"Ugh" Cahaya matahari masuk ke dalam retinaku. Mataku terbuka dan aku mencium bau khas di sekitarku. Hilda di samping kiriku dan Sera di samping kananku. Aku seperti bermimpi bisa menghabiskan malam bersama mereka.
"Ouch, Jadi ini bukan mimpi." Rasa sakit karena cubitan menandakan ini kenyataan. Aku masih tidak percaya kenapa mereka seorang manusia bisa dengan cepat menyerahkan tubuh mereka kepadaku. Apakah goblin memiliki hormon pengikat wanita? mungkin saja. Pemikiran ini harus aku buktikan secepatnya.
Perlahan aku keluar dari tenda tanpa membangunkan kedua wanita yang sedang lelah tidur. Karena pasti saat mereka terbangun, bagian tubuh mereka akan merasakan kelelahan. Terutama bagian bawah. Aksi yang kami lakukan cukup lama. Awalnya aku langsung lemas saat ronde-ronde awal. Namun semakin waktu berlalu, teknik bermainku semakin meningkat sehingga Hilda dan Sera kalah pada ronde berikutnya dan berhenti saat mereka sudah mencapai klimaks.
Aku penasaran bagaimana pendapat mereka mengenai permainan yang kami lakukan, namun itu bisa kutanyakan nanti setelah mereka bangun.
Entah karena sudah rutinitas atau penyebab lain, aku selalu tidur cepat dan bangun pagi. Sebelum tidur aku selalu memasang perangkat di sekitarku seperti ranting pohon atau sejenisnya. Saat ada makhluk yang menginjaknya, aku langsung bangun dan mengatasi makhluk yang mendekat.
Namun untuk malam ini, Hilda menggunakan sebuah alat yang bernama Penangkal Monster. Dengan alat ini semua monster di bawah ranking A akan menjauhi tempat kami tidur. Alat ini cukup mahal namun karena ini momen spesial, mereka tidak masalah menggunakannya. Kami tidak ingin permainan malam kami terganggu atas serangan monster. Meskipun dari awal sudah salah melakukan hal itu di tengah hutan seperti ini. Entah kenapa alat tersebut tidak berfungsi terhadapku. Apakah karena aku berada di dalam formasi? atau...
Terlepas dari misteri itu. Kalau ada kesempatan, aku ingin melakukan tanding ulang di hotel. Membayangkan bermain di ranjang yang empuk saja sudah membuatku tersenyum mesum.
Latihan pertama seperti biasa adalah fisik selama satu jam, kemudian berlatih dengan pisau selama satu jam, dan berlatih teknik lain selama satu jam. Kurang lebih setiap harinya aku menghabiskan waktu selama 3 jam untuk berlatih. Apalagi karena aku sudah dapat menggunakan sihir. Kemampuan ini akan aku tingkatkan untuk menambah variasi serangan yang dapat aku lakukan.
"Hwaa, kamu sudah bangun Will?" Saat aku sudah selesai berlatih, Hilda keluar dengan bajunya yang masih minim serta wajah yang mengantuk.
"Selamat pagi Hilda. Bagaimana badanmu? apakah semua baik-baik saja." Tanyaku sambil tersenyum usil.
"Tentu saja bagian bawahku sakit. Mungkin hari ini kita akan jalan perlahan saja. Namun tidak masalah untuk bertarung karena aku menggunakan sihir. Kamu akan melindungi kami kan, will?" Ia berkata hal itu dengan senyuman. Sepertinya ia sudah percaya sekali padaku. Padahal kami baru bertemu kemarin.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu?" Rasa penasaran ini tidak bisa kubendung lagi. Aku harus menanyakan alasannya percaya sekali kepadaku.
"Boleh, mau tanya Apa?"
"Kenapa kamu dan Sera cepat sekali percaya padaku. Bahkan tidak masalah melakukan hal itu tadi malam. Seingatku aku tidak melakukan hal khusus yang membuat kalian berbuat hal itu?"
Hilda bengong sejenak lalu tersenyum "Sudah kuduga, insting kami benar. Memang kita belum lama bertemu. Namun aku dan Sera sudah memutuskan untuk melakukan hal ini. Kami tidak akan melakukan hal ini kepada sembarangan orang. Hanya kamulah yang kami pilih untuk ini, Will. Sudah cukup dengan jawaban ini?" Ia menjawabnya dengan muka memerah.
"Baiklah kalau begitu. Namun aku rasa melakukannya di hutan seperti ini adalah ide yang buruk. Bagaimana kalau kita lakukan lagi nanti di atas kasur yang nyaman. " Aku berkata sambil tersenyum kepada Hilda.
"Aku tidak kebe…"
"Aku tidak keberatan!!!"
Sera tiba-tiba keluar dari tenda dan memeluk tubuhku.
"Hei jangan mendekat, aku baru saja berlatih. Tubuhku masih penuh dengan keringat." Aku protes karena khawatir akan bau tubuhku. Secara rasku adalah goblin, entah apa pengaruh bau badanku terhadap spesies lain.
"Benarkah? hmm…. Tidak masalah, bau kamu wangi sekali. Tubuhku jadi ingin melakukan hal itu lagi" Sera berkata sambil menjulurkan lidahnya. Tiba-tiba ia mencium bibirku.
"!!!" Aku terkejut dengan tindakan Sera namun aku tidak melawannya. Ciuman berikutnya aku menikmatinya dengan seksama dan lebih hikmat.
"Curang, aku juga mau ciuman" Hilda cemburu dan langsung melerai kami kemudian menggantikan posisi bibir Sera dengan bibirnya.
"..." Aku sudah tidak terkejut dan kembali melakukan Hilda sama dengan saat aku mencium Sera.
Beberapa menit setelah kami melakukan kontak fisik, kami mandi dengan menuju sumber mata air terdekat. Karena kami sudah saling melihat tubuh masing-masing, tidak perlu untuk bergantian mandi dan kami bisa mandi bersama untuk menghemat waktu.
Pastinya kami kembali melakukan berbagai macam hal saat mandi bersama..
…
..
.
Selesai mandi, kami bersiap-siap untuk berangkat menuju kota. Hilda dan Sera sudah menggunakan perlengkapan mereka sedangkan aku juga sudah siap dengan equipment yang kudapatkan di dalam labirin. Sebelum berangkat aku mengambil identitas petualang dari Philip dan Albert untuk memberikan laporan kepada guild. Karena ini salah satu hal yang harus kami lakukan, meskipun mereka sudah bertindak kriminal.
"Kalian sudah siap?" Tanyaku kepada Hilda dan Sera sambil melihat ke arah mereka.
"Siap" mereka menjawab dengan serentak.
"Baiklah! ayo berangkat menuju kota"
..
..
.
"Kyaa!!"
Dalam perjalanan kami menemukan party petualang. Mereka sedang dalam bahaya. tanpa pikir panjang aku langsung menyelamatkan mereka. Betapa ironisnya karena ternyata monster yang menyerang mereka adalah goblin.
"Ya ampun, serius ini." Jawabku sambil berkata dalam bahasa umum melalui telepati.
"Jangan ragu Will, serang dan bunuh mereka semua" Hilda berpura-pura memberikan perintah kepadaku.
Ini adalah skenario yang kami buat. Aku akan bertindak sesuai dengan perintahnya. Meskipun sebenarnya aku bergerak atas kemauanku sendiri. Hal ini untuk mengelabui orang-orang bahwa aku adalah monster yang telah ia jinakkan.
"..." Dengan sekejap aku mengalahkan mereka semua.
Setiap goblin yang ada aku kalahkan dengan tangan kosong. Meninju kepala dengan mana merupakan cara yang paling cepat dan efektif dalam melawan musuh lemah seperti ini. Aku tidak ingin pisau berkarat hanya karena melawan goblin.
Jumlah mereka cukup banyak. Sekitar 20 ekor. Namun karena satu goblin dapat kutambangkan dalam satu detik. Tidak sampai 30 detik semua goblin berhasil aku kalahkan.
"Hebat"
"Luar biasa"
Party yang kami selamatkan terkagum melihat tindakan yang aku lakukan.
"Kalian tidak apa-apa?" Tanya Sera kepada mereka.
'Kami baik-baik saja, terima kasih. Ngomong-ngomong apakah ia monster yang kalian jinakkan?" Salah satu anggota party bertanya kepada Hilda dan Sera.
"Betul sekali, namanya Will. Meskipun ia adalah goblin, namun aku pastikan kemampuanya setara dengan petualang ranking C. Kalian bisa lihat sendiri bukan kemampuannya?" Hilda dengan bangga memperkenalkanku kepada mereka. Aku penasaran bagaimana mereka menanggapi hal ini.
"Luar biasa, sekaligus mengerikan. Kalau semua goblin seperti Will, mungkin semua petualang akan langsung pensiun dini." Anggota lainnya hanya bisa tersenyum kecut melihat kemampuanku yang tinggi.
"Tenang saja, tidak mungkin goblin seperti Will ada banyak. Karena ia adalah salah satu monster mutasi. Apakah kalian juga akan pergi ke kota Aera?" Tanya Sera kepada mereka.
"Betul sekali, kami mendapatkan quest untuk membasmi goblin, namun malah tim kami yang terkepung. Kami rasa setelah quest ini kami harus kembali berlatih sebelum mengambil quest seperti ini lagi." Mereka cukup shock melihat goblin berhasil mengepung mereka. Memang goblin adalah monster lemah, namun karena mereka sering membentuk kelompok. Para petualang sering kewalahan menghadapi kepungan mereka.
"Bolehkah kami ikut dengan kalian? kami juga ada urusan di kota tersebut" Hilda mengajak party tersebut untuk pergi bersama. Karena tidak ada salahnya untuk membuat mereka berhutang budi.
Ironis sekali kalau party yang membasmi Goblin malah diantar pulang bersama Goblin. Namun aneh juga, aku tidak merasakan apapun saat membunuh mereka. Padahal kami dari ras yang sama. Apakah karena aku memiliki ingatan di kehidupan sebelumnya?
Goblin memiliki naluri untuk membunuh manusia dan menggunakan wanita ras lain untuk reproduksi. Aku tidak memiliki naluri itu. Kebanyakan tindakan dan perbuatan yang aku lakukan merupakan kontrol penuh dariku. Tidak ada insting buas yang muncul. Apakah aku masih bisa disebut sebagai Goblin?
"... Haah" Aku berhenti berpikir sampai ke sini karena tidak ada ujungnya. Lebih baik aku fokus untuk menikmati kehidupanku yang baru. Karena saat ini aku memiliki dua orang yang ingin aku lindungi segenap tenaga.
"... " Aku melihat Hilda dan Sera dan tersenyum lebar. Karena aku ingat apa yang kami lakukan saat malam itu. Pengalaman yang luar biasa.
"Ayo Will, mereka setuju untuk pergi bersama. " Sera memanggilku dengan melambaikan tanganya.
"Mohon bantuannya"
"Mohon bantuannya juga dari kami"
Hilda dan petualang tersebut sudah selesai bernegosiasi. Sepertinya kami akan pergi bersama. Aku tidak khawatir karena rencana kami berhasil. Mereka tidak curiga sama sekali dengan keberadaan diriku.
Mereka mengambil semua yang bisa diambil dari mayat Goblin. Terutama baru sihir. Oh iya, kegunaan batu sihir untuk manusia masih belum aku ketahui. Waktu yang tepat bertanya.
("Hilda bisa bicara sebentar? ") Aku mengontak Hilda melalui telepati.
("Ada apa will? Ada masalah? ") Hilda melirik kearah ku namun hanya sekejap untuk menghindari kecurigaan.
("Apa kegunaan batu sihir? Kenapa para manusia mengambil nya ? Apakah batu tersebut bisa dijual? ")
Mendengar pertanyaanku, Hilda hanya tersenyum dan menjawab ("para petualang dapat menukar batu sihir untuk dijual. Sedangkan batu sihir digunakan sebagai banyak hal. Mulai dari bahan baku lampu sihir, penelitian, dan lain-lain. Permintaan batu sihir tidak pernah habis karena merupakan salah satu kebutuhan pokok.") Hilda menjawab dengan lancar. Ternyata banyak juga kegunaanya.
("Oh begitu, sepertinya kalau kita pergi bersama jumlah batu sihir yang akan didapat berkurang") Aku hanya bisa tersenyum kecil karena batu sihir selalu aku makan untuk meningkatkan jumlah mana dalam tubuh.
"Kenapa seperti itu? ".
Aku menjelaskan kepada Hilda apa saja yang sudah aku lakukan terhadap batu sihir yang aku temukan. Hilda sampai terkejut dan membuat petualang lain bertanya-tanya.
" Ada apa Hilda? Apakah ada sesuatu yang salah"
"Tidak, tidak ada. Aku hanya sedikit tersandung saja. " Jawab Hilda dengan nada terburu-buru.
"... Baiklah kalau begitu. Lain kali hati-hati ya. Akan repot kalau setiap tersandung selalu kaget. " Para petualang tersebut hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah laku Hilda.
"... " Muka Hilda memerah dan ia melotot ke arahku. Aku hanya bisa membuat gestur minta maaf tanpa berkata apapun. Karena bisa gawat kalau telepati kami disadap. Meskipun tidak banyak orang yang bisa melakukanya.
Perjalanan kami cukup mulus karena tempat ini tidak jauh dari kota dan setiap Goblin yang ada sudah para petualang basmi.
Satu jam perjalanan. Akhirnya kami sampai ke kota Aera. Di sinilah tempat tinggal ku yang baru dan tempat anggota tim Hilda dan Sera istirahat.