Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi. Namun, cahaya matahari masih belum terlihat. Mungkin efek dari musim dingin yang jatuh bulan ini. Dimana suhu berada di titik yang cukup rendah. Namun, salju masih belum turun.
Baru saja kelopak matanya terbuka, memperlihatkan iris berwarna biru safir yang dia miliki, Arland sudah disuguhkan pemandangan cantik di depannya.
Arasha, sang istri yang dia benci.
Ya… setidaknya itu dulu. Karena sekarang, perasaan Arland mulai nano-nano. Bercampur menjadi satu tanpa bisa dia mengerti. Yang jelas, antara benci dan kasihan menjadi satu.
Meski dia tidak sebenci seperti sebelum menikah, tetap saja Arland bertekad untuk bercerai dari gadis itu. Dia ingin hidup sendiri dan memberikan Arasha pada Dylan.
Setidaknya dia akan memegang rencana ini sampai Dylan memiliki pendamping hidup. Seseorang yang akan mendampingi Dylan sebaik Arasha dahulu mendampinginya. Dan Arland berharap, Dylan tak lagi ditinggalkan.