Chereads / Free Player / Chapter 1 - Pekerjaan dan Hobi

Free Player

🇮🇩SelenT
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Pekerjaan dan Hobi

Aku menghembuskan nafas berat setelah semua pekerjaan hari ini ku selesaikan. Dua tumpuk kertas yang berisi kontrak, laporan penjualan barang, target perusahaan dan laporan lain yang harus dicek dan ditandatangani selesai ku kerjakan. Pekerjaan berat yang tak ku minati sama sekali. Ya, walau uangnya memang sangat banyak untuk ku nikmati sendiri, bahkan bisa dinikmati sampai anak cucu ku kelak.

Aku bukan tipe manusia pencinta uang yang akan mengerjakan apapun -bahkan hal yang tidak disukai- untuk uang, justru aku adalah kebalikannya. Alasanku tetap bertahan dan berusaha sebisaku untuk perusahan ini hanya ada satu alasan, yaitu aku lahir di dunia dengan takdir ini.

Sejak detik pertama aku terlahir di bumi, perusahaan ini sudah jadi bagian dari hidupku atau bahkan saat aku masih dalam perut ibuku karena uang yang dimakan ibu untuk nutrisi ku dari perusahaan ini. Ya, itu seperti hal alami yang akan ku lakukan -mengurus perusahaan- saat aku besar. Mungkin itu terdengar seperti perjalan hidup mulus tanpa perlu memikirkan masa depan. Padahal justru aku harus memikirkan masa depan sejak dini, mungkin bedanya memikirkan hal yang sudah terjurus yaitu masa depan perusahaan.

Seja menginjak umur 5 tahun aku mulai masuk sekolah dasar yang bergengsi, biasa lah tempat orang-orang kaya berkumpul dengan harapan anaknya bisa lulus dengan pendidikan terbaik. Dikenalkan dengan teman bisnis keluarga bahkan di ajarkan cara menutupi emosi, ya aku harus selalu tersenyum dan bersikap baik di depan semua orang.

Jujur saja, menutupi emosi itu sangat melelahkan. Jika aku tidak bisa melakukan hal itu dengan baik, aku hanya akan mendapat omelan dari ibuku bahkan tak jarang dipukul sampai memar. Jika mengingat masa-masa itu rasanya lucu, aku akan menangis lalu berlari ke dapur untuk bertemu dengan perempuan tua yang bekerja sebagai juru masak dan menangis di pelukan perempuan tua itu seperti dialah yang melahirkan ku.

Ayah akan pulang malam bahkan larut jika pekerjaannya banyak lalu ibu akan marah karena mencurigai ayah selingkuh dan sejenisnya. Bisa dikatakan uang tak membuat keluarga kami bahagia. Itu lah alasanku tidak begitu menyukai uang. Mengejar uang namun lupa dengan kebahagiaan yang diperlukan hatimu.

Kehidupanku berjalan seperti itu sampai aku lulus sekolah dasar. Memasang wajah sok bahagia setiap saat dan mematikan perasaanku setiap kali dimarahi sebagai pelampiasan.

Sampai pada saat ibu dan ayahku menyarankan atau bisa disebut menyuruhku untuk masuk sekolah bergengsi dengan biaya mahal seperti saat sekolah dasar. Aku dengan segenap keberanian yang telah ku kumpulkan sejak lama, menolak sekolah pada pilihan kedua orang tuaku dan meminta izin untuk sekolah di luar kota yang membuat ibuku marah besar. Dia langsung memarahiku dan memukulku habis-habisan saat itu juga didepan ayah. Aku masih sangat ingat kejadian itu, yang sekaligus menjadi penyebab ayahku menceraikan ibu.

"Dasar anak tak tau diri! Sudah syukur diberi kemewahan untuk sekolah ditempat paling bagus di kota, tapi malah menolak dan ingin keluar kota?!" kata ibu sambil memukulku. "Apa kau juga mau meninggalkan ibumu sendiri? Kau mau jadi bajing*an seperti ayahmu kan?"

Aku yang saat itu masih kecil hanya bisa menangis tak tau harus berbuat apa. Namun di saat itu juga pertama kali aku menyadari bahwa ayah sangat menyayangi ku.

Ayah langsung memarahi ibu saat itu, menghentikannya saat memukulku lebih keras, bahkan ayah menjadi tamengku saat itu sebelum ibu menyadari yang di pukul nya adalah ayah.

"Kau berani menganiaya satu-satunya penerusku di depanku? Aku sudah muak dengan semuanya, mulai hari ini kita cerai! Aku tak mau melihatmu lagi."

Dari sanalah semuanya berakhir. Ibu pergi meninggalkan rumah dan tak pernah melihatnya lagi. Sedangkan ayah, dia mau mendiskusikan niatku pergi keluar kota. Aku mengutarakan semuanya, mulai dari ingin belajar hidup mandiri sampai mencari pengalaman hidup lebih. Padahal niatku sebenarnya adalah untuk angkat kaki dari rumah.

Singkat cerita, ayah setuju dan mengizinkanku sekolah di luar kota. Ayah akan mengirimkan uang yang cukup sebulan sekali dan seperti permintaanku, akan tinggal di apartemen sendiri.

Masa-masa itu cukup sulit bagiku saat pertama kali hidup sendiri, ingin rasanya kembali pulang dan hidup mewah lagi. Namun keinginan itu masih kalah dengan sikap keras kepalaku yang akhirnya membuatku bertahan sampai lulus.

Pada masa inilah pertama kali aku masuk ke dunia game. Hidup bebas melakukan apapun, kapanpun, dengan siapa pun, tak ada yang melarang. Aku mulai bermain game untuk mengisi waktu kosong atau sekedar melampiaskan emosi, sampai pada malam itu. Aku masih ingat jelas pertamakali aku menemukan seorang wanita yang sangat pandai dalan bermain game dengan nick 'Bella'.

Game MMORPG tempat aku menemukan wanita itu adalah game baru yang populer bahkan sampai sekarang, nama game itu adalah 'Legendary Hero'. Game ini menceritakan perjalanan seorang pengelana yang menjadi pahlawan legendaris. Sistem nya sendiri sebenarnya sama seperti game MMORPG biasa, hanya saja pemain dapat mendesain dan menciptakan senjata mereka sendiri menggunakan item yang disediakan dalam game. Selain itu, pemain juga dapat memasukkan teknik khusus buatan sendiri dalam slot skill dengan merekam gerakan pemain.

Aku bertemu Bella saat tak sengaja se 'party' dengannya ketika memasuki sebuah dungeon. Role Bella dalam game adalah assassin dengan senjata dua pisau panjang ramping yang melengkung berbentuk seperti bulan sabit, sedangkan role ku saat itu adalah fighter dengan satu pedang dan tameng.

Rambut panjang berwarna merah bata, diikat seperti ekor kuda dan poni panjang disebelah kiri yang turun sampai pipinya. Warna matanya merah serasi dengan rambutnya, begitu pula dengan warna alis dan bulu matanya. Sedangkan pakaian yang dikenakannya hanya kaus berlengan panjang berwarna hitam biasa dan celana jeans hitam.

Singkat cerita, aku tertarik padanya dan mengajaknya berteman dalam game. Beruntungnya, dia mau berteman denganku bahkan mau ku ajak party di lain waktu.

Masa itu adalah masa dimana aku sangat menikmati bermain game dan... menikmati memujanya. Aku bahkan membuat akun kedua dengan role yang sama dengan Bella, bermain sebagai assassin dengan gaya dan teknik bermain yang hampir sama dengannya. Bedanya, aku menggunakan pisau kecil sebagai senjata. Pisau ini dapat dilempar sebagai senjata jarak jauh atau digunakan seperti menyayat kulit untuk serangan jarak dekat. Jumlah pisau yang kupakai tentunya tidak hanya satu atau dua, melainkan banyak.

Selain bermain menggunakan teknik yang kupelajari dari Bella, aku juga membuat teknik ku sendiri untuk pertarungan jarak jauh. Teknik ini kukembangkan seperti cara kerja olahraga lempar pisau.

Malam itu, saat aku selesai mendesain pisau baruku dan menaruhnya di tempat black smith, aku pergi ke bar yang terletak disamping black smith, ya sambil menunggu senjataku selesai.

Sejauh mata memandang, didalam bar hanya ada kumpulan orang-orang yang asik minum menikmati kemenangannya, ada yang datang untuk istirahat, bahkan ada juga yang mabuk untuk menghilangkan depresinya saat bermain. 'Bar kayu yang sangat hidup', pikirku.

Aku duduk dikursi pojok di depan meja yang kosong setelah memesan segelas besar bir. Hei ini hanya dalam game, jadi tak masalahkan walau umurku masih 14. Sambil menunggu, aku memperhatikan isi bar, dinding, kursi, meja, semuanya terbuat dari kayu. Ada beberapa tong alkohol dibelakang meja kasir.

"Boleh aku duduk disini?" Suara yang sangat familiar.

Aku mendongak, mengalihkan pandanganku dari meja kasir dan menemukan wanita yang selama ini ku kagumi berdiri di seberang meja. Dengan canggung aku menjawab. "Y-ya, silahkan."

Bella duduk disana, menatapku dengan tatapan tajam. Dia meletakkan kedua tangannya diatas meja lalu mulai berbicara. "Aku sudah mendengar banyak tentangmu. Kau adalah Horan si assassin dengan senjata pisau pendek yang terkenal itu kan?"

Aku mendengarnya dengan serius, merasakan ada nada marah di setiap ucapannya. Aku menghembuskan nafas perlahan, mengontrol emosiku lalu tersenyum semanis mungkin padanya. "Aku tidak tau jika Horan yang terkenal itu adalah aku, karena aku tak merasa terkenal. Tapi Horan dengan role assassin dengan pisau pendek memang aku. Ada perlu apa?" Aku menjawab dengan tegas.

Bibir kirinya tertarik keatas -tersenyum miring. "Aku ingin menantangmu by one."