"Ke—kenapa kau melakukan ini padaku…?!" teriak Keisha, ia merosot dari sofa itu, jatuh berlutut di atas karpet.
Semua hal yang telah ia susun dengan sangat rapi di dalam keinginan pikirannya, itu semua tak lebih seperti sebuah kaca tipis yang lebar dan rapuh. Lalu kini sebuah batu terlontar, menjadikan kaca itu pecah berderai meremukkan dadanya.
"Sekarang kau tahu," ujar Callysta. "Bagaimana sakitnya dimanfaatkan orang yang kau sukai, orang yang kau harapkan menjadi kekasih yang menuntun pada hidup yang lebih indah. Tapi tidak, kau hanya memanfaatkan keluguanku, dan setelah kau puas, kau menghilang begitu saja. Kau pikir, seperti apa aku harus menjalani kehidupanku selama delapan tahun kau menghilang, hemm?"
"Kau beruntung," ucap Darmawan pula pada Keisha. "Jika bukan karena Callysta menangis-nangis padaku demi melindungi nyawamu, aku mungkin sudah mengirimkan satu dua orang ke Lampung untuk mencincangmu lalu melemparkan tubuhmu untuk menjadi makanan bagi anjing-anjing liar."
