Duke Leonard marah besar pada teman kepercayaannya. Sesuai undang-undang semua keluarga terlibat pemberontakan akan ditahan dan diasingkan, berbeda dengan Keluarga Ziones karena Dakrik meminta Duke Leonard meringankan hukuman keluarganya yang tidak bersalah.
Kejadian penangkapan Marquess Ziones menjadi headline besar di koran-koran berita, semua sudut kota membicarakannya. Sumpah serapah keluarga korban pemberontakan terus berseru meminta pertanggung jawaban dari sang Marquess.
Di lapangan desa hukum mati di lakukan sehari setelah penangkapannya. Bau amis darah masih tercium, wajahnya berubah menjadi lesu suram namun aura kebijaksanaan tidak pernah sekalipun luntur.
Setiap kali dia melangkah menuju podium Guillotine desak warga yang terus melemparnya dengan batu.
"MATILAH TIKUS BUSUK!" Lemparan batu kelikir mengenai kepalanya.
"KAU PANTAS MATI!"
"KEMBALIKAN PUTRAKU!" Isak tangis seorang wanita tua, memeluk erat foto anak laki-laki berpakaian prajurit.
"MATI!"
"MATILAH DENGAN HINA!!"
Tergambar jelas kematian berada di depan matanya, baju mewah penuh penghargaan berubah menjadi kaus kasar dan kotor.
"Sudah berakhir?" Gumamnya berhenti sejenak melihat Duke Leonard duduk di singgasana, mata mereka saling bertemu kesedihan mendalam di balik sudut matanya "Senang bisa melihatmu terakhir kali, Leo."
"BERSUJUD!" Dorong seorang Algojo dengan sirah besinya "Beri kehormatan terakhir anda."
"Duke Leonard Vanz de Kany Duke of Zafia de Kany Cahaya Zafir Negeri Zafia Kerajaan Negeri Agasthya Ira Ekaraj, Kehormatan terakhir saya pada anda."
"Semoga Zafir menuntunmu."
"Leo maafkan aku membiarkanmu berjuang sendirian sekarang." Bisiknya dengan senyum tipis.
"Sampai jumpa dikehidupan selanjutnya, Derik."
Siang terik matahari, namun rasa teduh dari langit titik-titik hujan mulai berjatuhan seakan memberikan kesedihannya. Karung goni menutupi kepalanya, memejamkan matanya menerima takdir kejam.
"Meminta ampun atas dosa yang telah kau buat!" Algojo memutuskan tali menahan pisau guillotine.
"Polin, Lily, Shani maafkan ayah…"
STRINGG BRUAKK
Sorak gembira masyarakat berbanding terbalik raut wajah Duke bersamaan tangisan langit membasahi tanah. Untuk sekali lagi Duke telah kehilangan teman dekatnya.
"Kubur kan jasadnya secara terhormat." Perintah Duke pergi meninggalkan lapangan.
Untuk kasus pemberontakan dan pengkhianatan jasad hukuman mati harusnya di gantung untuk sebagai efek jera bagi pemberontak, namun Ziones mendapatkan perlakuan berbeda dia dikuburkan secara terhormat, tidak satupun orang tau di mana jasadnya di kubur.
Pintu tua yang berkarat di tengah hutan yang gelap, tidak ada kepercayaan lain selain sabatang lilin di atas meja makan. Kehidupannya sekarang berbanding terbalik mewahnya mansion. Hamparan gandum memenuhi setiap sudut halaman rumah, rumah yang cukup sederhana ditempati keluarga kecil.
Kematian Ziones yang tragis sudah berlalu 3 bulan, kini posisi Marquess di tempati oleh Andreas penobatan langsung oleh Duke. Nyonya Zionis dan kedua anaknya tinggal bersama nenek kakek pihak ibunya seorang petani gandum yang sederhana.
"Nak, bawakan makanan ini untuk ibu mu yah. Nenek akan memasak bubur untuk Lily sebentar." Ucap seorang nenek tua penuh keriput di wajahnya, postur badannya bungkuk, senyum manis dan tatapan yang sangat hangat pada cucu nya.
"Baik."
Suara pintu terbuka, seorang wanita tua di rantai berbaring lemas di atas kasur bajunya kotor, badan sekurus ranting, mata melotot lebar dan rambutnya kusut berantakan. Siapa sangka wanita tua yang sedang berbaring tersebut adalah seorang bangsawan yang pernah jaya pada masanya.
"Ibu… aku membawakan makanan." Ucap Polin dengan nampan di tanganya.
"AHHH LEPASKAN! DERIK! DERIK!" Teriaknya dengan kencang mengayunkan tangan ke sudut ruangan yang kosong "BIARKAN KU PERGI DERIK!"
"Ayah tidak ada di ruangan ini ibu. Sekarang makanlah aku akan menyuapkan-nya untukmu."
"SIAPA?! PERGI DARI HADAPANKU! JANGAN MENDEKAT!"
"Aku anakmu-Polin."
"PERGI!! DERIK! DERIK AHHHH!" Dia memberontak-rontak seakan orang kehilangan akal sebab itulah kenapa tangan dan kakinya terikat rantai "PERGI! PERGI!!"
"Ibu dari kemarin ibu belum makan. Ahh…" Ucap Polin sambal mengarahkan tangannya ke mulut ibunya, namun di tangkis.
BRUAKK
Mangkuk yang berisi bubur terjatuh ke lantai. Takdir yang sangat kejam kemewahan mereka rasakan berubah 180 derajat. Shani Ziones hidup lebih lama dibebaskan dari hukuman namun kini dia menjadi orang gila yang terus terperangkap, akibat di tinggal oleh orang yang sangat disayanginya.
Warga sekitarpun memandang rendah melihat ibunya menjadi orang gila. Cibiran dan fitnah menjadi hal biasa bagi Polin, dia tidak peduli dengan apa mereka katakan, dia hanya fokus membantu sang kakek nenek di ladang dan merawat sang ibu serta adik kecilnya.
Namun di suatu hari yang berbeda, rumah kumuh ini di datangi seorang bangsawan berpakaian rapi dengan kereta kudanya. Earl Gred Verdenrik dapat untuk meminta Polin ikut dengan nya menjadi anak asuhnya beralasan sebagai balas budi kepada sang mantan Marquess. Tentu saja kakek dan neneknya dengan sangat bahagia mengizinkan Polin untuk masa depannya yang lebih cerah tanpa tau bahwa dialah orang yang menghancurkan keluarganya.
Esoknya Polin mengemas pakaian dan pergi dengan berat hati meninggalkan kakek neneknya yang telah rentang bersama adik dan ibunya. Di hari itu sang kakek nenek tersenyum bahagia dan terus bersyukur kepada kemurahan hati Earl.
"Hati-hati yah nak, datang lah kemarin sekali-kali." Peluk Sang Nenek berlinang air mata, wajah tuanya tersenyum dengan bahagia "Berterimakasihlah pada Earl."
"Iyah Nek, juga jangan terlalu kelelahan." Balasnya.
"Jangan lupa makan, jangan memaksakan diri, kakek tidak bisa baca tapi kirimlah surat sekali-kali yah." Kakek tua yang sangat bangga dengan cucu laki-lakinya.
"Iyah kek tenang saja!" Bahu Polin yang amat kecil namun memiliki beban seberat besi "Polin pergi dulu dadah…"
Di panti asuhan Seweria yang telah mengubah hidupnya bertemu dengan kedua sahabatnya Juan dan Dio, semua yang telah dia lalui menjadikannya memiliki rasa dendam pada Zafia bertekad untuk membalas semuanya.
Di panti ini lah Polin menjadi anjing bawahan Verdenrik tanpa disadarinya. Kedatangan Rain ke panti asuhan membuat Polin amat membencinya bahkan ketika diam seperti patung.
"Jadi dia kakeknya lah yang telah membunuh ayahku?!" Gumam Polin amarah yang meledak-ledak "KAU HARUS MERASAKAN APA YANG TELAH KU RASAKAN SELAMA INI!"
Selama berminggu-minggu dia terus menghina Rain sebagai pembalasan. Hingga dimana dia mengetahui sesuatu fakta yang mengejutkan, selama ini teman-teman panti yang pergi keluar panti menjadi santapan iblis Yuki Raymond.
Tragisnya anak-anak yang menjadi korban santapan itu, merupakan teman-teman seangkatan Polin yang perlahan-lahan menghilang. Tetesan air mata itu tidak akan pernah habis melihat temannya menjadi sebuah hidangan diiringi musik dan ketawa Verdenrik. Mimpi buruk ini tidak akan pernah hilang dari kepalanya.
Benar sekali fakta yang sangat mengejutkan hingga seketika menyadarkannya dan terus bertanya apakah semua Verdenrik katakan hanyalah kebohongan semata, setiap hari Polin mengenab-endab mencari bukti peninggalan sang ayahnya.
Sebuah dokumen tertutup debu tebal terselip di berkas lain. Selembar kertas bertulis bukti perjanjian bangsawan Earl Verdenrik dan Marquess Ziones, disana tertera jelas jika nama Earl Verdenrik memberikan kertas bukti kerjasama pemberontakan atas nama cap resmi Marquess Ziones. Seketika tangannya gementar ketakutan, apa yang selama ini dia pikirkan terhadap Verdenrik berbanding terbalik.
"Ayah…"
"Apa yang harus ku lakukan."