"Yaah," Arni mengangguk dengan senyuman manis dan pipi merona. "Seperti yang telah diprediksi oleh Om Pram sebelumnya, Pa, berlian milik Keisha itu sangat dikagumi oleh tamu undangan."
"Begitu, ya?" Dimas mengangguk-angguk.
"Tidak sedikit yang mengagumi berlian biru itu."
"Ya, memang sudah seharusnya, meskipun Papa belum melihat langsung."
"Papa ingin ikut besok ke pelelangan itu?"
"Tidak," Dimas tersenyum. "Tidak perlu, Sayang. Papa tidak ingin membebani kamu."
"Pa," Arni kembali berlutut di hadapan sang ayah. "Papa jangan ngomong seperti itu. Sudah kewajiban seorang anak untuk melakukan apa saja bagi orang tuanya."
Dimas menghela napas dalam-dalam sembari tersenyum bahagia. Ia mengelus pipi putrinya itu.
Arni merebahkan kembali pipinya di lutut sang ayah.
"Papa tahu, Sayang," ujar Dimas. "Tapi, tidak. Terima kasih. Ini adalah era kamu, Sayang. Era di mana kamu berhak mendapatkan segala pujian dan kebahagiaan setelah apa yang kamu lakukan terhadap EO kita."