"Besok kau harus membuat sang billionaire mengeluarkan uang dalam jumlah yang lebih fantastis, baby." Ucapnya entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian di dalam ruangannya.
--
Hentakan alunan musik masih saja terdengar memekak telinga. Semakin larut para pengunjung semakin berdatangan. Banyak di antara pengunjung yang ingin sekedar melepas penat, akan tetapi ada juga yang mencari kehangatan dari dinginnya sapuan udara malam yang kian menusuk tulang.
Berbagai minuman dari merk terkenal tampak berjejer rapi dan tak lupa satu merk terkenal dengan harga termahal yaitu Pasion Azteca Platinum Liquor Bottle by Tequila Ley juga tampak berdiri dengan gagahnya.
Pasion Azteca Platinum Liquor Bottle by Tequila Ley adalah salah satu minuman yang menjadi pavorit dari Darren Ewald Gilbert, sang billionaire yang terkenal akan ketampanannya.
Bertahun - tahun yang lalu tak pernah dia lewatkan meskipun hanya sehari saja, akan tetapi semenjak menjalin hubungan dengan Putri Kafeel, dia pun tak lagi menyentuh minuman - minuman tersebut.
Kini, setelah hubungannya berakhir tragis. Seorang Darren kembali merajuk pada minuman - minuman tersebut. Bahkan tak sehari pun dia melewatkannya. Dan saat ini pun deretan Pasion Azteca Platinum Liquor Bottle by Tequila Ley tampak berjejer rapi di atas meja.
Entah mau sampai kapan seorang Darren akan terus meneguk minuman tersebut. Yang jelas dia pun mengisi kembali gelasnya dengan Pasion Azteca Platinum Liquor Bottle by Tequila Ley.
2 botol telah berhasil melewati tenggorokan. Meskipun begitu tak menghentikan seorang Darren dalam menyudahi aksinya.
Malam yang semakin liar, semakin menenggelamkan Darren ke dalam kegilaan. Rasa frustasi berbalut sakit hati atas pernikahan Calista - Leonard semakin menggiring seorang Darren Ewald Gilbert, ke dalam keputusasaan.
Malam yang semakin larut hingga pagi menjemput telah membuat para pengunjung mulai meninggalkan Barnard Club. Namun, tidak dengan Darren. Sang billionaire itu pun masih berada di dalam ruangan VVIP.
"Pastikan bahwa semua pengunjung sudah meninggalkan club dan kunci pintunya, segera!" Perintah sang manager.
"Sorry, Sir. Ada satu pengunjung yang masih berada di dalam ruangan VVIP."
Siluet sang manager menyipit hingga keningnya berkerut. "Siapa?"
"Mr. Gilbert."
Sang manager langsung membeliakkan tatapannya. "Mr. Gilbert?" Tanyanya dengan kening berkerut.
"Betul, Sir. Sepertinya Mr. Gilbert mabuk berat."
Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau begitu kenapa orang kepercayaannya belum juga menjemput? Batin sang manager dengan melirik arah jarum jam pada pergelangan tangan.
Tidak mau ambil pusing. Dia pun tampak melangkahkan kaki menuju ruangan Barnard.
"Masuk!" Jawab sang empu dari dalam ruangan.
"Ada apa?" Tanyanya pada sang manager.
"Mr. Gilbert, masih ada diruangan VVIP dan belum dijemput oleh orang kepercayaannya, Sir."
"Terus masalahnya di mana?" Sembari melempari sang manager dengan tatapan angkuh.
"Sebaiknya orang kepercayaannya segera dihubungi, Sir. Supaya Mr. Gilbert segera dijemput."
"Hm, hubungi saja." Melemparkan buku telepon ke arah sang manager.
"Baik, Sir. Saya permisi." Membungkukkan badan sebelum melenggang dari hadapan Barnard.
Saat ini pun sang manager telah memerintahkan anak buahnya untuk menjaga ruangan VVIP. "Pastikan bahwa Mr. Gilbert tidak meninggalkan ruangan sebelum ada yang menjemput!"
"Baik, Sir."
"Ingat, jangan sampai Mr. Gilbert meninggalkan Barnard Club!"
"Baik, Sir."
Sialnya, anak buah yang telah diperintahkan tak menjalankan tugasnya dengan baik. Dan kedatangan Kenzie di Barnard Club bersamaan dengan kepergian sang billionaire.
"Sorry, Sir. Mr. Gilbert, baru saja pergi," ucap sang manager dengan wajah menunduk.
"Dasar bodoh! Dalam keadaan mabuk bagaimana bisa Anda membiarkan Mr. Gilbert mengendarai mobil seorang diri, hah?" Bentaknya berpadukan dengan tatapan nyalang.
"Mr.Gilbert, memaksa pergi, Sir."
"Sebagai penanggung jawab di sini. Seharusnya Anda hentikan kepergian, Mr. Gilbert!"
"Ada apa ini ribut - ribut?"
Suara yang datang secara tiba - tiba telah memaksa 2 lelaki tampan tersebut menolehkan wajahnya secara bersamaan. Mendapati kedatangan Barnard, Kenzie bergegas mendekat. "Jika ada sesuatu yang buruk pada Mr. Gilbert maka, Anda lah yang harus bertanggung jawab, Mr. Barnard."
"Anda tidak perlu merasa khawatir seperti itu, Mr. Kenzie. Tidak ada sesuatu yang buruk terjadi pada, Mr. Gilbert. Saat ini Mr. Gilbert berada di dalam ruangan VVIP." Bersamaan dengan itu melemparkan tatapan ke arah sang manager untuk segera mengantarkan Kenzie ke ruangan tersebut.
Kenzie tampak mengukir senyum smirk. "Itulah kebodohan Anak buah Anda, Mr. Barnard." Mendekatkan wajahnya berpadukan dengan tatapan memicing. "Bagaimana bisa Anda memperkerjakan orang yang tidak professional sepertinya." Melemparkan tatapan tajam mematikan ke arah sang manager.
"Apa maksud Anda? Jangan asal bicara!"
"Kalau begitu silahkan tanyakan padanya di mana keberadaan, Mr. Gilbert!" Beriringan dengan langkah kaki meninggalkan Barnard Club.
Barnard tampak menggeram dengan kedua tangan mengepal erat. "Dasar bodoh! Tidak berguna!" Melayangkan pukulan telak hingga darah segar tampak mengucur deras dari pelipis sang manager.
"Itulah hadiah untuk orang yang tidak becus dalam bekerja!"
🍁🍁🍁
Akibat mabuk berat telah membuat Darren kesulitan dalam mengendarai mobil. Sementara itu, dia membutuhkan ranjang king size untuk membaringkan tubuhnya dengan segera.
Mengingat jarak mansion yang terpaut sangat jauh, akhirnya dia pun memutuskan mengarahkan mobilnya menuju apartement.
Setelah sekian lama membelah pusat Kota London. Akhirnya, mobil yang membawanya pergi telah sampai pada area parkir. Dia pun tampak memarkirkan mobilnya secara asal.
Langkahnya terlihat gontai menuju lift. Bahkan berulang kali dia pun terjatuh. Sang security yang melihat hal tersebut bergegas memberikan bantuan. Sayangnya, langsung ditepis kasar.
Bagaimana pun juga Darren Ewald Gilbert, gambaran lelaki yang paling anti dengan yang namanya hutang budi.
"Huh, jalan saja tertatih tetapi tidak mau menerima bantuan." Lirih sang security dengan menggeleng - gelengkan kepalanya.
Tidak mau terjadi sesuatu pada sang billionaire. Dia pun tampak mengikuti dari belakang hingga tubuh kekar tenggelam di antara pintu lift.
Manik biru tampak membeliak pada angka - angka yang mulai kabur. Akhirnya dia pun memencet asal, bersamaan dengan itu lift telah merangkak naik.
Setelah pintu lift terbuka dia pun merasakan kepalanya berdenyut - denyut hebat hingga pintu lift kembali menutup rapat.
"Oh, ada apakah ini? Kenapa kepalaku terasa sangat sakit?" Tanyanya entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian.
Sedetik kemudian pintu lift kembali terbuka sempurna dan bersamaan dengan itu dia telah jatuh pingsan. Beruntung saat itu ada seorang wanita yang hendak masuk ke dalam. Dengan segera dia pun memberikan bantuan.
Saat ini Darren dibawa ke dalam kamar wanita tersebut. Diamatinya dengan seksama wajah tampan. "Aku tidak salah lihat kan? Ini benar - benar, Mr. Gilbert kan?" Sembari mengerjap - ngerjapkan matanya untuk memperjelas penglihatan.
Seketika itu juga tersentak mendapati kenyataan bahwa lelaki tersebut memang benar sang billionaire, Darren Ewald Gilbert.
Sang wanita yang tidak lain adalah Flower Carnabel langsung membungkam mulutnya sendiri dengan telapak tangan. "Oh My God, mimpi apa aku semalam?"
🍁🍁🍁
Next chapter ...