagi, Delima."