Chereads / THE QUANTUM (Indonesia Ver) / Chapter 75 - SI PENGHIANAT KECIL 17 : LALAT dan LIANG /L^2

Chapter 75 - SI PENGHIANAT KECIL 17 : LALAT dan LIANG /L^2

Kisah Si Penghianat Kecil, yang terus menanggung beban di punggung mungilnya. Matahari menjadi gelap kini bintang-bintang naik. Kisah yang sangat Tragis tentunya. Polin hanya bercerita sesuai sudut pandangnya namun seakan film yang terputar, aku bisa melihat semua kejadian dengan sangat detail.

"Kau tidak ingin bertemu dengan kakek nenekmu? Sekedar berkunjung sejenak." Tanyaku padanya.

"Itu sama saja mengundang iblis masuk, kau gila." Bantah Polin.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?"

"Aku? Akan membersihkan nama ayahku. Duke Han sudah berjanji padaku tentang itu semua."

"Tapi ada satu hal yang sangat mengganjal dan itu harus ku dapatkan. Aku bisa mengatakan 100% nama ayahmu akan bersih dengan satu bukti ini."

"Apa kau yakin? Dokumen yang selama ku pegang apa tidak cukup?"

"Aku yakin dokumen yang kamu dapatkan asli, tapi melihat di mana dokumen itu disimpan dan reaksi akan para pengkhianat itu tidak berusaha mencari dokumen ini. Mereka tidak memperdulikannya masih ada-ataupun hilang."

"Apa? Tapi ini bukti perjanjian Verdenrik dan Marquess yang sudah dipalsukan sepihak."

"Yah tepat sekali karena itu, mereka sudah membuang Verdenrik dan aku yakin kasus bunuh diri di penjara itu adalah pembunuhan."

"Apa yang harus ku lakukan?" Tanyanya dengan putus asah.

"Satu dokumen penting, bukti dimana jika dalang semua ini jauh lebih punya kuasa dari sekedar hal kecil." Aku bisa amat jelas mendengar jika sang Ratu menjadi salah satu dalang "Menjadi omong kosong jika tidak ada bukti, begitulah kata Detektif Edwin."

Seorang pelayan mengetuk pintu.

"Sebaiknya kita segera turun dan makan malam."

Putusan pengadilan sudah dijatuhkan Knight Ervan Lezna di hukuman 5 tahun penjara dengan pencopotan jabatan secara tidak terhormat, hukuman yang sangat singkat bagi pembunuhan bangsawan. Rasanya ingin sekali ku tembak dia tepat di kepalanya.

Di Malam hari aku tidak bisa tidur dengan tenang. Aku meminta Andrian untuk mencari tahu seorang mantan pelayan bernama Jhon, tidak ada petunjuk selain namanya.

"Jhon? Kejadian pemberontakan ini sudah sangat lama, saya tidak bisa menjamin apakah beliau masih hidup atau tidak" Andrian merasa ragu dengan apa yang kuminta.

"Benar, tapi aku harus menemuinya. Tidak ada kecuali." Umurnya sudah cukup tua saat itu rambut beruban mata sayu.

"Apa langkah pertama anda untuk menemukan Tuan Jhon?"

"Berkas dokumen administrasi."

Besoknya aku meminta untuk ikut pergi bersama Duke Han, pekerjaan yang sangat membosankan.

"Kamu yakin mau ikut, Rain." Tanyanya padaku ketika sarapan.

"Iyah ayah."

"Jika di sana kamu harus bersikap baik."

"Mau kemana?" Tanya anak-anak lain, mereka semua menatapku dengan mata penasaran.

"Oh kalian juga boleh ikut, pasti bosan berada dirumah terus menerus."

"…" Aku berharap jika saja tidak ada orang yang menggangguku.

"Benarkah? Yey!"

Sesampai di pusat pemerintahan desa Artur, kami ditempatkan di semua ruangan sudah disuguhi dengan cemilan dan minuman manis. Anak-anak lain terlihat sangat menikmati jalan-jalan ini tidak untuk Polin.

"Kita jalan-jalan sih, tapi ini sama saja jika kita tetap dikurung di ruangan ini." Gumam Polin melihat sekeliling dari balik jendela.

"Hey bukankah ini tidak terlalu buruk." Tunjuk Dio ke cemilan manis berimpahan di atas meja.

Aku meminta Andrian untuk pergi keluar mencari buku tersebut dengan berkedok aku meminta sebuah buku cerita. Hampir setengah hari Andrian belum kembali.

"Boosaann…" Gumam Juan berbaring di sofa mengayun-ayunkan tangan nya "Bagaimana kita berkeliling? Ayuk Rainnn!"

Dan terulang kembali, anak-anak lain berlarian di sepanjang Lorong sedangkan mata elangku melihat tajam ke setiap sudut ruangan dan pintu.

"Hey Rain soal apa yang kamu katakan. Apa yang kau maksud dengan dokumen penting itu?"

"Lebih besar dari apa yang kau bayangkan."

"Apa itu bisa membantuku membersihkan nama ayahku?"

"Tentu saja."

"Kalau begitu katakan padaku apa yang bisa kubantu." Polin datang dengan menghalangi pandanganku "Katakan apapun itu."

"Aku butuh data seseorang mantan asisten Marquess Ziones, Jhon."

"Jhon? Nama panjangnya?"

"Tidak tahu, hanya itu petunjuk yang ku miliki."

"AH?!"

Sekarang Polin mulai membantuku, kami berkeliling cukup lama di koridor hingga sesuatu yang menarik. Sebuah pintu ruangan yang tidak tertutup rapat, aku diam-diam memasuki ruang tersebut diikuti oleh Polin di belakang.

Ruangan dengan meja kerja di tengah berlatar jendela luar, dinding ukiran kayu yang cukup sederhana, penuh berkas-berkas bertumpukan dan buku-buku sepanjang rak. Seseorang yang menepati ini adalah orang yang sangat sibuk, tinta hitam menempel di sana kemari.

"Oh ruangan ini sepertinya sebuah kantor pribadi, apa bacanya ini-Marquess?"

"Mungkin ada disini! Cepat sebelum mereka datang!" Ucapku buru-buru mengecek setiap rak buku.

Kesana kemari tidak ada yang dokumen yang sedang ku cari. Hampir setiap sudut rak buku, atas, bawah, kiri, kanan tidak ada yang mencurigai, hingga aku tertuju pada sebuah laci meja kerja.

"Haruskah?" Beberapa kali aku melihat pintu jika ada orang datang.

Laci kayu dengan besi yang masih terlihat baru, kunci yang masih tergantung di tempatnya. Bertumbuk map dan ribuan lebaran kertas tak teratur. Bagaimana bisa aku mengeceknya satu persatu.

"Tidak ada cara lain!" Gumamku kesal, dengan cepat aku melihat lembaran tersebut tanpa mengeluarkannya dari laci, setelah beberapa menit "Tidak ada disini! Dimana!"

Dari balik pintu terdengar suara seseorang mendekati pintu masuk.

"Rain! Ada orang." Bisik Polin padaku.

"Bersikaplah normal, mereka tidak akan mencurigai kita. Tenang saja."

Hentakan kaki itu semakin mendekat, suara engsel pintu tergesek.

"Oh, kita kedatangan tamu." Ucap Felix Andreas, dia melihat kami cukup lama "Ada yang bisa saya bantu, tuan-tuan muda?"

"Kami hanya tersesat dan menemukan ruangan yang tidak terkunci ini." Ucapku.

"Benarkah? Aku melihat anda seperti mencari sesuatu. Katakan lah mungkin saya bisa bantu. Oh-anda Tuan muda Polin Ziones?" Dia kelihatan sangat terkejut ketika menyadari keberadaan Polin "Bagaimana kabar anda?"

"Baik." Balas singkat Polin, terlihat tidak senang dengan sapaan ini.

"Saya tidak bermaksud menyinggung Tuan Ziones, beliau merupakan salah satu sosok yang sangat mempengaruhi hidup saya kata-kata 'Penghianat' seakan tidak cocok dengannya. Masa lalu yah, tidak bisa di putar lagi."

"Kenapa kamu bisa berpikir hal itu?"

"Saya bukan lah dari keluarga bangsawan, anak yang hidup di keluarga kecukupan. Saya hanya satu dari sekian anak yang beruntung. Tuan Ziones lah yang telah membiayai beasiswa saya hingga sekarang berdampak sangat besar." Kata-katanya yang sangat tulus "Jadi jika banyak orang mengatakan hal buruk pada anda, saya bisa menyangkal semua itu, Tuan Muda Polin."

Polin terdiam terpaku, mata berkaca-kaca dari banyak orang yang memandang rendah dirinya baru kali ini ada seseorang melihatnya dengan tulus.

"Kau kenal ayahku?" tanyanya ragu, bibirnya tertutup sangat rapat menahan air matanya.

"Tentu saja. Dakri Ziones memerintah wilayah Artur."

Aku dan Polin memutuskan untuk bertanya kepadanya seorang pelayan bernama "Jhon" namun wajahnya kelihatan kebingungan.

"Disini banyak sekali seseorang Bernama sama, Jhon…" Marquess itu menyilangkan tangannya, berpikir sejenak "Sayang sekali para pelayan Pengkhianat akan di hukum sama, jadi saya tidak bisa menjamin jika…mungkin-Jhon Nell beliau sekretariat Marquess terdahulu."

"Jhon Nell?"

"Benar, mungkin dia yang anda maksud."

"Dimana dia sekarang?"

"Mohon maaf Tuan saya kurang tau."

"Terimakasih."

"Tentu saja, datang kemarilah jika kalian memerlukan sesuatu." Kami memutuskan untuk segera kembali jika tidak penjaga tersebut akan sangat panik.

"Oiyah." Ucapku teringat sesuatu, berbalik badan melihat ke Marquess "Jangan katakan apapun mengenai ini kepada Duke Han."

"Sesuai perintah anda."

Sekretaris Jhon Nell, begitu ku katakan pada Andrian. Aku meminta untuk segera mencari seseorang tersebut. Saksi Kunci Pemberontakan.

Dibalik tirai seorang wanita berdiri dengan penuh amarah, tidak satu helai pun terlihat dari tubuhnya hanya bayangan dari pantulan lampu. Seisi ruangan tersebut menunduk mengikuti perintah wanita tersebut.

"Tangkap Si Penghianat Kecil itu!" Bentak seorang wanita, kastanya amat tinggi membuat semua orang tunduk "Dasar lalat pengganggu."