Motor yang kami naiki meliuk-liuk di atas jalan berpasir di luar desa, menuju reruntuhan yang dulu pernah kami datangi untuk mencari Aras. Kondisi yang gelap semakin mempersulit kami, tapi itu sebelum Winnter menyalakan mesin motor agar cahaya dapat membantu kami melihat dan mencari di sekitar puing-puing bangunan. Dia terus memanggil nama Summer, tapi nihil.
Ceceran darah di pasir dan di semak-semak membuatku curiga, bahwa mungkin itu milik Summer. Aku memanggil Winnter untuk datang ke tempatku dan memintanya berjalan pelan. Aku mengikuti jejak darah itu, bersama dia di belakangku.
"Lihat!" aku menunjuk genangan darah yang tak jauh dariku.
Winnter menatapku dengan ekspresi cemas. "Apa benar Summer?," ucapnya ragu.