"Panggil saja Tha," ucapku sambil mengulurkan tangan. Aku tersenyum padanya agar dia tidak takut dengan rupaku yang abstrak ini. "Jadi kapan kita makan?" mendapat giliran terakhir rasanya seperti saat kau kalah main lotre.
"Kita yang paling terakhir," ya... dan itu bukan jawaban yang aku inginkan. "Apa sudah sangat lapar?" aku ingin berkata iya, tapi terlalu malu. Perutku yang kecil ini memang seperti lubang hitam, porsi makan ku tidak sesuai dengan ukuran tubuhku. Terkadang aku bingung bagaimana Yoru bisa kuat dengan hanya makan salad saja, sementara aku perlu kentang, roti, nasi dan masih banyak lagi teman-temannya.
"Tidak," ucapku bohong.