Hari ini aku dan anak-anak lain berencana berkeliling sekitar desa, Aku telah siap dengan pakaian lengkap kemeja putih casual dan celana sd merah. Kami hanya memiliki waktu berpergian sampai jam 4 sore.
"Ayo kita ke pasar!" Ajak Juan menunjuk ke jendela kereta.
"Terlihat ramai, padahal ini bukan hari libur." Ucapan Polin melihat sekeliling pasar.
Suara riuh saling bernyautan, orang orang yang sibukan dengan kegiatan mereka masing-masing. Dari mulai berpakaian rapi-hingga atribut sederhana maupun segelomboran petualangan dengan tongkat khas mereka.
"KEMARI TUAN NYONYA MAMPIR KE TOKO ROTI!"
"SAYUR MURAH!"
"IKAN SEGAR IKAN SEGAR!"
Aku melihat sekeliling hingga kami berhenti di sebuah toko makanan manis, tentu saja atas permintaan mereka.
"Toko permen!" Tunjuk Juan "Ayo kesana!"
"Hmm aku tidak terlalu suka makanan manis." Gumam Polin, dia menyilangkan tangannya dan menunjuk ke toko sebelahnya yaitu 'Toko Sihir' "Tidak kesana!"
"Toko sihir? Ngapain! Ayo beri beberapa coklat." Bantah Juan.
"Tidak! Toko Sihir saja, Rain pasti lebih menyukainya!"
"AH?"
"Hmm bagaimana dengan Toko Buku saja?" Ucap Dio menunjuk sebuah toko buku tua bersebelahan toko permen tersebut "Rain pasti lebih menyukainya."
"Ap? Dia sudah punya banyak buku di rumahnya!" Ucap Juan dan Polin mengerutkan wajahnya seakan tidak setuju.
"Tenang lah, bagaimana Tuan Muda?" Tanya Pengawal Andrian berusaha menenangkan suasana.
Mereka melihatku dengan penuh harapan, tapi sejujurnya aku sedang tidak ingin melakukan banyak hal. Hanya ingin berkeliling desa.
"Hmm…"
Akhirnya kami memutuskan pergi ke semua toko dan melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki, ku pikir lebih baik menikmati suasana dengan berjalan kaki.
Orang terus berlalu lalang dengan kesibukan mereka masing masing, mulai dengan orang berpakaian sutra indah, sederhana hingga para petualang dengan ciri khas seakan kartun 3 animasi.
"Lihat itu! Wah pasti dia sangat kuat." Juan menunjuk ke seorang petualang dengan zirah besi mengkilap dan pedang besarnya, tinggi dan rupawan dia dikelilingi 4 orang rekan grupnya.
"Ah apanya biasa saja." Jawab Polin ngelirik sinis " Lihat saja dengan wajah tampannya mana ada pahlawan seperti itu."
"Tapi dia kelihatan sangat kuat."
"Tampangnya ajah itu mah."
"Bisa ajah sih, tapi lihat otot-otot dan badan kekarnya." Gumam Dio dengan buku di tangannya.
Aku sependapat dengan Polin, tidak ada seorang pahlawan kuat memiliki zirah baju mengkilap bahkan tidak ada satupun goresan di sana artinya dia tidak sering bertarung.
"Tuan Muda bagaimana kita beristirahat sejenak." Sebuah kursi taman teduh dari daun pepohonan.
"Ayuk cuacanya semakin panas." Ucap Dio mengipas-ngipas mendinginkan panas .
"Aku sedikit haus." Ucapku entah mengapa siang ini terasa lebih panas dari biasanya.
"Oh Saya akan membeli beberapa minuman."
Pengawal Andrian pergi membeli minuman yang tidak jauh dari tempat ku beristirahat, sesekali dia mengawasi kami dari kejauhan. Kami duduk di kursi taman kayu dia bawah pohon yang cukup rindang.
"Pasar ini cukup ramai yah…" Gumam Polin melihat sekeliling terkadang dia terlihat bahagia namun beberapa saat dia kelihatan sedikit murung.
"Bukannya kamu berencana bertemu dengan Terian?" Tanya Juan.
"Entahlah, aku hanya takut mengganggunya…"
"Loh ga mungkin, Terian pasti selalu menunggu kabar mu!" Juan melompat dari kursinya berusaha meyakinkan ku "Habis ini kita langsung bertemu dengannya!"
"Kita juga sudah di sinikan? Kenapa tidak mencobanya dulu." Dio menoleh dan mencoba meyakinkan ku.
"Kita langsung pergi!"
"Tuan aku membawa minumannn." Pengawal Andrian membawa 4 gelas es coklat.
"Cepat minumnya!" Anak-anak lain minum dengan sangat cepat bahkan hanya hitungan detik "Ah!"
"Eh? Ada apa Tuan." Pengawal Andrian terlihat bingung melihat anak-anak lain minum dengan tergesah gesah.
"Cepat!"
Juan menarik lengan baju ku, kami mulai berjalan menuju panti sosial yang Tuan Han katakan. Pikiran ku amat rebut saat ini entah bagaimana Terian akan melihatku. Tidak selang beberapa lama kami sampai di panti sosial.
"Ternyata berada di tengah kota." Gumam Juan melihat di balik jendela kereta.
Pagar kayu tua dengan seorang satpam membantu membuka pintu, dia terlihat sangat terkejut ketika kursi kuda membeli tanda pengenalnya. Bagunan terlihat dari kayu namun cukup kokoh dan luas, sekelilingnya rerumputan indah.
"Kita sudah sampai." Ucap Pengawal Andrian membuka pintu kereta.
Dari luar terlihat seorang pria tua dengan setelan kemeja lengkap keluar dengan muka cemasya, entah apa yang awalnya dia pikirkan.
"Hmm kita kembali saja, badanku sekarang terasa tidak enak." Gumamku membalik wajah, pura-pura terasa sakit.
"Tidak! Perasaan dari tadi sehat saja." Polin mendekatkan wajahnya menatap tajam padaku.
Pintu kereta kuda terbuka, seorang pria tua memberi hormat pada ku. Dia kelihatan seorang pejabat di sini.
"Ada keperluan anda kemari Tuan Muda?" Ucapnya sangat hormat padaku
"Aku hanya ingin melihat sekeliling."
"Oh silahkan masuk Tuan Muda, maaf sedikit berantakan." Pria tua itu mempersilahkan masuk.
Terlihat suasana yang sangat asli, dinding dan atas kayu, karpet tua. Tidak terlihat banyak orang berlalu lalang. Untuk ukuran panti sosial ini amat sangat sederhana lampu minyak yang tergantung.
Kami diarahkan di sebuah ruang tamu, beralas karpet tua, beberapa sisi dinding terpampang lukisan dengan desain ornamen khasnya. Secangkir teh hangat tersaji di atas meja.
"Jadi maksud kedatangan anda?" Mata sayunya melihatku dengan amat perhatian.
"Adakah seorang anak Moriana Bernama Terian?"
"Terian?" Wajah pria itu mengerutkan dahinya menatapku dengan bingung.
"Iya anak Moriana dia berusia sepantaran diriku, suka baca buku dan sifatnya yang pendiam." Aku mencoba meyakinkannya.
"Mohon maaf Tuan Muda, tidak ada seorang anak moriana Bernama Terian disini."
Mendengarnya membuat ku amat kesal dan marah, tidak mungkin Tuan Han berbohong padaku.
"Apa kau yakin?"
"Iyah Tuan Muda tidak ada satupun anak Bernama Terian di sini."
"Kau sudah mengecek semuanya?"
"I-iyah Tuan."
"Bagaimana anak seusia ku adakah salah satunya berdarah Moriana?!"
"Mo-mohon maaf Tuan, tidak satupun darinya berdarah morianaa…" Pria tua melangkah mundur.
"Rain tenang lah, mungkin kita datang ke panti yang salah." Ucap Juan menenangkan ku.
"Lupakan! Aku ingin segera pulang, beritahu aku jika seorang anak Moriana di panti ini."
"Baik Tuan muda." Dia merasa takut akan ketidak puasan ku.
Sepanjang jalan hanya suara gesekan kereta, tidak satupun anak-anak mencoba menegurku. Sesampainya aku ingin segera ke kamar untuk istirahat.
"Oh anda telah kembali Tuan Muda?" Detektif Edwin menegurku dari balik pintu masuk "Saya sangat amat terkejut anda berencana untuk pergi ke desa Artur."
"Aku sedang tidak ingin diganggu." Ucapku membantah dan berjalan menuju kamar.
"Aku yakin dari wajah kesal anda, pasti ini berkaitan dengan seorang anak Moriana Bernama Terian?"
"Apa?" Aku menghentikan langkah dan menoleh belakang, dia melihatku dengan senyuman yang amat lebar, sorot matanya memancarkan kemenangan.
"Tolong siapkan secangkir teh." Katanya "Saya dan Tuan Muda akan berbincang sejenak."