"Kamu akan dijodohkan." Sentak Angel, ibunya.
Arasha yang baru saja pulang dari kantor terkejut mendengarnya. Dia tentu langsung menolak hal itu dengan tegasnya. Namun, sang ibu tampaknya sangat keras kepala. Seolah belum puas membuat Arasha syok, sang ibu kembali memberinya ultimatum yang sangat kuat hingga membuat Arasha menganga lebar di tempat.
"Kamu akan dijodohkan dengan dua orang sekaligus!"
"What?! Mamah bercanda ya?! Asa harus mengurus dua suami?! Yang benar saja! Suami satu saja Asa tidak minat, apalagi dua!" Elaknya.
"Mamah gak mau tahu. Kamu harus menerimanya." Entah sudah berapa jam lamanya perempuan berambut pirang tersebut berdebat dengan sang ibu yang hendak menjodohkannya.
Lebih tepatnya memaksanya untuk menikah.
Usianya masih belum genap dua puluh tiga tahun. Dan sang ibu terus saja membicarakan tentang pernikahan seolah-olah dirinya sudah berusia lebih dari tiga puluh tahun.
Sungguh, dia jengah mendengarnya setiap hari. Saking jengah nya, dia sampai memilih untuk menulikan pendengarannya dan berpura-pura seolah tidak mendengar apapun.
"Arasha Orlean, Mamah sedang bicara!" Teriakan sang ibu membuat perempuan cantik yang biasa dipanggil Asa tersebut menghela nafas berat. Dia melepaskan earpods di telinganya, menatap sang ibu dingin.
"Kita udah bicarain ini berkali-kali, Mah! Dan jawaban Asa masih sama. Asa gak mau menikah. Asa mau hidup sendiri, melajang seumur hidup." Tolaknya keras.
Wajar bukan Angel, ibu kandung Arasha memaksa putrinya untuk segera menikah. Bagaimana tidak? Setelah lulus sekolah menengah atas, Arasha tidak pernah memiliki hubungan dengan siapapun. Saat itu, Arasha beralasan bahwa dirinya ingin fokus kuliah. Angel tentu mempercayainya.
Dia membiarkan putrinya, membebaskannya hingga lulus kuliah. Kemudian, setelah lulus kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan ternama, Arasha juga masih tak kunjung mendapat kekasih. Alasan yang Arasha berikan adalah ingin fokus bekerja. Dan kali ini, Angel tidak percaya.
Putrinya benar-benar tampak tidak tertarik kepada pria manapun. Berkali-kali Angel berusaha untuk mendekatkan Arasha dengan seorang pria, namun Arasha menolak.
Sampai pada di titik dimana Angel bertanya alasan mengapa putrinya tidak memiliki kekasih setelah putus hubungan dengan kekasih lamanya.
Dan sebuah fakta mengejutkan Angel terima.
Putrinya tidak ingin menikah. Arasha memilih untuk melajang seumur hidup, merawat kedua orang tuanya.
Hal ini tentu saja memukul telak Angel. Arasha adalah putri tunggal. Tentu saja semua ibu akan merasa khawatir saat mengetahui putrinya tidak ingin menikah.
Setiap kali Angel menanyakan alasan mengapa Arasha tidak ingin menikah, Arasha terus saja berdalih panjang lebar. Jawabannya tidak ada yang masuk akal. Entah apa alasan sebenarnya dari putrinya itu.
"Mamah gak mau tahu. Besok kamu harus ikut Mamah. Kali ini kamu udah gak bisa menolak lagi. Apapun yang terjadi, kamu harus menikah dengan laki-laki yang Mamah pilihin kali ini." Keputusan Angel kali ini sangat mutlak dan tidak bisa dibantah. Lebih tepatnya tidak ingin dibantah.
Jika sudah seperti ini, Arasha hanya bisa menghela nafas pasrah. Mau tidak mau, dia harus menjalankan rencananya untuk membuat pihak pria menolak perjodohan ini.
***
***
***
"Jadi, lo bakal pakai rencana sebelum-sebelumnya? Bikin cowok-cowok yang dijodohin sama lo nantinya ilfeel?" Raya, sahabat Arasha sejak sekolah menengah atas duduk di depan Arasha seraya melahap hotdog di tangannya.
Arasha hanya memiliki satu teman. Dan itu Raya. Dia sangat jatang bergaul selama kuliah. Fokusnya hanya pada belajar dan belajar. Jangankan bergaul. Hidupnya yang terlalu lurus membuat Arasha bahkan hanya mengenal segelintir teman satu jurusannya.
Beruntung, Raya satu kampus dengannya.
Meski berbeda jurusan, keduanya seringkali memiliki jam kelas yang sama.
Arasha sendiri mengambil jurusan psikologi. Pekerjaannya kali ini adalah sebagai seorang HRD sebuah perusahaan ternama. Dan Raya sendiri memilih jurusan akutansi.
Takdir seolah berpihak pada mereka. Tak hanya kuliah di Universitas yang sama, keduanya juga bekerja di tempat yang sama. Hanya saja, Raya sebagai seorang manager pemasaran sedangkan Arasha seorang HRD.
Seraya menyeruput kopi di tangannya, Arasha menjawab. "Yap. Gue bakal makan dengan kaki yang gue naikin ke atas kursi, gue bakalan jalan sambil ngangkang—"
Raya yang mendengar kata-kata 'ngangkang' langsung tertawa terbahak-bahak. "Gak sekalian kayang lo?!" Potongnya disertai tawa yang masih menggelegar, membuat beberapa pengunjung Cafe menatapnya risih.
Raya yang notabenenya selalu memalukan tentu saja tidak mempedulikan hal tersebut. Jangankan seisi Cafe, seisi dunia memandangnya pun dia tidak peduli. Alih-alih merasa malu, yang ada Raya akan merasa dirinya bak seorang model Miss Universe.
"Punya temen otaknya ketinggalan di rahim." Cibir Arasha. Dia berdecak seraya menggelengkan kepalanya, tidak menyangka dengan tingkah sahabatnya.
"Habisnya lo bilang jalan sambil ngangkang. Habis malam pertama atau gimana? Perawan ting-ting sok-sok an." Ledek Raya kembali.
Kali ini, wajah Arasha berubah masam. Dia merasa harus meralat ucapan sahabatnya. "Gue udah gak perawan barangkali lo lupa." Ralatnya, membuat Raya langsung bungkam seketika.
"Oh iya... gue lupa lo janda." Sahut Raya dengan rasa bersalah.
"Sabar ya Sa... doa aja biar yang kali ini tuh cowoknya ganteng, tinggi, kalau bisa sih yang kayak Arland." Lanjut Raya, membuat Arasha ingin muntah seketika.
"Gue udah bilang jangan sebut nama Arland lagi di depan gue. Lo lupa atau gimana?" Arasha kesal. Dia dan Arland adalah musuh bebuyutan sejak kecil. Hidupnya terasa tenang tanpa adanya sosok Arland setelah lulus sekolah menengah atas. Meski dia harus rela untuk tidak bertemu dengan Dilan, mantan kekasihnya, setidaknya Arasha lega karena hidup tanpa gangguan Arland.
Ah tidak, dia lega karena berhasil bersembunyi dari Arland.
Raya yang lupa bahwa sahabatnya sangat membenci Arland, kini semakin merasa bersalah. "Hehe... sorry... gue gak sengaja." Ucapnya penuh penyesalan.
Arasha hanya berdeham tanpa merespon apapun. Dia selalu sensitif jika menyangkut tentang Arland.
Padahal, Arland adalah bosnya sendiri.
***
***
***
Dan disinilah Arasha berada. Di dalam sebuah restoran bintang lima, duduk dalam balutan dress ketat yang membuatnya tidak leluasa untuk bergerak.
Dress yang hanya sepanjang bawah pantatnya itu benar-benar mengganggu Arasha. Membatasi pergerakannya.
Angel, sang ibu memaksa Arasha untuk menggunakan dress sialan ini. Apalagi tujuannya jika bukan untuk membuat Arasha seperti wanita?
Angel sudah sangat kesal karena setiap kali menjodohkan Arasha dengan seseorang, Arasha akan bertingkah tidak normal. Cara makannya tiba-tiba seperti hewan, bahkan hingga ke cara berbicaranya. Dengan dress pendek dan ketat ini, dipastikan Arasha tidak berani melakukan hal itu.
"Kenapa sepi? Apa harganya terlalu mahal?" Gumam Arasha sewaktu menyadari bahwa seisi restoran ini benar-benar sepi, hanya ada mereka dan para pekerja.
Angel yang mendengar hal itu segera menjawabnya. "Mereka menyewa nya. Khusus untuk pertemuan kali ini." Jawab Angel.
Seketika, Arasha menyadari sesuatu. Bahwa pria yang kali ini dijodohkan dengannya bukanlah pria sembarangan. Jika pria-pria sebelumnya kebanyakan berprofesi sebagai pengacara, dokter, dosen, kali ini Arasha yakin sangat jauh dari mereka semua.
Dan entah mengapa, firasat Arasha terasa tidak baik.
"Yang mau dijodohin sama Asa sebenarnya siapa Mah?" Tanya Arasha dengan wajah penuh ke khawatirkan.
Angel kini menatap putrinya dengan rasa bersalah. Melihat ekspresi Angel, Arasha langsung menebaknya. "Jangan bilang..." secepat kilat, Arasha menggeleng kuat. Dia mencoba menepis satu nama yang ada di otaknya.
"Arasha gak mau, Mah!" Tolaknya kuat.
Angel tersenyum tipis. "Bukan hanya dia. Ingat! Kali ini kamu akan memiliki pilihan."
"Mah!"