Pulang dari rumah sakit, mobil melaju menuju sebuah rumah mewah di tengah Kota. Arasha turun dari mobil, diikuti Arland yang kini terlihat panik.
"Sa?! Mau ngapain?!" Sentak Arland, mencoba menghentikan langkah Arasha. Tangannya mencekal kuat tangan sang istri, menahannya.
"Pura-pura gak ngerti?! Ini rumah Rachel. Aku mau ngomong sama dia dan orang tuanya buat gak ganggu atau macem-macem sama kamu. Kalau kamh coba hentiin, berarti kamu suka digodain Rachel." Tegas Arasha.
Arland syok. Dia panik sendiri. "Sa—"
"Apa?! Mau ngelarang?!" Mata Arasha berkaca-kaca, tampak hendak menangis.
Melihat itu, Arland panik sendiri. Dia tidak mungkin melarang Arasha. Tetapi, jika dia membiarkannya, perusahaan dia bisa kehilangan investor besar. Dan Arland belum membicarakan ini dengan para dewan direksi di kantornya.
"Sa… oke. Terserah kamu." Kata Arland, akhirnya. Dia memilih keluarganya. Dia memilih istrinya yang sangat dia cintai. Dia tidak peduli bagaimana nasib perusahaannya nanti.