Semakin malam suasana pasar semakin ramai, suara gembira dengan penuh tawa dari seorang berpakaian sederhana, bangsawan hingga sekelompok petualang dengan atribut mencoloknya semuanya menikmatinya kecuali aku.
"Ayo kesana!" Ucap Juan menunjuk dengan tangannya sudah penuh dengan makanan, ke sebuah kios gulali manis.
"Rain! Ayo-eh, dimana Rain?" Polin menoleh ke belakang, menyadari Rain yang menghilang dari rombongan.
"Tuan muda?!" Pengawal Andrian kelihatan sangat panik ketika mengetahui Rain tidak berada di sampingnya.
"Apa dia tersesat? Disini cukup ramai."
"KALIAN SEMUA KEMBALI KE KERETA! AKU AKAN MENCARI TUAN MUDA!" Pengawal Andrian mengantar mereka semua ke kereta dengan sangat panik.
"Izin aku ikut bantu mencari-"
"Tidak Farah kau di sini jaga anak-anak lain, jika jam sudah lewat 12 malam pulang dan beri tahu Duke."
"Ba-baik."
Dia memukul pundakku mengaktifkan sihir transportasi, seketika kami berpindah tempat. Sekarang sekelilingku gang gelap dengan kiri kanan bagunan kayu tua, agak sedikit lembab dan tidak jauh dari pasar malam aku masih dapat mendengar dengan sangat jelas keramaian.
"Apa mau mu?" Aku melihat tajam ke arahnya, sangat jelas dia seorang wanita dewasa.
"Aku di minta untuk mengawasimu dari kejauhan saja, tapi sekarang aku sangat penasaran tentang dirimu-oh maksudku Tuan Mudaku Rain Vanz de Kany Cahaya Zafia Kerajaan Negeri Agasthya Ira Ekaraj." Senyumnya padaku, dia membungkuk dan membuka penutup kepalanya "Sebuah kehormatan besar saya bisa berjumpa dengan anda."
Wajah yang amat cantik, rambut pirang ikal panjang keemasan dengan mata birunya, keluarga bangsawan Bizler. Keluarga bangsawan penghianat begitulah yang Lividus katakan.
"Untuk seorang anak kecil berumur 6 tahun, anda memiliki sihir yang luar biasa." Ia mendekatiku menunduk memandangku "Bagaimana bisa? Seorang anak tanpa darah biru bisa memiliki mana sebesar ini."
"Jika kau hanya mengawasiku, lepaskan aku sekarang."
"Jangan buru-buru gitu." Dia mengeluarkan senjata api berlambang ukuran naga sama persis dengan ukiran yang menembak Jean.
"KAU!"
"Ada apa?"
Dengan hanya melihat saja, seketika semua ingatan Jean terbayang dari otakku. Senjata berlambang ukiran naga yang sama persis, ketika kejadian itu berlangsung.
"Lambang naga itu, siapa kau sebenarnya?!" Amarahku memuncak ketika melihat lambang itu.
"Tenanglah Tuan." Batin Lividus padaku.
"Apa maksudmu. Kau mengetahuinya?" Dia menunjuk ke arah pistol laras pendek, wajah wanita itu seketika berubah memandangku lebih tajam.
"SIAPA KAU SEBENARNYA?"
"Sangat bahaya untuk anak kecil seperti anda, mengetahui hal yang berbahaya, sanksinya harus mati menutup mulut." Sumbu pistol itu berada di jidatku "Kau tau artinya?"
"…"
"Sayang sekali 1, 2- " Mulut pistol itu menempel amat keras di jidatku.
Tanpa ku sadari, dengan penuh amarah yang begitu kuat sihir pengendali pikiran teraktifkan. Satu hal yang berbeda dari biasanya adalah sekarang Lividus tidak sedang mengendalikan tubuhku.
"SUJUD DI HADAPAN KU." Secara sadar aku mengendalikan semuanya.
Tekanan yang amat kuat sekaan gravitasi yang menarik, Wanita itu terdiam bersujud di hadapanku sekarang.
"Ba-bagaimana bisa…" Wanita itu tidak dapat bergerak atau mengaktifkan sihir "Kau!"
"Benar, di sana lah seharusnya kau berada."
Sihir itu semakin menekan dirinya, terus-menerus.
"Si-sial! Bagaimana bisa, semua rumor itu asli…"
"Begitulah kau menentang perintahku, aku akan melepaskanmu jika kau memberi tahu siapa Dalang dari organisasi naga ini, apa yang mereka inginkan?!"
Wanita itu mengunci mulutnya. Aneh rasanya bisa mengendalikan segala hal atas kemauanku.
"KATAKAN! BIZLER!"
"Ka-kau tau keluargaku? Lepaskan aku dan akan ku beritahu." Dia melihatku dengan amat terkejut.
"Kau kira aku bodoh? Katakan!"
"Baik-Baik, satu kata jika kau penasaran tenang ini lebih baik kau tidak perlu ikut campur. AHH-iyah maafkan aku percaya atau tidak seseorang dengan kedudukan tinggi iri akan Zafia dan ingin menjatuhkannya."
"Siapa?"
"Dia lebih tinggi dari seorang Duke tentu saja-tidak setinggi KING, tapi pengaruh pemerintahannya melewati seorang King." Dia tersenyum dengan sinisnya "Seorang yang mengganggu langkahku hanya Duke Zafia, jadi ku rasa kau paham kenapa banyak nasip buruk yang sering menempamu."
"Verdenrik sudah mati."
"AHAHAHAHAH Kau pikir dia memiliki pengaruh besar disini? Tidak sama sekali tidak- Dia hanyalah PSIKOPAT GILA"
"Psikopat Gila?"
"Tepat! Psikopat Gila tidak ada kata-kata yang cocok selain itu. Perbudakan, pembunuhan, penculikan kau tau itu. kami tidak meminta darah moriana sebanyak itu, dia lah yang menyukai menyiksa, memukul, dan membunuh seorang anak kecil yang bahkan sebelum dia terlihat dengan kami. Semuanya atas kegilaannya sendiri."
"…"
"Ketika dia tertangkap, sekarang dia mencoba memberontak demi keselamatannya sendiri selama itu dia terus berlindung atas nama kami. Neraka pun tidak akan bisa menerimanya dan surga pun akan memandang jijik padanya."
"…."
"Sepertinya kita terlalu banyak berbicara hahaha…!"
AHHHHHHH!
Dia berteriak amat keras sekuat tenaga lepas dari sihir, bangkit menyerangku dengan pisau belati, cukup mudah bagiku menghindar. Bergerak mundur mulai bersikap waspada.
"Wah… Aku menghabiskan setengah mana hanya untuk keluar dari jebakan mu." Dia kesakitan memegang perutnya "Cih!"
Dia bergerak dengan cepat, seketika berada di belakangku, memukul punggungku, menarik kerah bajuku.
"Luar biasa, ku kira humor itu hanya lah kabar palsu."
"Apa yang kau dengar bukan semuanya yang kau tau." AKu berusaha melepas genggaman tangan, memukul, mencakar berulang kali.
"HAHAHA! Kalau begitu tunjukan padaku sekarang!" Mengepal tangannya tinggi dan mulai memukul kepalaku.
Bruk Satu kali
"Kau akan menyesal! Perempuan jalang!" Ucapnya suara amat keras,
Bruk Dua kali
Bruk ketiga tangan itu berhenti.
"Kau lalai sekarang, sebentar lagi semua orang akan kemari." Langit menjadi mendung, sihir hira petir bergemuruh di belakang.
"APA?!"
SCIRSSSSSBOOMM
Sambaran petir itu mengenai beberapa bangunan dan menimbulkan sedikit api. Dengan cepat keamanan menghampiri tempat kejadian. Disana hanya terlihat aku yang sedang berdiri seorang diri. Dia menghilang seakan kabut.
"HEY! KAU BAIK-BAIK SAJA? Ada anak kecil disini cepat panggil medis!" Seorang pegawai keamanan meminta rekan kerjanya.
"Tidak perlu, aku baik-baik saja." Jawabku lesu seakan kehilangan seorang mangsanya.
"Tapi wajahmu-"
"Ku bilang aku baik-baik saja!"
Dari ujung gerombolan masyarakat yang penasaran dengan kejadian barusan, Pengawal Andrian menerobos masuk berharap keselamatan Tuan Mudanya.
"Permisi! Permisi! Mohon beri jalan! OH ASTAGA TUAN MUDA!"
Bulan purnama yang amat cantik, mulai naik tengah malam hampir lewat. Aku dan Andrian kembali kemasion dengan kereta kuda serta perban di jidatku. Duke Han duduk menunggu di ruang tamu.
"Selamat Malam Ayah." Sapaku, melihat wajahnya yang penuh amarah di tambah luka yang ku alami.
"Sekarang, apa yang baru saja kau lakukan?" Ucapnya, dengan sorot mata sinisnya.
"Maafkan aku tersesat di pasar malam dan…"
"Mulai sekarang, semua perizinan akan diperketat. KAU TAU BETAPA TAKUTNYA AYAH MENDENGAR BERITA BURUK TENTANGMU!"
"MA-maafkan saya Duke, saya yang pantas dihukum atas ketidakbecusan saya menjaga keselamatan Tuan Muda Rain." Andrian bersujud menahan air matanya.
"Kalau begitu anggapanmu, tangkap dia hukum sesuai peraturan." Pengawal lain menangkap Andrian dan menyuruhnya bersujud.
"APA!" Tentu saja aku menentang keputusan yang terjadi "ANDRIAN TIDAK BERSALAH! AYAH!"
"Begitu tanggung jawab seorang pengawal pribadi, jika terjadi sesuatu kepada tuannya semua orang yang melayaninya akan menerima hukuman yang sama, sekecil apapun. Ironis."
"AYAH!"
"Mulai bersikap dewasa Rain, semua tindakanmu, orang lain akan menanggungnya. Kita bicarakan besok bahwa dia beri hukuman yang setimpal. Sekarang istirahatlah"
"AYAH! MAAFKAN AKU! TOLONG LEPASKAN ANDRIAN. DIA TIDAK BERSALAH!" Aku menghalang pintu keluar.
"RAIN! BEGITU LAH HUKUMAN BAGI MEREKA YANG GAGAL MELINDUNGI TUANNYA! JIKA KAU TIDAK INGIN INI TERJADI LAGI BERSIKAPLAH DEWASA. SEKARANG PIKIRLAH SEMUA TINDAKANMU!"
"Ini hanya kecelakaan! Andrian tidak melakukan dengan sengaja!" Aku melihat Andrian dengan rasa amat sedih "AYAH!"
"Kalo kau tau itu, maka berhati-hatilah melangkah. Sekarang istirahatlah."
"Ayah! Tolong lepaskan Andrian ak-"
"Tuan Muda, Aku baik-baik saja tenang lah." Ucap Andrian padaku "Ini malam yang panjang istirahatlah."
Farah mengantarkan ku ke kamar. Luka yang ku alami ini tidak seberapa dengan rasa sakit melihat seseorang yang dihukum karena bukan kesalahannya.
"Kau puas?"
"Tentu tidak."