"Sudah siap?" Tanya Bima saat Sefia datang menghampirinya di sofa kamar hotel.
Sefia mengangguk
"Yuk."
Bima meraih jemari sefia untuk Ia gengam, Sefia hanya menurut namun hatinya sungguh merasa tidak karuan.
"Kamu kenapa, Sef?"
Sefia menoleh pada Bima yang berjalan di sampingnya.
"Aku tidak apa –apa, mungkin hanya grogi karena mau bertemu dengan teman – teman kuliahmu. Maklum saja aku belum kenal mereka."
Bima tersenyum, "Santai saja, mereka semua baik – baik kok, jangan pernah pergi jauh dari ku, OK?"
"Hem."
Mereka kembali berjalan menuju loby hotel, di sana sudah menunggu Andika dan Emon yang sudah menggunakan jas yang sama dengan yang di gunakan oleh Bima.
"Dimana – mana pengantin baru emang lama." Sindir Emon.
"Mulai lagi deh..." Bima langsung menimpali.
"Ya udah ayok jalan, lagian masih ada waktu lumayan banyak, kita tidak akan terlambat." Kata Andika menengahi keduanya.
Dalam perjalanan menuju ke tempat di mana di laksanakannya acara reuni Sefia hanya diam hanya suara Emon dan Andika yang mendominasi pembicaraan sedangkan Bima hanya sesekali saja menimpali pembicaraan mereka.
Tak butuh waktu untuk sampai di Aula kampus tempat acara reuni akan di laksanakan karena mereka memang memilih hotel yang lokasinya tak jauh dari lokasi acara.
"Ayo turun." Ajak Bima seraya mengulurkan tangannya pada Sefia, namun belum juga tangan Sefia terulur sudah terdengar kegaduhan dari lokasi acara.
"Ada apa?" Tanya Andika pada salah satu peserta reuni yang sedang terburu – buru keluar.
"Laura!"
"Laura? Ada apa dengan Laura?" Tanya Andika
Belum sempat Andika mendengar jawaban dari temannya itu, Bima sudah berlari ke dalam aula terlebih dahulu, meninggalkan Sefia yang baru saja turun.
Andika yang melihat reaksi Bima bertemu pandang dengan Emon.
Beberapa detik kemudian Emon mengejar Bima masuk ke dalam Aula, belum juga Emon sampai di dalam Ia melihat Bima keluar Aula dengan mengendong Laura dan segera masuk ke dalam mobil miliknya.
Bahkan Bima tak menghiraukan Sefia yang melihat adegan itu dengan nanar, Bima melajukan mobil nya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit terdekat.
"Sef.." Andika memegang bahu Sefia yang masih menatap mobil yang dibawa oleh suaminya itu walau kini bahkan mobil itu sudah tak terlihat lagi.
"Aku antar ke hotel. Atau kau mau menyusul Bima, sepertinya dia akan ke rumah sakit." Ucap Andika pelan, dia bisa melihat bagai mana kesedihan Sefia.
Sefia menggeleng, "Aku tidak apa – apa, kamu susul Bima saja, siapa tahu dia butuh bantuanmu, aku bisa kembali ke hotel sendiri."
"Mbak Sef..." Emon hendak mengatakan sesuatu, namun gelengan kepala Sefia telah mengisyaratkan jika untuk saat ini Sefia tak ingin mendengar apapun.
Kaki jenjang Sefia melangkah meninggalkan Andika dan Emon yang bingung harus berbuat apa. Mereka berada di negeri orang, walau Andika dan Emon yankin ini bukan kali pertama Sefia menginjakkan kakinya di negara ini, namun tetap saja mereka merasa khawatir.
Sementara Sefia berjalan meninggalkan hotel dengan derai air mata yang sengaja Ia sembunyikan dengan menundukkkan kepalanya.
BUK!
"Sorry." Tanpa mendongak Sefia kembali melangkah sebelum kembali berhenti karena mendengar namanya dipanggil oleh seseorang.
"Fia..." Sefia menghentikan langkahnya namun tidak langsung berbalik dia hanya ingin memastikan bahwa telingganya tidak salah.
'Ya Allah...'
"Fia.." Kembali namanya di panggil.
Sefia menoleh, dan seketika Ia dapat melihat raut wajah tampan yang sejak dulu selalu terngiang dalam ingatannya muncul kembali tanpa Ia duga.
"Pram.." Gumam nya pelan, namun Pram masih bisa mendengarnya.
Pramudya tersenyum.
"Aku senang kita berjumpa, ternyata Allah memberikan jalan untuk kita berjumpa kembali walau dulu kau pernah menolak untuk bertemu denganku."
"Maaf, aku pergi dulu." Ucap Sefia yang hendak memutar kembali tubuhnya, Ia harus segera pergi dari tempat itu, pikirnya.
"Tunggu! Apa yang terjadi denganmu? Aku tahu kau sedang menangis, Apa suamimu telah meninggalkanmu?" Pramudya sengaja mengatakan hal itu, dari rekaman yang dikirimkan oleh asisten Laura padanya, Ia dapat melihat siapa laki – laki yang telah membawa Laura kerumah sakit.
Niat hati Pramudya ingin membawa Laura ke rumah sakit, namun siapa sangka justru kenyataan lain yang Ia dapatkan.
Mengetahui jika ternyata kekasih yang sangat di cintai Laura adalah suami dari perempuan yang Ia cintai. Apakah Laura telah mengetahui akan hal ini? Entahlah, namun informan yang dikirim oleh Pramudya untuk menyelidiki siapa laki – laki yang telah menghamili Laura nyatanya Ia juga tugaskan untuk mencari informasi tentang laki – laki yang telah menikahi Sefia, pujaan hatinya.
Sekali dayung dua, tiga pulau terlampaui, perumpaan itulah yang paling tepat untuk Pramudya.
"Itu bukan urusanmu." Ucap Sefia sambil melepaskan pegangan tangan Pramudya pada pundaknya.
"Ok, biar aku anatar kau ke depan. Disini cukup berbahaya untuk wanita sepertimu." Ucap Pramudya lalu menarik tangan Sefia agar berjalan mengikutinya.
Sekali lagi, Sefia menghempaskan pegangan tangan Pramudya lalu menatap tajam pada pria yang kini menatapnya penuh kerinduan.
"Aku tak perlu bantuan, aku bisa sendiri." Sefia lalu pergi meninggalkan Pramudya yang kini hanya mampu menatapnya.
Tepat sebelum Sefia jauh melangkah, sebuah mobil mewah berhenti tepat di samping sefia. Tak lama kemudian turunlah sosok laki – laki paruh baya yang sangat Sefia kenal.
"Masuk lah." Ucap laki – laki itu, tanpa berpikir panjang Sefia lalu masuk ke dalam mobil bersama di ikuti oleh laki – laki paruh baya yang terlihat raut sendu di wajahnya.
Di rumah sakit.
"Bagai mana keadaanya dokter?" Tanya Bima terlihat wajah Bima yang nampak cemas.
"Anda siapanya?" Tanya dokter yang memeriksa Laura.
"Saya... saya sahabatnya." Jawab Bima sedikit ragu.
"Oh, baiklah nona Laura memang memiliki alergi uadang atau makanan laut?" Tanya dokter.
"Iya dokter,."
"Dia bisa saja meninggal jika tadi tak segera di bawa kemari." Ucap sang dokter membuat Bima tersentak kaget. Apa separah itu?
"Sepertinya pasien sebelum ini telah mengkonsumsi alkohol dengan dosis yang tinggi."
Lagi – lagi Bima tersentak kaget, setahu dirinya laura bukanlah seorang peminum.
"Tapi dia bukan seorang peminum. Dok."
Dokter itu mengangguk, "Mungkin itu yang menjadi penyebabnya, tubuhnya tak mampu menerima alkohol dengan kadar tinggi hal itu menyebabkan kerusakan pada ginjalnya."
"Lalu bagai mana dokter?"
"Kami akan mengobservasinya lebih lanjut, untuk sementara pasien agar dirawat inap di rumah sakit dulu."
"Baiklah, dok. Tolong lakukan yang terbaik." Ucap Bima pada sang dokter.
"Tentu saja, saya permisi dulu." Pamit sang dokter.
Bima menarik nafas panjang, tubuh kekarnya Ia sandarkan pada dinding rumah sakit.
"Bima!"
Bima menoleh terlihat Andika dan Emon berlari menghampirinya.
"Kamu sendiri? Dimana Sefia? Apa dia tidak kemari?" Tanya Emon yang langsung menyadarkan Bima tentang kehadiran Sefia.
"Astaghfirullah.... dimana Sefia?" Tanya Bima panik.