Di samping meja kerja yang berantakan terdapat sebuah buku sihir, suasana ruangan yang sangat gelap dengan hanya setangkai lilin menyala di sudut bagian meja, meja kayu dengan ukiran yang terlihat mahal. Meja kerja Marquess Ziones dia telah mendengar kabar pemberontakan yang terjadi mereka mengkambing hitamkan Ziones sebagai pemimpin pemberontakan.
"Tuanku aku tidak pernah sekalipun terlintas di kepalaku anda mengambil keputusan ini." Ucap asisten kerjanya, wajah tua keriput terlihat sangat kecewa "Apa ini semua atas kehendak anda? "
"Tidak, aku sudah disudutkan." Jawabnya "Aku tidak dapat memberi bukti jika aku bukan pelopor ini semua tapi kau mempercayai ku?"
"Saya percaya pada anda." Ucap asisten itu beri hormat kepada tuannya "Saya sudah sangat tua. Saya izin mengundurkan diri, istri saya sedang sakit dan anak-anak saya masih amat muda Tuan."
"Aku mengizinkannya, pergi lah sebelum tantara menyergapku, kau telah sangat berjasa. Terimakasih Tuan Jhon semoga kehidupan anda menjadi lebih tenang."
"Terimakasih Tuan Marquess, Hormat saya terakhir pada anda."
Sekretaris itu menjadi orang terakhir mengundurkan diri. Hanya tersisah Marquess seorang diri bersama sebuah dokumen yang amat berharga.
"Jhon. Bisakah aku meminta terakhir kali kepadamu." Suara keputusasaan, selangkah lagi sekertaris itu keluar ruangan.
"Silakan Tuanku"
"Simpan surat ini, jangan perna kau buka. Simpan hingga Duke Zafia memintanya-Hanya dia yang berkuasa atas ini. Jangan pernah kau berikan kepada siapapun bahkan keluargamu."
"Apa isi surat ini?" kebingungan menyeributinnya.
"Kau mempercayaiku Jhon? Lindungi surat ini dengan nyawamu. Ini permintaan terakhirku. Terimakasih."
"Saya akan melakukan dengan nyawa saya, ini kehormatan terakhir saya kepada anda." Ucapnya membungku "Kehormatan Artur kepada Marquess Ziones."
Suara ricuh di balik jendela, Kuda-kuda gagah memasuki halaman dengan bercak darah di sepatunya. Kesadisan dan teriak kesakitan orang-orang terdengar sangat jelas.
Verdenrik menggedor pintu dengan langkah tegasnya.
TOK TOK TOK
"Silahkan…" Ucap Marquess menatap tajam, di balik matanya yang penuh kesedihan dendam yang sangat sakit memenuhi bolamatanya.
"Tuanku Marquess Ziones." Bungkuknya memberi kehormatan "Saya datang atas persetujuan anda. HK-MM bisakah anda menatapku dengan lebih hangat?"
"…"
"Saya sudah melakukan perintah anda-Pembantaian dan perlawanan terhadap Zafia. Kenapa wajah anda sangat merah hahaha…." Tawa lepasnya, wajah psikopat Verdenrik ternyata merupakan bakat yang dia miliki "Ayolah jangan keras kepala begitu."
"Kau tau jika aku tertangkap kau juga akan mendapatkan imbasnya."
"HAHAHA… Acamanan apa ini. Tidak-Tidak-Tidak itu Tidak akan terjadi Setelah menusukmu aku maksudku saya akan berpihak kepada Duke." Dia menari-nari mengungkap kebahagian "Dan Duke yang malang akan menganggapku sebagai pahlawan dan mempercayai semuanya padaku."
"KAU SIALANNN!!!" Marquies berdiri, membanting kursi, memgang erat kera baju Verdenrik.
"Eh kau ingat perjanjian kita?"
BRUK BRUK BRUK
Marquess sudah menahan semua amarah, dia memukul Verdenrik dengan keras tidak satu kali pun Verdenrik mencoba menahan serangan.
"Sudah puas?" Tanya Verdenrik tersenyum lebar "Marquess yang malang."
"SIALAN SIALAN SIALAN KAU!! TIKUS SIALANNNN!!! AHHHHHK!"
BRUK BRUK
"Hentikan." Ucap seseorang di balik pintu, suara tegas berwibawa jelas sekali seorang wanita dari balik pintu "Lebih baik anda berhenti sudah tidak ada gunanya."
Marquiess terjatuh terkejut, lututnya menahan badanya.
"Queen?" Ucapnya lesu meneteskan air mata bercampur amarah "Kau tidak pantas ku sebut Ratu, Zafia akan menjatuhkanmu."
"Sungguh tidak sopan, kata-kata ini saya anggap tidak terucap dari mulut anda." Gaun dan kain hitam menutupi seluruh wajahnya namun dari postur tubuhnya terlihat sangat jelas wibawa dan ketegasan "Silahkan tanda tangan surat ini, jangan takut saya akan menjamin keselamatan keluarga anda. Baik Terima Kasih atas kerjasamanya. Sekarang dimana Dokumen itu?"
Marquess hanya menunduk diam.
"Dimana?!" Tangannya menggenggam dengan amat kesal "Cepat katakan dimana dokumen itu!"
"Kenapa, anda sangat takut jika Leonard mengetahuinya? Agastya tidak lebih dari Zafia!"
"Geledah tempat ini!" Perintahnya, namun dokumen itu tidak pernah ditemukan "Lupakan, melihat dari keputusan Leonard dokumen itu bukan dengannya kan. Lambat laun dokumen itu akan musnah. Sungguh tikus yang malang."
"Tuan lebih baik anda pulang selagi masih bisa melihat keluarga anda, besok Duke akan meratakan Artur. Bersiap-siaplah dan Selamat Malam." Bungkuk Verdenrik pergi meninggalkan Marquess seorang diri bersujud pasrah dengan kedua kakinya.
Selama perjalanan Marquess melihat langsung kekejaman atas rakyatnya sendiri. Kesakitan, kesedihan dan amarah atas ketidakmampuan Marquess melindungi rakyatnya. Di balik jendela kereta seorang gadis kecil duduk meringkuk kedinginan, tangannya gemetaran dengan wajah pucat basi.
"Berhenti." Marquess turun dari kereta dan memberikan roti dan mantel yang sedang dia kenakan.
"Terimakasih Tuan."
"Maaf, hingga kamu merasakan kesakitan ini." Dalam sekejap mata Desa Artur menjadi desa pembantaian "Maaf atas ketidak becusan Marquess, aku meminta maaf atas namanya."
"Kenapa kau menangis?" Anak Gadis itu hanya menatapnya penuh tanda tanya "Kenapa kau minta maaf padaku, Tuan?"
"Maaf… Maaf…Maaf."
Sesampai di mansion, Shani dan Polin sedang menunggu kedatangan Marquess dengan sangat khawatir mereka bolak-balik mengecek jendela. Suara kereta memasuki pekarangan rumah.
"Ayah!" Teriak Polin berlari menghampiri ayahnya "Ayah baik-baik saja?"
"Polin! Kenapa kamu masih disini?" Dia memeluk anaknya dengan sangat erat "Dimana Ibumu?"
"Aku tidak akan pergi Dakri!" Dia berusaha sangat keras untuk menahan air matanya "Aku tidak membiarkan kamu menanggung semuanya sendiri, Jelaskan semuanya pada Duke aku yakin Duke akan memahaminya!"
"Shani… kamu tau. Kalian adalah segalanya bagiku, Aku baik-baik saja bersembunyilah untuk sementara." Dia menundukan kepala tidak yakin akan ucapannya sendiri "Kumohon, pergilah sekarang. Semuanya akan baik-baik saja sayang."
Dia berusaha meyakin istrinya untuk pergi dari Artur sementara menunggu situasi mereda.
"Berjanji lah..."
"Iyah…" Marquess mengalihkan matanya, dia tahu jika janji itu tidak akan ditempati.
Shani terpaksa dengan berat hati meninggalkan suaminya sendirian di mansion. Di subuh buta kereta empat kuda berlari kencang menuju ke Zafia.
"Aku akan menunggumu, Dakri." Lambai perpisahan penuh haru.
"Kita mau pergi kemana Ibu?"
Subuh yang sangat dingin dan sunyi di mansion. Sebagian pelayan pergi meninggalkan tugasnya semua atas izin Marquess namun beberapa pelayan setia tetap tinggal melayani Tuannya. Tidak sedetikpun Marquess memejamkan mata.
Dari kejauhan terdengar gemuruh kuda berdatangan dengan obor sebagai penerangan. Marquess melihat jelas kedatangan Duke Leonard dengan baju zirah lengkapnya. Beberapa saat terdengar teriakan histeris bersamaan tembakan.
"Tidak ada korban, tangkap semuanya hidup-hidup!" Perintah Duke.
"Duke, anda terlihat sangat berbeda kali ini." Ucap Verdenrik, dia beralih posisi bermain peran sebagai pahlawan memberi informasi pemberontakan kepada Duke.
Tipu daya Verdenrik berhasil, memberikan semua informasi penghianatan Marquess Derik untuk penangkapannya. Akhirnya semua sudah direncanakan bahkan dengan kematiannya.
"…" Satu kata dari mulutnya tidak digubris oleh Duke.
"Haha Dingin sekali."
Bruk Bruk
Prajurit mendobrak pintu terlihat Marquess yang sedang duduk bersantai menulis surat di atas meja kerjanya. Tanpa satupun perlawanan dari Marquess.
"MARQUESS DAKRI ZIONIS ANDA DITANGKAP ATAS PEMBERONTAKAN DAN PENGKHIANATAN KEPADA ZAFIA!"