Anya tersenyum semakin manis. "Aku berpikir untuk merayakan ini dengan sesuatu yang spesial."
Seta terkekeh lagi mendengar ucapan istrinya tersebut. "Kau tidak perlu melakukan itu, Sayang. Kau tahu, setiap waktuku bersamamu adalah sesuatu yang spesial."
"Benarkah?"
Wajah Anya sedikit menampakkan hal berbau kecemburuan dan ketikakyakinan dengan ucapan suaminya tersebut.
Bukan menjadi marah, Seta justru semakin tertawa renyah menyikapi hal itu.
"Ayolah," ujar pria tersebut. "Jangan bilang kalau kau akan mengungkit-ungkit lagi cerita lama itu?"
"Cerita yang mana satu?" ujar Anya dengan gerak-gerik yang begitu manja.
Kini keduanya telah berada di depan lift, dan menunggu untuk beberapa saat.
Seta tertunduk menggeleng-gelengkan kepala, dua tangan berada di pinggang.
"Kau pasti cemburu lagi pada cerita kebersamaanku dengan Delisa."