Sebenarnya, Kurnia ingin berbicara dengan Keisha andai saja anaknya pulang lebih awal di malam itu.
Tapi, tidak.
Keisha bahkan belum pulang ketika Kurnia bersabar menunggu hingga jam dua malam. Tidak ada yang bisa terpikirkan oleh Kurnia selain anaknya itu pastilah menginap di tempat lain, atau setidaknya di rumah Arni.
Kurnia duduk melamun seorang diri di ruang keluarga. Tatapannya nanar memandangi lantai berlapis ambal di bawah meja bundar itu.
Berulang kali helaan napas yang panjang terdengar dari mulutnya, lalu helaan itu berubah menjadi suara desahan yang panjang, begitu lirih begitu sedih.
Segala kekesalan, kemarahan dan kekecewaan bertumpuk menjadi satu menyesakkan dadanya. Dan perlahan-lahan semua itu berubah menjadi kesedihan yang mendalam.